Jilid 4

1.4K 21 0
                                    

"Waktu itu dia agaknya ter-gesa2, tidak sempat memberi keterangan kepadaku. Kenapa dia membujuk aku supaya cepat pergi? Kenapa pula menyamar sebagai begal hendak merampok aku? Liu-cici, dapatkah kau memjelaskan semua pertanyaanku ini?"

"ltu karena ada orang menyaru dirimu membakar habis Thian-ling-si menjadi puing yang rata dengan bumi, para Hwesio penghuninya dibunuh semua. Setelah pelayanku itu memaksa kau menggunakan Toh-kut-ting baru tahu bahwa kau bukan pembunuh sebenarnya."

Kejadian ini Khing Ciau sudah pernah dengar dari perdebatan Hong-lay-mo-li melawan Lian Ceng-poh dan menyuruh pelayannya itu menjadi saksi. Masih segar dalam ingatan Khing Ciau, malam itu tanggal lima belas, rembulan sedang bundar memancarkan cahayanya yang sejuk dan terang benderang menerangi alam sejagad.

Waktu itu dirinya masih bergaul intim dengan Lian Cengpoh yang belakangan baru dia ketahui adalah kepala dari gabungan berbagai golongan perampok, karena beberapa anak buahnya dihina dan dilukai oleh Hong-lay-mo-li terpaksa mereka berombongan meluruk ke Thian-ling-si sesuai tantangan Hong-lay-mo-li.

Karena bulan purnama keadaan di sekitar Thian-ling-si yang sudah jadi puing2 itu terang benderang. Tepat pada tengah malam, tiba2 terdengar suitan panjang melengking mengalun tinggi menembus angkasa, semula kedengaran masih jauh, sekejap saja sudah berada di dalam hutan.

Tampak sebarisan gadis remaja, empat orang terdepan masing2 memegang kebutan bergagang batu pualam, empat orang di belakang membawa sebuah lampion merah, delapan orang terbagi dua baris mengiringi seorang gadis cantik laksana bidadari yang turun dari Kahyangan, pelan2 mereka beranjak keluar dari hutan.

Lian Ceng-poh sebenarnya terhitung gadis cantik rupawan yang menggiurkan, tapi dibanding dengan gadis yang baru datang ini, terang sekali jauh perbedaannya, laksana bintang dengan rembulan, Khing Ciau tahu bahwa gadis ini tentulah Hong-lay-mo-li yang telengas dan gapah tangan itu, tapi menghadapi keagungan dan kecantikannya yang rupawan, diam2 hatinyapun terpesona, diam2 ia memuji dalam hati: "Gadis cantik laksana bidadari!"

Gadis itu tertawa cekikan merdu sapanya: "Giok-bin-yauhou, terhitung besar nyalimu, datang tepat sebelum waktunya. Kawanan anjing rombongan rase anak buahmu sudah datang seluruhnya belum?"

Kalau anak buah Lian Ceng-poh tidak berani bercuit, sebaliknya Khing Ciau merasa uring2an, batinnya: "Lian-ciciku seperti kau pula sebagai pentolan perampok, namun perampok yang berjiwa luhur dan berbudi kepada sesamanya. Kau berani memakinya sebagai Giok-bin yau-hou (siluman rase bermuka kemala)!"

Tiba2 didengarnya seseorang membentak keras: "Keparat, kau perempuan siluman ini berani maki orang, rasakan cambukku!" seorang laki2 kekar berpakaian kuning tahu2 menerjang keluar sembari ayun seutas cambuk panjang satu tombak lebih, cambuknya melingkar-lingkar di tengah udara mengeluarkan deru angin keras menyambar ke arah Hong-laymo-li Liu Jing-yau.

"Kembali!" teriak Lian Ceng-poh dengan mengerut kening. 

Tapi belum lagi mulutnya tertutup seorang dayang dalam barisan Liu Jing-yau sudah menghardik, "Perampok anjing, cari mampus kau!" 

Dasar laki2 itu memang orang berangasan, ia menerjang dengan bernafsu lagi, mana kuasa menghentikan aksinya. 

"Sret!" Cambuknya dengan telak melecut di atas badan dayang Hong-lay-mo-li itu.

Tiba2 terdengar suara gedebukan, seseorang tersengkelit jungkir-balik, waktu semua orang melihat tegas, kiranya laki2 itu sudah terjungkal roboh, cambuknya terbang ke tengah udara.

Keruan tersirap darah Khing Ciau, ia tahu dalam ilmu silat ada semacam ilmu yang dinamakan Can-ih-cap-pwe-thiat, dulu ayahnya pernah mengajarkan ilmu ini, lantaran Lwekang sendiri belum memadai, sehingga belum mampu ia menggunakan ilmu ini.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang