Tapi lapat2 Hong-lay-mo-li merasakan adanya sesuatu yang ganjil dan mengherankan, cuma baru kenal maka tidak enak dia mengajukan pertanyaan kepada Bu Su-tun. Dan persoalan yang paling ingin dia ketahui adalah, kenapa sebagai anak murid Kaypang, Bu Su-tun koh menyelundup dan menjadi opsir tinggi didalam Gi-lim-kun kerajaan Kim, membunuh Wanyan Liang lagi, Maka Hong-lay-mo-li lantas mohon penjelasan.
"Mari kita ngobrol sambil berjalan." kata Bu Su-tun, "Liu lihiap belum makan malam bukan?"
"Hari ini sehari penuh aku berjuang ditengah sungai, boleh dikata sebutir nasipun belum sempat masuk perut, memang aku sedang cari makahan. Tahu-kah kau dimana aku bisa menginap disekitar sini?"
"Tak jauh didepan sana aku punya pondok, kalau kau tidak merasa lelah dan tidak anggap kotor tempatku boleh silakan mampir, Nah, paha kambing bakar ini silakan kau makan dulu." dari dalam kantongan yang dibawanya dia mengeluarkan sebuah paha kambing bakar yang sudah matang.
"Bagus sekali. Aku bukan putri bangsawan, masakah harus pakai pantangan segala." tanpa sungkan dia terima paha kambing itu terus digeragoti dengan lahapnya.
Bu Su-tun melanjutkan penjelasannya: "Asalnya aku kelahiran Lam-yang, ayahku jadi guru sekolah di-kampung, Waktu pasukan Kim menduduki Lamyang, aku baru berusia lima tahun. Ayah tidak sudi jadi rakyat jajahan, maka beliau bawa tujuh orang keluarganya mengungsi hendak menyebrang ke selatan.
Tak nyana ditengah jalan kesamplok pasukan musuh, seluruh keluargaku terbunuh, tinggal aku seorang, akupun tertusuk golok, untung jiwaku belum melayang, Mungkin karena aku anak kecil, musuh tidak perhatikan maka selamatlah jiwaku."
"Akhirnya aku ditolong seorang pengemis yang kebetulan lewat, setelah aku diobati, dia suruh aku ikut meminta2 sedekah, pengemis ini adalah murid Kaypang, pada suatu pertemuan diantara sesama anggota Kaypang dia membawaku hadir dan menghadap kepada Pangcu, minta pangcu sudi menerima aku jadi murid Kaypang.
Tahun itu aku berusia delapan, didalam Kaypang merupakan murid terkecil. Dua tahun kemudian, Pangcu bilang aku punya bakat menyakinkan ilmu silat, maka beliau menerimaku sebagai muridnya.
"Suhu tahu aku punya dendam keluarga sedalam lautan, beliau berkeputusan hendak menyempurnakan cita2ku untuk menuntut balas. Maka aku disuruh mempelajari kehidupan orang2 Kim, bahasa dan tulisannya. waktu aku berusia delapan belas, aku disuruh menyaru jadi orang Kim, disaat Wanyan Liang memilih orang mendirikan Gi-lim-kun, aku mendaftarkan diri dan ikut ujian, sengaja aku sembunyikan beberapa kepandaian, supaya tidak menarik perhatian orang.
Akhirnya aku berhasil menduduki nomor lima, sebetulnya setiap anggota Gi-lim-kun diharuskan punya tanda pengenal dan keterangan riwayat hidup, untung guruku luas pergaulan, diantara patriot2 bangsa Kim juga ada kenalan baiknya. setelah segalanya diatur oleh Suhu, kesulitan ini dengan gampang kita atasi, Sejak itu aku menjadi bintara didalam Gilim-kun.
"Seorang bintara belum punya kesempatan untuk mendekati Wanyan Liang, tanpa terasa sepuluh tahun telah berlalu, pangkatku terus menanjak, dan kesempatan baik kuperoleh dipertempuran di Jay-ciok-ki, aku berhasil memenggal kepala Wanyan Liang dengan tanganku sendiri, dendam keluargaku terhitung dapat kubalas."
"Berkat usaha berat Unsu dan bimbingannya maka aku berhasil menuntut balas, sayang disaat aku membawa batok kepala musuh kehadapan Unsu, aku hanya bisa melihat wajahnya yang terakhir kali. Waktu itu beliau sudah sakit berat, melihat batok kepala Wanyan Liang, saking kegirangan, beliau gelak2, ditengah gelak tawanya mendadak napasnya putus dan mangkatlah jiwanya."
Hong-lay-mo-li segera menghibur: "Aku ingat tiga tahun yang lalu adalah hari ulang tahun gurumu yang ke tujuh puluh, usianya sudah lanjut, melihat murid kesayangannya berhasil menuntut dendam negara dan keluarga, kematiannya terang tidak perlu disesalkan, beliau pasti akan tersenyum dialam baka, Tapi entah siapa pengganti Pangcu yang baru?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)
ПриключенияPemuda ini bernama Khing Ciau, rumahnya berada di Siok-shia, kira-kira seratus li dari Tiong-toh (Pakkhia), setelah Siok-shia terebut dan diduduki pasukan negeri Kim, ayahnya pernah menjabat kedudukkan cukup tinggi di dalam pemerintahan. Terbayang a...