Jilid 47

479 10 0
                                    

Serasa, hampir meledak dada Bu-lim-thian-kiau mendengar pengakuan orang. makinya: "Kau sebagai seorang jenderal dari negeri Kim, namun tidak tahu malu melakukan perbuatan keji dan rendah seperti ini!"

Wanyen Tiang-ci gelak2, katanya: "Goblokmu sendiri! Yang terang aku ingin supaya kau tidak dapat bercokol diantara para pendekar dari negeri Song, tujuanku hanya untuk menolongmu juga, supaya kau tidak sekongkol dengan musuh, kau tidak berterima kasih akan usahaku. berbalik memakiku, memangnya kau tidak tahu kebaikkan."

Saking gusar Bu-lim-thian-kiau serasa tenggorokannya tersumbat, seruling diayun, dengan gencar dia menyerang.

"Tam-pwecu," jengek Wanyen Tiang-ci, "Kau hendak adu jiwa? Baik, jangan kau salahkan kalau aku tidak kasihan lagi kepadamu."

Ilmu yang dipelajari Bu-lim-thian-kiau dari Hiat-to-tong-jin dan Ci-goan-bian sudah tentu tidak selengkap dan sempurna seperti yang diyakinkan Wanyen Tiang-ci, tapi ilmu silat perguruannyapun amat luas dan digdaya, merupakan ilmu silat tingkat tinggi yang lihay sekali, maka kalau diukur dan dinilai kepandaian kedua orang, masing2 memiliki kelebihannya sendiri2, menurut teori Bu-lim-thian-kiau masih mampu menandingi Wanyen Tiangci.

Sayang sekali belum lama ini dia jatuh sakit, meski sudah sembuh tapi kesehatanya belum sembuh seratus persen, semangat tempurnya tidak segairah sebelumnya. Di bawah rangsakan Wanyen Tiang-ci laksana hujan badai, lima puluh jurus kemudian, dia sudah rasakan tenaganya semakin lemah, jelas dirinya takkan kuat melawan lebih lama.

Untunglah disaat2 Bu-lim-thian-kiau menghadapi situasi yang krisis ini, mendadak terdengarlah suara gelak tawa yang panjang kumandang ditengah angkasa, begitu keras dan kuat gelak tawa ini sampai daon2 pohon rontok berhambur, burung2 terkejut beterbangan. Ternyata Siau-go-kan-kun mendadak datang, di-belakangnya mengejar datang pula Thipit-su-seng Bun Yat-hoan.

Ternyata kebetulan mereka lewat dari bawah gunung, mendengar suara pertempuran sengit diatas sini, lekas mereka belok kearah sini untuk melihat apa yang terjadi, Meski jarak masih cukup jauh, tapi perdebatan Bu-lim-thian-kiau dan Wanyen Tiang-ci barusan sudah didengarnya dengan jelas.

Siau-go-kan-kun membentak: "Jadi kau keparat inilah pembunuh Ko-gwat Sian-su!"

"Kalau benar mau apa?" jengek Wanyen Tiang-ci sambil menggentak tongkat bambu.

Dimana kipas lempit Siau-go-kan-kun menuding dia incar Hiat-to penting lawan sambil membentak pula: "Kubunuh kau!"

Wanyen Tiang-ci putar bambunya satu lingkaran, terpaksa dia lontarkan permainan Keng-sin-ci-hoat, ilmu tutuk tingkat tinggi, kini dengan bambu dia menggantikan jari, sudah tentu perbawanya jauh lebih hebat dari pada serangan dengan jari, ilmu tutuk Siau-go-kan-kun setingkat lebih rendah, Terdengar "cret" baju Siau-go-kah-kun tahu2 tertutuk berlobang.

Wanyen Tiang-ci gelak2, ujarnya: "Kau hendak bunuh aku, paling sedikit kau harus belajar sepuluh tahun lagi!" belum lenyap kata2nya, Siau-go-kan-kun sudah gunakan Ih-singhoan-wi, kipas lempitnya laksana golok, tahu2 meluncur maju mengiris pergelangan tangannya. terus menabas miring pula secepat kilat

Ternyata dalam bidang ilmu tutuk memang kepandaian Siau-kan-kun setingkat lebih rendah, tapi latihan Lwekangnya justru lebih kuat dari Wanyen Tiang-ci, tutukan bambu Wanyen Tiang-ci paling hanya membuat bajunya lobang, namun tidak berhasil menu-tuknya roboh, setelah menutup Hiat-to dan mengerahkan hawa murni, secara kekerasan dia sambut bambu Wanyen Tiang-ci, meski ujung tongkat mengenai badannya, hanya terasa kesemutan saja, sedikitpun tidak mempengaruhi gerak geriknya.

Kipas Siau-go-kan-kun bisa digunakan sebagai potlot tapi juga digunakan sebagai Ngo-hing-kiam, jurus yang dilancarkan ini Hing-huh-toan-hong menabas ke urat nadi di pergelangan tangan orang, yang digunakan adalah jurus2 dari Ngo-hing-kiam.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang