Bab 81 Ujang menjemput Menul

3.4K 224 3
                                    


          Aku masih duduk santai dan cuek, Ayah berpikir keras terus menguji dan aku berhasil menjawab dengan mulus. Yai menguji kembali.

"Baiklah Ambar, ini yang terakhir, kamu tahu Surah Muhammad, surah ke berapa dalam Al Qur'an, dan tergolong surah apa? coba kamu jawab, dan lantunkan Ayat 2 dan 7, silahkan." ucap Yai.

          Sebenarnya aku sudah malas menjawab, aku sudah sangat lelah sekali, tega sekali mereka mengujiku begini. Kadang orang berilmu, membuat seseorang jadi sulit. Aku langsung menjawab dengan lantang.

"Surah Muhammad adalah surah ke 47 dalam Al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Madaniyah yang terdiri dari 38 ayat. Nama Muhammad sebagai nama surah ini diambil dari perkataan Muhammad yang terdapat pada ayat 2 surah ini.

Pada ayat 1, 2 dan 3 surah ini, Allah membandingkan antara hasil yang diperoleh oleh orang-orang yang percaya kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan hasil yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak percaya kepadanya. Orang-orang yang percaya kepada apa yang dibawa oleh Muhammad merekalah orang-orang yang beriman dan mengikuti yang hak, diterima Allah semua amalnya, diampuni segala kesalahannya. Adapun orang-orang yang tidak percaya kepada Muhammad adalah orang-orang yang mengikuti kebatilan, amalnya tidak diterima, dosa mereka tidak diampuni, kepada mereka dijanjikan azab di dunia dan di akhirat. Surah ini dinamakan juga dengan Al-Qital yang berarti Peperangan, karena sebagian besar surah ini mengutarakan tentang peperangan dan pokok-pokok hukumnya, serta bagaimana seharusnya sikap orang-orang mukmin terhadap orang-orang kafir.

"Wal ladziina aamanuu wa' amilush shaalihaati wa aamanuu bi maa nuzzila 'alaa muhammadiw wa huwal haqqu mir rabbihim kaffara 'anhum sayyi-aatihim wa ashlaha baalahum"

Artinya:

"Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal shaleh, dan beriman (pula), kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad (Al-Qur'an), dan itulah yang hak dari Rabb-mereka, Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka." (QS.47:2)

"Yaa ayyuhal ladziina aamanuu in tanshurullaaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum"

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS.47:7)."

          Selesai menjawab aku bersandar, aku melihat Ayah dan Yai sangat heran dengan kemampuanku bisa menjawab pertanyaan.

"Ayah dan Yai harus menepati janji, kalau tidak menepati janji, artinya tergolong orang munafik," ucapku santai.

"Ambar, bisakah kamu lebih sopan bicaranya?" tanya Ayah.

"Ayah, aku tidak sopan bagaimana? aku hanya bicara seperti itu di bilang tidak sopan? kenapa Ayah jadi mudah tersinggung?" jawabku heran.

"Apa Nyai mengajarimu begini? bicara dengan orangtua begini?" tanya Ayah.

"Nyai lagi, Nyai lagi, apa sih salah Nyai? mungkin Nyai bukan Ustadzah, tapi dia mengajariku tidak dalam tekanan dan pamrih," jawabku lugas.

"Tidak pamrih? apa kamu menuduh Ayah pamrih?" tanya Ayah semakin heran.

"Tanyalah pada diri Ayah, bukankah Ayah barusan mengujiku? Ayah mau mendidikku atau mengujiku? Ayah berharap aku gagal menjawab, dan aku harus menuruti Ayah? kalau Ayah seperti ini, aku justru takut hidup bersama Ayah," jawabku sangat kesal.

"Ambar, kenapa kamu jadi seperti ini?" tanya Ayah sedih.

"Seperti ini bagaimana Ayah?" jawabku heran.

"Kenapa kamu tidak mau tinggal bersama Ayah?" tanya Ayah.

"Maaf Ayah, biarkan aku memilih sendiri dengan siapa aku tinggal, Ayah juga ada kehidupan baru dengan Ibu dan anak Ayah bukan? belum tentu juga Ibu tiri menyukaiku, nanti seperti Isti lagi!" jawabku marah.

"Ambar! jangan bandingkan Isti dengan istri Ayah yang sekarang," bentak Ayah.

"Ayah membentakku? maaf Ayah, bagiku Ibu yang terbaik adalah Ibu Ami, jadi jangan paksa aku menerima Ibu tiri yang jelas tidak menyukaiku," jawabku tegas.

"Maaf Ambar, bukan Ayah membentakmu, jangan buruk sangka pada Ibu tirimu, kamu belum mengenalnya, jadi jangan berpikir yang tidak baik," ucap Ayah melunak.

"Iya benar Ayah, jangan buruk sangka, benar sekali Ayah, dan Ayahpun tidak boleh buruk sangka pada Nyai, karena Ayah belum mengenalnya," ucapku menyindir Ayah.

"Ya sudah Ambar, Yai harap, Ambar bisa menerima keluarga barumu ya?" ucap Yai ikut bicara.

"Iya Yai, tapi malam ini aku akan pulang," jawabku.

"Pulang? Kenapa pulang?" tanya Ayah.

"Ayah, ingat janji Ayah? jangan ingkari," jawabku lugas.

"Sudah Kang, jangan paksa dia, Ambar sudah dewasa, biarkan pada pilihannya sendiri," ucap Ibu tiri.

"Nah itu Ayah, Ibu benar, aku sudah dewasa, dan Ibu akan senang jika aku pulang Ayah," ucapku menyindiri Ibu tiri.

          Ayah menatap Ibu tiriku, dan Ibu tiriku terlihat gugup, Yai berlalu meninggalkan kami. Rasanya saat itu juga aku ingin pulang, tapi aku takut Ujang datang. Aku masuk kamar dan terus memperhatikan suara pintu yang akan di ketuk. Aku yakin Ujang akan datang, tadinya aku pikir Ujang harus menjemputku dan aku akan kabur bersamanya, tapi aku urungkan karena aku menang sudah menjawab pertanyaan. Rasanya waktu begitu lama, dan akhirnya Ujang datang dan berani mengetuk pintu. Muka Ayah sangat terlihat tidak suka ketika aku menyambut Ujang dengan baik.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang