BAB 21 Puluhan ular kobra di dalam rumahku

4.8K 272 2
                                    


          Aku melangkah sampai depan pintu rumahku, tak terasa air mataku mengalir deras. Tujuh tahun aku di besarkan di rumah ini dengan penuh kasih sayang, semua hancur gara-gara Roso dan Isti. Nyai Jenah menggenggam tanganku, aku mulai membuka tali yang mengikat pintu. Suara desis ular terdengar membuatku terkejut.

"Tenang Menul, ular-ular itu tidak akan bisa membuatmu mati seperti Ibumu. Nyai sudah memberimu penawar racun ular," ucap Nyai Jenah menenangkan aku.

          Begitu membuka pintu, ular kobra besar menghadangku dan langsung mematuk kakiku. Emosiku langsung memuncak dan tanpa rasa takut aku menangkap ular itu dan aku banting berulang-ulang ke tanah.

"Kamu yang sudah membunuh Ibuku!! matilah kau!!" teriakku.

"Nul, jangan kau bunuh semua ular di sini, ular-ular ini akan kembali pada pemiliknya. Lebih baik kita kumpulkan semua ular-ular ini ke dalam karung Nul!" ucap Nyai menghentikan aku.

"Ya benar Nyai, supaya Isti tahu bagaimana rasanya mati digigit ular!" gerutuku marah.

"Tapi terlalu enak kalau membuatnya cepat mati Nul, Nyai akan membuatnya gila dan mempermalukan dirinya sendiri, seperti dia mempermalukan Ibumu," ucap Nyai.

"Caranya Nyai?" tanyaku penasaran.

"Kamu masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya, ini urusan Nyai," jawab Nyai santai.

"Baiklah Nyai, terserah Nyai saja," jawabku.

          Aku ke dapur dan mengambil karung, aku dan Nyai menangkap ular berbisa dan memasukkannya ke karung. Kejam sekali Isti menaruh ular begitu banyak dan sampai bersarang di rumahku.

"Nul, jangan semua kita tangkap ularnya, biar rumah ini tidak ada yang mau menempati Nul", ucap Nyai.

"Iya Nyai," jawabku.

"Kita tunggu sampai malam, dan kita ke rumah Isti untuk memberi kejutan," ujar Nyai tersenyum.

          Aku masuk kamar Ibuku, hatiku teriris mengingat Ibu terbaring di kasur dan dipatuk ular. Malam itu tepat malam jumat, entah kenapa tiba-tiba aroma bau wangi lewat di hidungku.

"Ibu? apakah Ibu ada di sini?" lirihku mulai menangis.

"Ada apa Nul?" tanya Nyai.

"Aku mencium bau harum Nyai, aku merasakan kehadiran Ibu," jawabku.

"Nyai merasakan hal yang sama Nul, ada hawa yang aneh, tapi Nyai tidak bisa melihatnya," ucap Nyai heran.

          Aku membuka lemari Ayah, pakaian Ayah masih tersimpan rapih, pakaian Ibu masih ada yang tersisa. Aku mengumpulkan pakaian Ibu dan kerudung di atas sprei dan aku ikat untuk aku bawa pulang. Aku menuju meja dan kursi di kamar, tempat Ayah biasa membaca buku dan Al Qur'an. Semua buku akan aku bawa untuk aku pelajari dan aku baca untuk obat, ketika aku kangen pada Ayah.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang