Sampai Mushola perasaanku masih tidak tenang, entah kenapa sejak aku melihat Isti dan Roso bicara sambil berbisik, hatiku berdebar dan tidak tenang. Apalagi ketika aku ingat, Ibu sangat ketakutan ketika bertemu Roso. Saat itu anak-anak yang datang hanya sedikit, aku meminta pada Guru Ngaji untuk menjadi orang pertama yang ngaji, supaya bisa cepat pulang. Selesai ngaji aku keluar dari Mushola dan berlari sangat kencang untuk memberi tahu Ibu kalau aku melihat Isti dan Roso bicara. Sampai depan rumah aku tidak bisa membuka pintu karena terkunci dari dalam, aku lewat pintu belakang juga terkunci, benakku berpikir mungkin Ibu sedang tidur, aku mencoba akan mengetuk jendela, tapi tanganku tak dapat aku gerakan ketika aku mendengar erangan dan tangisan dari dalam kamar Ibu."Apakah Ayah sudah pulang?, kenapa Ibu menangis?" dalam hatiku bicara.
Aku mencoba merobek paksa bilik dari luar jendela karena keinginan tahuku kenapa Ibu menangis. Aku mengintip dari luar jendela, mataku terbelalak karena melihat Roso sedang menindih Ibuku yang tidak memakai baju sehelai benangpun. Aku melihat Ibu terisak menangis dan mulutnya dibungkam dengan tangan Roso yang kekar. Kakiku bergetar, jantungku berdegup kencang, mataku melotot, ingin sekali menolong Ibu tapi mulutku seperti terkunci dan tidak bisa berkata apa-apa. Roso mulai bangun dan mengenakan celananya dan buru-buru keluar dari kamar. Setelah aku melihat kepergian Roso keluar dari rumah, aku berlari masuk ke dalam rumah dan memeluk Ibuku yang sedang menangis.
"Ibu... ", tangisanku pecah dipelukan Ibu.
Ibuku menangis semakin kencang dan membuatku ikut menangis. Ibuku mulai melepaskan aku dan mengenakan pakaiannya.
"Ibu... , pria itu jahat ya Bu, sudah menindih Ibu?" ucapku sambil sesenggukan masih menangis.
"Kamu..., kamu melihatnya?" jawab Ibuku terkejut.
"Iya Bu, tadi aku melihat Ibu dari luar jendela", jawabku polos.
Ibu langsung memelukku dan menangis, aku tidak kuasa mendengar tangisan Ibuku, aku tidak pernah mendengar Ibuku menangis, dan hari itu menjadi tangisan Ibuku yang pertama kali aku dengar.
"Jangan bilang pada Ayah ya Nak?" pinta Ibu sambil memegang pipiku.
Aku hanya mengangguk memenuhi permintaan Ibuku.
"Ibu tidak mau terjadi apa-apa denganmu Nak, dia mengancam akan mencelakaimu, jika Ibu mengadu pada Ayahmu", ucap Ibu sambil menangis.
"Bu, saat aku hendak ke Mushola, aku melihat Isti dan Roso bicara berbisik Bu", ujarku
"Isti?, rupanya dia tidak puas sebelum menghancurkan Ibu," lirih suara Ibu sambil terisak.
Sejak saat itu aku selalu melihat Ibu menangis, matanya bengkak dan tak kuasa menahan penderitaannya. Ayah masih lama pulang, aku ingin sekali menceritakan pada Ayah tentang kebejatan Roso, tapi aku takut Ayah marah pada Roso dan Ibu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Mystery / ThrillerDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...