BAB 55 Bertemu Ujang

3.6K 252 20
                                    


          Baru kali ini ada pembeli menutup wajahnya, aku memandangnya dan dia menunduk malu.

"Mau beli apa Kang?" tanyaku.

"Beli kopi panas!" jawabnya singkat.

"Mau di minum di sini atau dibawa pulang Kang?" tanyaku.

"Minum di sini!" jawabnya ketus.

          Aku mulai membuat kopi panas, aku menyiapkan kopi panas di meja depan warung.

"Silahkan Kang... " ucapku.

"Temani aku minum kopi," jawab pria itu.

"Maaf Kang, aku mau membereskan warung, sebentar lagi tutup," jawabku sopan.

"Pembeli adalah raja, masa tidak mau menemani!" ucap pria itu.

"Iya betul Kang, pembeli adalah raja, tapi aku menjual barang dagangan Kang, bukan untuk menemani pembeli minum kopi!" jawabku ketus.

"Galaknya tidak pernah hilang ya?!" ucap pria itu.

          Aku biarkan dia bicara sendiri, aku sudah gemas di buatnya. Pria itu tiba-tiba berdiri di depan warung dan memandangku.

"Sudah punya pacar belum Neng?" tanya pria itu.

"Sudah!" jawabku ketus.

"Orang mana?" tanya pria itu kembali.

"Orang sini!" jawabku bohong.

"Boleh tahu namanya?" tanya pria itu membuatku semakin gemas.

"Ujang!" jawabku bohong karena hanya nama Ujang yang aku ingat.

"Benarkah? dimana dia sekarang?" tanya pria itu.

"Dia sedang menempuh pendidikan di luar kota, maaf sudah malam warung mau tutup!" jawabku ketus.

"Kalau Ujangmu pulang, apa yang akan kamu lakukan?" tanya pria itu aneh.

"Bukan urusanmu!" jawabku marah.

"Kalau dia melamarmu apa kamu akan terima dia?" tanya pria itu.

"Ya jelas aku terima! masa iya tidak diterima!" jawabku memanasi pria itu.

"Akhirnya tidak sia-sia penantianku, cintaku terbalas juga," jawab pria itu.

"Maksudmu?" tanyaku heran.

"Assalamu'alaikum Nul, apa khabar?" sapa pria itu sambil membuka sarung yang menutup wajahnya.

"Kamu?!" teriakku.

"Ya aku Nul... " jawab Ujang.

"Wa'alaikum salam!" jawabku ketus.

        B Aku terkejut dan dibuat malu oleh candaan Ujang, ternyata dia adalah Ujang. Perasaan marah dan jantung berdebar jadi satu. Apalagi Ujang terus memandangiku dan tersenyum.

"Tidak pernah bosan ya menggangguku?!" bentakku sambil cemberut dan menahan grogi.

"Aku rindu Nul," jawab Ujang polos.

"Sudah malam! warung mau tutup!" ucapku sambil menutup warung.

"Boleh bicara sebentar?" tanya Ujang.

"Tidak! aku capek, sudah malam! sana pulang!" bentakku.

"Baiklah, tapi besok kita bisa ketemu kan?" tanya Ujang.

"Aku tidak janji, aku sibuk!" jawabku meninggalkan Ujang masuk rumah.

          Aku buru-buru ke kamar dan menutup pintu, jantungku masih berdebar-debar, seperti mimpi aku bisa bertemu Ujang lagi. Wajahnya tidak berubah, bahkan semakin tampan dan gagah. Aku rebahkan tubuhku, rasanya tidak tenang dan mata tidak mau terpejam. Kenapa saat bertemu, aku tidak bisa mengontrol diriku dan terus marah. Rasanya ingin sekali cepat pagi dan bertemu dengan Ujang.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang