Jilid 35

480 11 0
                                    

Melengak dan semakin bingung Hong-lay-mo-li menghadapi sikap Bun Yat-hoan yang tidak pantas ini, namun Bun Yathoan sudah menambahkan lagi: "Sebaliknya aku malah ingin bertanya juga kepada nona Liu, entah nona sudi menjawab dan tidak. menyalahkan kekurangajaranku ini?"

"Jelas aku tidak membedakan daerah, apa yang ingin Bun siansing tanyakan, kalau aku tahu, pasti kujawab."

"Harap tanya, Jian-liu-cheng Liu-chengcu pernah apa dengan nona Liu?"

"Entah untuk apa Bun siansing ingin tahu akan hal ini?" tanya Hong-lay-mo-li kurang senang.

"Liu-cengcu sedang mencari kau, katanya kau adalah putrinya?"

"Benar, Liu-chengcu memang ayahku, Apakah Bun siangsing mendapat pesan dari beliau, maka kau hendak membuktikan bahwa aku benar adalah putrinya? Tapi boleh silakan sampaikan kepada beliau, sementara ini aku tidak akan pulang ke Jian-liu-cheng."

"Kenapa kau tidak mau pulang?" tanya Bun Yat-hoan sangsi dan semakin curiga.

Memangnya sudah kurang senang, orang bertanya bertubi2 lagi, Hong-lay-mo-li merasa sebal dan mengerutkan alis, katanya tawar. "Pulang atau tidak adalah urusanku sendiri, Maaf, aku masih ada urusan, aku mohon diri lebih dulu."

Tak nyana baru saja dia berputar, tiba2 bayangan Bun Yathoan berkelebat menghadang didepannya, "Tunggu dulu!" serunya sambil melebarkan kedua tangan.

"Bun-siansing ada petunjuk apa?"

"Tidak berani." ujar Bun Yat-hoan sambil mengacungkan potlotnya, "Aku sih hanya ingin mohon petunjuk Liu-bengcu saja,"

"Apa sih maksudmu?" tanya Hong-lay-mo-li dengan muka berubah.

Bun Yat-hoan ngakak, katanya: "Nona Liu, sebagai Lioklim-bingcu daerah utara, kau sudah berada di Kanglam, waktu di Jian-liu-cheng tempo hari kau pamer kepandaian mengalahkan banyak orang2 gagah, orang she Bun amat kagum, Beruntung hati ini ada kesempatan, tentunya Liubingcu tidak kikir untuk memberi petunjuk beberapa jurus kepadaku?"

"Aku ke Kanglam bukan mengatas namai kedudukanku sebagai Liok-lim-bingcu lima propensi utara, memang aku tidak membawa kartu nama dan menyambangi para Bulim cianpwe disini, sungguh harus disesalkan dan kelak pasti aku susulkan, ilmu tutuk potlot besi Bun-sIansing amat kukagumi aku menyerah kalah saja, Maaf aku sedang ada urusan, tak bisa melayani kau."

Bun Yat-hoan sudah keluarkan kedua potlot besinya, lekas dia mengadang lagi, katanya: "Kau punya urusan apa yang begini kesusu? Apapun persoalannya kau harus memberi petunjuk dulu beberapa jurus! Aku paling benci sikap pura2 dan main sungkan segala, belum lagi jajal kepandaian, siapa kesudian kau terima kalah."

Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam mendengar ucapan kasar ini, hampir saja dia maki orang, sebagai ksatria wanita yang angkuh dan tinggihati, sungguh tak tahan dia dilayani secara kasar, katanya: "Bun-siansing begitu getol hendak menjajal kepandaianku, baik silakan memberi petunjuk. Kami cukup saling tutul saja, kalah menang anggap sebagai permainan saja."

"Bagus! Begitu gebrak boleh kami lancarkan kepandaian khusus masing2. Liu-bingcu, kau tidak perlu sungkan." dimana ujung potlotnya terangkat, dengan jurus Ci-cit-thian-lam (menuding lurus kelangit selatan), tahu2 kedua potlotnya sudah merangsak bersama, masing2 mengincar Hun-tai, Hianki, Khi-hay dan Ham-kok empat Hiat-to besar ditubuh Honglay-mo-li.

Hong-lay-mo-li amat kaget, bukan karena ke;incahan dan kelihayan permainan potlot Bun -Yat-hoan, adalah karena Hiat-to yang diincarnya ini adalah Hiat-to mematikan dibadannya! Hong-lay-mo-li mengira orang sesama haluan ingin menjajal kepandaian saja, paling2 hanya ingin lebih unggul belaka, siapa nyana begitu turun tangan orang lantas melancarkan serangan keji dan hendak mengadu jiwa.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang