Jilid 99

343 11 0
                                    

Menurut pikiran Kongsun Ki, kalau Hong-lay-mo-li bekerja sesuai pesannya, jenazahnya dibakar, orang tentu akan menunggu sampai jazadnya menjadi abu membawa pulang abu tulang2nya. Kain berdarah yang disembunyikan didalam selubung besi itu pasti tidak akan ikut terbakar jika Hong-lay mo-li melihat dan menemukannya, pasti berusaha untuk menyelamatkan.

Tak nyana Hong-lay-mo-li tidak bekerja sesuai pesannya, menurut adat istiadat bangsa Han jenazahnya dikebumikan. Dengan pakai pedang siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li menggali liang lahat, pada suatu tempat diatas sebuah bukit, secara sederhana mereka kebumikan Kongsun Ki

Hong-lay-mo-li membuat batu nisan dengan batu cadas lalu dia mengheningkan cipta dan berdoa:

"Suheng, kau mendapatkan kebebasan dari derita nestapa, semoga tentramlah kau istirahat dialam baka. Kelak kalau ada kesempatan akan kupindah tempatmu bersemayam

dikampung halaman sendiri"

Diluar tahu Hong-lay-mo-li, bukan saja dia mengebumikan Kongsun Ki, malah diapun sekaligus memendam hasil karya dari sebuah kitab rahasia ilmu silat yang tiada taranya.

Puluhan tahun kemudian, Hong lay-mo-li baru ada kesempatan kembali bersama siang Cemg-hong dan putranya, namun pusara Kong-sun Ki sudah dikeduk orang sudah tentu buah karyanya itupun digondol oleh sipengeduk. Kelak timbullah gelombang huru hara yang berbuntut panjang dikalangan BuIim, hal ini akan kami ceritakan dalam kisah lain.

setelah mengebumikan Kongsun Ki, bergegas siau go-kian-

kun dan Hong-lay-mo-li menuju ke Kim gu-oh.Jalan gunung sejauh 100 li mereka tempuh dalam waktu tiga jam, sebelum matahari terbenam mereka sudah tiba ditempat tujuan.

Dengan mengerahkan Iwekang mengirim gelombang panjang siau- go-kian-kun memanggil dari kejauhan terdengar Pek-siu-lo mengiakan, Lekas Liu dan Hoa berlari kearah datangnya suara, mereka temukan Pek siulo berada diluar sebuah gua, Pek siu-lo tengah sibuk menjumbat mulut gua dengan sebuah batu besar.

"Mana engkoh mu?" tanya Hoa Kok- ham.

" Engkoh pergi cari unta, Cukong, silakan periksa, harta yang kami pendam disini." ditanah terdapat dua keranjang panjang tiga kaki, tebal

tujuh senti dibanding tas cangkingan umumnya kira2 sama. Waktu Pek-siu-lo membuka tutupnya, tampak sinar kemilau menyilaukan mata, hawa terasa menjadi dingin.

Dimana terdapat batu2 laut, jammd, berlian sebesar buah kenari, ada batu jade sebesar semangka. Ada pula mata kucing yang bergemerlapan serta rentengan mutiara sebesar kelengkeng. siau-go-kian kun yang banyak pengalaman toh tak bisa menyebut satu persatu dari nama2 perhiasan ini.

Pek siu-lo berkata dengan tertawa:

" koleksi kami" ini jumlahnya memang tidak sebanyak hasil kedukan kita digudang harta Limong dari Mongol, namun nilainya jauh lebih tinggi."

"Dua karung ditambah harta kedua keranjang ini: Aku jadi kuatir cara bagaimana kau akan membawanya." Pek-siu-lo tertawa sahutnya:

" Engkoh sudah pikirkan akalnya, Cukong tak usah kuatir. Em, nah itulah engkoh sudah kembali."

Tampak Hek-siu-lo mendatangi menggandeng dua ekor unta. Dipunggung unta bertumpuk puluhan kranjang bundar. siau- go-kian-kun menyambut dengan tertawa.

"Pintar juga, dengan kedua ekor unta ini kita tak usah kuatir menempuh perjalanan di gurun pasir. Tapi untuk apa pula puluhan kranjang ini?"

"inilah obat2an dan hasil bumi di daerah Mongol ini, kita menyamar jadi saudagar." ujar Hek-Pek-siu-lo,

"menurut hukum Mongol melindungi kaum saudagar harta ini kita selundupkan tercampur dengan obat2an dan hasil bumi ini, tentunya tidak akan sampai konangan."

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang