Sudah sebulan lebih aku tidak melihat Ujang, berganti bulan terus berganti Ujang memenuhi janjinya tidak menemuiku. Aku merasa Ujang benar-benar sudah melupakan aku. Jika dia cinta seharusnya Ujang gigih mempertahankan cinta kita. Aku mulai sedikit tenang dan bisa mengobati luka hatiku. Siang itu Pak Kades dan anak gadisnya bernama Eis datang ke rumahku."Assalamu'alaikum," ucap Pak Kades.
"Wa'alaikum salam, silahkan masuk Pak," jawabku.
"Terimakasih Nul," jawab Pak Kades.
"Ada apa ya Pak? tumben datang kemari?" tanyaku penasaran.
"Setelah lulus SMA, kamu kemana saja Nul?" tanya Pak Kades basa basi.
"Di rumah saja Pak, membantu Nyai menjaga warung," jawabku.
"Nul, kampung kita ini akan kedatangan Habib dan orang Asing, mereka akan membangun Pesantren dan Sekolah kursus di sini, Bapak harap kamu bisa membantu Eis untuk menerima tamu yah?" ucap Pak Kades.
"Membantu? boleh Pak, saya harus bantu apa ya Pak?" jawabku semangat.
"Kamu itu kan jago Bahasa Arab dan Bahasa Inggrisnya, siapa tahu kita bisa terjemahkan ucapan mereka, jadi kamu bisa jadi penterjamahnya ya Nul," ucap Pak Kades.
"Baiklah Pak, saya bersedia," jawabku penuh semangat.
"Ya sudah Bapak pulang dulu, masih ada kerjaan, nanti Eis akan temani Menul beli baju untuk acara nanti ya Nul, supaya pakaiannya bisa kembar untuk Panitia," ucap Pak Kades.
"Iya Nul, nanti ada beberapa panitia, kamu termasuk panitia itu, cuma kamu yang belum ada bajunya, karena aku tidak tahu ukurannya," ucap Eis ikut bicara.
"Iya Teh Eis," jawabku.
Nyai mendengar aku di ajak Pak Kades sebagai penterjemah dan panitia, sangat gembira. Aku bahagia punya teman baru yang bisa menghargai aku dan tidak menghinaku. Siang itu juga Eis mengajakku ke Toko baju.
"Ayo Nul, sekarang kita berangkat," ajak Eis.
Sepanjang jalan Eis tidak henti-henti memujiku, aku sendiri tidak pernah menyadari kelebihanku sendiri.
"Nul, aku yang kuliah saja, tidak jago Bahasa Asing, tapi kamu hebat Nul, Ayahku sering cerita dan memujimu Nul," cerita Eis.
"Ah Teh Eis bisa saja memuji, biasa saja kok Teh," jawabku malu.
"Jangan panggil aku Teteh ya, usia kita gag beda jauh, panggil Eis saja," ucap Eis.
"Iya Eis," jawabku.
"Sudah punya pacar Nul?" tanya Eis.
"Belum Is," jawabku singkat.
"Belum punya pacar? tapi yang naksir kamu pasti banyak kan?" tanya Eis.
"Tidak juga kok Is, paling Ujang yang naksir," jawabku keceplosan.
"Ujang? yang dulu sering membelamu itu ya?" tanya Eis lagi.
"Kok Eis tahu?" jawabku heran.
"Aku kan ada di sana bersama Ibuku, waktu kamu di Sidang di Balai Desa, dan Ayahku juga sering cerita kok tentang Ujang dan kamu, gimana khabar Ujang?" tanya Eis.
"Iya Ujang memang baik, tapi sejak Ibunya sering menghinaku, dan aku meminta Ujang untuk tidak menemuiku lagi, sekarang entah bagaimana khabarnya, aku tidak pernah bertemu lagi," jawabku sedih.
"Sabar ya Nul, kamu itu cantik Nul, kalau kamu ada di Kampusku, pasti kamu jadi rebutan para pria Nul," ucap Eis memuji.
"Ach Eis terlalu memuji, aku biasa saja kok," jawabku malu.
"Aku serius Nul," ucap Eis.
Sampai di depan Toko, kami masuk dan memilih baju. Kemeja putih dan jas hitam, juga rok span pendek warna hitam. Aku terkejut ketika Eis menyuruhku mencoba memakainya. Aku tidak pernah memakai rok pendek, tapi apa hendak di kata, seragamnya harus sama. Aku ganti baju di ruangan kecil, dan aku terkejut sendiri melihat diriku yang berbeda di depan cermin, seperti pekerja Kantoran.
"Nul kamu cantik sekali, kakimu bagus, mulus, bersih, pas di badan Nul, tinggal cari sepatunya yah," ucap Eci.
Selesai membeli baju, kami ke Toko sepatu, aku mampir ke Toko buku membeli kamus Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Aku ingin belajar lebih dalam lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Misteri / ThrillerDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...