BAB 49 Ternyata Ayahku

3.7K 242 1
                                    


          Jantungku mulai berdebar, Ayahku dulu menjual kain, saat aku berdiri di depan lapaknya Bapak itu menawarkan barangnya.

"Kainnya Neng, ayo lihat dulu," kata penjual itu.

          Tubuhku bergetar hebat, saat mendengar suaranya, jantungku seperti berhenti berdetak, aku memandangi wajahnya yang semakin tua, aku yakin sekali dia Ayahku. Aku tidak menyadari Ayahku juga memandangku tidak berkedip, Ayahku seperti terpaku dan mengenaliku, sampai ada wanita datang bersama anaknya, dia memarahi Ayahku.

"Kang! jualan ya jualan! matanya jangan terus menatap dia!!" bentak wanita itu.

"Tidak, Neng ini sedang memilih kain," jawab Ayahku.

"Sudah! saya saja yang layani, jaga saja anak kita!" ucap wanita itu.

          Darahku berdesir mendengar anak kita, ternyata wanita itu istri Ayah. Aku mengurungkan diri untuk memanggil Ayah. Tapi mata Ayah terus memandangku seperti ingin mengatakan sesuatu, sampai akhirnya Nyai dan Abah mendekatiku.

"Nul, kamu mau beli kain?" tanya Nyai.

"Ambil yang kamu suka Nul," ucap Abah merangkulku.

"Aku suka semuanya Abah," jawabku tanpa pikir panjang.

"Suka semua? boleh, Abah belikan semuanya ya," jawab Abah.

          Tiba-tiba Ayahku menyapa Nyai.

"Mbah? masih kenal aku?" tanya Ayah.

"Ka... ka... mu..., " jawab Nyai gugup sambil melirikku.

"Mbah dulu yang memandikan jasad istriku bukan?" tanya Ayahku.

"Iiiiiyaaa, kamu masih ingat rupanya, ini... Menul...," jawab Nyai berhenti sambil memandangku.

"Saya Menul anak Nyai," jawabku sambil menggengam tangan Nyai.

"Oh, ini anak Mbah, wajahnya mirip dengan almarhum istriku, wajahnya seperti pinang dibelah dua," ucap Ayahku sedih.

"Pantesan dari tadi matamu memandang dia terus! tapi dia bukan istrimu yang sudah wafat Kang! aku istrimu!" ucap istri Ayah ikut bicara.

          Aku dan Nyai saling berpandangan, mataku rasanya panas ingin menangis. Aku buru-buru mengajak Nyai pulang.

"Nyai kita pulang sekarang!" ajakku sambil menarik tangan Nyai.

          Abah, Aki dan Nyai heran melihat perubahan sikapku, aku lebih memilih diam. Aku menahan air mataku. Tapi tidak tahan akhirnya aku menangis sepanjang jalan.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang