Jilid 11

762 14 0
                                    

Sekejap saja Tam To-ceng sudah menyerang dua puluhan jurus, Sekonyong2 pedang Hong-lay-mo-li melengket dan memelintir terus dituntun keluar, sebat sekali merangsak balik pula ketengah, Tam To-ceng mengayun balik pedang, terasa angin keras menerpa, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah mengubah permainan menggeser kedudukan, ujung pedangnya menukik turun mengincar Hiat-to di tulang iga kirinya, begitu Tam Toceng memantek dengan pedang, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah berada disebelah kanannya, ujung pedang kembali mengincar tulang iga kanan.

Beruntun Tam To-ceng sudah gunakan beberapa permainan pedang dan gerakan tubuh, selalu tak berhasil meloloskan diri dari libatan sinar pedang lawan, Hong-lay-moli selalu setindak lebih cepat mendahuluinya, yang dincarpun selalu Hiat-to yang mematikan.

Hong-lay-mo-li bermaksud membekuknya hidup2, kalau tidak mana dia mampu bertahan sampai tiga puluhan jurus melawannya? Tatkala itu Tam To-ceng boleh dikata sudah bisa ditundukkan asal sedikit menyurung ujung pedangnya, jiwa Tam To-ceng tentu melayang seketika. Dengan bandel Tam To-ceng malah membentak: "Mau bunuh atau sembelih, silakan saja, apa sih maksudmu?"

"Tam-ciangkun," ujar Hong lay-mo-li tertawa, "Kau sudah menyerah? Kulihat kau memang laki2 sejati, aku tidak ingin membunuhmu. sebetulnya siapakah Bu-lim-thian-kiau itu? Tuturkan asal usulnya, nanti kulepas kau pulang!"

Tam To-ceng gusar serunya: "Seorang laki2 sejati matipun tak sudi dihina, mana aku sudi minta ampun di bawah ancaman pedangmu? Gampang kau bunuh aku, sulit kau bisa mendengar setengah patah omonganku." 

Tiba2 pedang ia balikan lantas hendak menusuk pusar sendiri, lekas kebutan Hong-lay-mo-li menggulung, ia rebut pedang panjang orang, tapi ujung pedang sudah melukai kulit perutnya, darah segar memancur deras.

Melihat orang berwatak begitu keras dan kukuh, timbul rasa hormatnya, sengaja ia beri kesempatan orang lari, pelan2 ia putar badan tanpa hiraukan dia, dengan kebutannya ia buka tutukan Hiat-to Busu itu, dengan ujung pedang ia mengancam: "Kau belum pernah melihat Bu-lim-thian-kiau, tentu pernah mendengar banyak persoalannya, asal kau tuturkan apa yang kau ketahui, kuampuni jiwamu."

Karena ada harapan hidup, Busu itu ragu2, katanya dengan ter-gagap: "Aku, kukatakan..." baru dua patah kata, tiba2 terdengar suara mendesir menyamber datang, dengan kebutannya Hong-lay-mo-li mengebas jatuh satu batang panah pendek, tapi sebatang yang lain meluncur dari arah yang berlainan keleher si Busu, Hong-lay-mo-li tak sempat memukul-nya jatuh, seketika Busu itu menjerit mengenaskan dan roboh binasa, panah itu menembus kedalam tenggorokannya.

"Kurangajar, sengaja kuberi kelonggaran kepada mu, malah kau merusak usahaku! Kau kira aku tidak berani membunuhmu?" damprat Hong-lay-mo-li menghampiri bagaikan api lilin yang terhembus angin bergoyang gontai badan Tam To-ceng terhuyung2, serunya sambung menyambung:

"Kerajaan besar Kim tak bisa antap manusia tak punya tulang seperti itu hidup, ingin aku supaya kau tahu kerajaan besar Kim juga punya laki2 gagah." tiba2 sekumur darah menyembur keras dari mulutnya, berbareng badannya roboh terjengkang kiranya setelah menyambitkan anak panah-nya, ia sendiri bikin urat nadi dalam tubuhnya bergetar pecah dan binasa.

Setelah kekerasan berlalu, bau darah yang amis-pun terhembus angin lalu, suasana gunung belukar ini kembali sunyi senyap, ketinggalan dua sosok mayat yang menggeletak diatas tanah, Betapapun Hong-lay-mo-li tetap gagal untuk mengetahui asal usul Bu-lim-thian-kiau yang sebenarnya.

Peristiwa sudah berselang satu bulan, kini mendengar Tangwan Bong mengisahkan pengalaman kejadian ditempat yang sama dalam waktu yang bersamaan pula, maka dalam hati ia membatin: "Kiranya satu hari dia datang lebih dulu dari aku di Thay-san, entah pernahkah dia bertemu dengan Bu-limthian-kiau? Dia menyingkir ter-gesa2, kecuali hendak melindungi keselamatan Tang-hay-liong, apakah lantaran Bulim-thian-kiau juga?"

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang