Bab 73 Menul dihina Ibunya Ujang

3.4K 231 9
                                    


          Aku turun dengan hati senang dan bahagia, Ayahku ternyata melihatku naik ke atas panggung. Panitia membagikan kotak makanan, aku ingat Nyai dan Aki, mereka pasti tidak membawa bekal, aku pamit pada Eis untuk menemui Nyai. Aku berjalan melewati kerumunan, banyak sekali yang menyapaku dan meminta kenalan, aku cuek dan terus berjalan mencari Nyai, tapi aku kurang beruntung, aku bertemu Ibunya Ujang dan Ujang. Ibunya Ujang langsung menggerutu.

"Ach mau pintar seperti apapun, anaknya dukun tetap saja anak dukun, tidak akan jadi orang terhormat," sindir Ibunya Ujang.

"Ibu, jangan memulai lagi, aku sudah berusaha menjauhi Menul, bukankah Ibu sudah berjanji untuk tidak menghina Menul jika aku menjauhinya?" ucap Ujang membelaku.

"Tapi Ibu gerah melihat dia Jang," jawab Ibunya Ujang.

"Gerah? orang yang merasa panas ketemu manusia biasanya dia di rasuki setan," ucapku kesal pada Ibunya Ujang.

"Heh kamu itu yang setan! karena kamu anak dukun!" bentak Ibunya Ujang.

"Yang saya tahu, dan mungkin Ujang lebih paham Agama, orang yang gemar menghina orang, dia lebih hina dari orang itu!" jawabku makin ketus.

"Kurang ajar kamu!" bentak Ibunya Ujang ingin menarik rambutku.

"Cukup Bu, Ibu yang salah!" ucap Ujang memisahkan.

"Jaga Ibumu baik-baik A! orang yang dia rendahkan, bisa jadi lebih tinggi derajatnya daripada dia!" ucapku membentak Ujang.

          Tatapan Ujang begitu sedih, ternyata Ujang menjauhiku karena perjanjian dengan Ibunya agar tidak menghinaku, aku sudah tidak tahan membalas perkataan Ibunya Ujang, semua orang memandangku saat Ibunya Ujang memarahiku. Aku berlalu mencari Nyai, dan memberikan makanan untuk Nyai.

"Nyai ini makanan buat Nyai dan Aki," sapaku pada Nyai.

"Nul, aku lihat dari jauh Ibunya Ujang marah ya?" tanya Nyai.

"Iya Nyai, dia terus menghinaku anak dukun, Ujang membelaku, tapi dia tetap marah," jawabku sedih.

"Tenang Nul, akan aku balas dia Nul," ucap Nyai.

"Tidak perlu Nyai, sudahlah biarkan saja, aku kembali ke panggung dulu ya Nyai," ucapku pamit.

          Aku buru-buru kembali di belakang panggung. Aku duduk dan tidak tahan air mataku keluar. Ucapan Ibunya Ujang sangat kejam dan membuatku terpukul. Eis menyusulku dan mengajak aku duduk di depan panggung.

"Nul, kita duduk yuk di depan panggung, ada ceramah terakhir dari Ustad Bara, ceramahnya bagus lho, semua orang suka," ajak Eis.

          Mendengar Ustad Bara aku sangat terkejut, aku ikut dengan Eis untuk melihat Ayah ceramah, sebelum aku duduk, Ayah berjalan dan melewatiku, jantungku berdebar saat Ayah menyapaku.

"Menul? andai saja anakku masih ada, pasti sudah besar sepertimu," ucap Ayah sambil menatapku sedih.

          Ayah naik ke panggung dan ceramah, matanya sesekali memandangku, suara Ayah sangat lembut. Aku teringat kembali saat Ayah menemaniku tidur, pasti Ayah bercerita tentang kisah Nabi. Aku sangat rindu pada Ayah dan Ibu, air mataku terus mengalir membasahi pipiku. Saat aku sedang di rundung sedih tiba-tiba Nyai muncul dan memandangku, Aki yang menyusul Nyai seperti gelisah, Nyai merebut mik dari panitia dan naik ke atas panggung. Semua terkejut dan sedikit panik melihat tingkah Nyai sambil berteriak memegang mik.

"Bara! maaf saya mau bicara penting pada semua orang, stop dulu ceramahnya!
Halo! halo semua! saya tidak terima anakku Menul terus di hina anak seorang dukun!
Kalian tidak malu hah! kalian sakit sembuh karena aku!
Kalian lahir dari Ibu kalian siapa yang membantu kalau bukan aku hah?!
Aku dukun?
Aku dukun?
Aku dukun?
Karena dukun ini kalian bisa lahir dan besar!
Jadi salahku apa?
Apa salahku?
Apa salah anakku?
Kalian mau tahu siapa Menul?
Kalian mau tahu?
Menul adalah anak seorang Ustad, mau tahu siapa Ayahnya?
Kalian mau tahu siapa Ayahnya?
Ayahnya adalah BARA!
Lihat! lihat! lihat yang di panggil Ustad Bara ini adalah Ayahnya MENUL!
Nama asli Menul adalah Ambar!
Dia jatuh dari jurang dan aku yang menolongnya dan mengasuhnya!
Kenapa saya baru bicara sekarang?
Karena Menul melarangku, dia tidak mau Ibu tirinya cemburu karena kehadiran Menul.
Jangan pernah menghina Menulku anak dukun!
Ingat itu!" teriak Nyai sambil menangis.

          Ayah sangat terkejut mendengar pengakuan Nyai, aku dan semua orang sangat terkejut. Semua orang  memandangku, aku syok dan hanya diam mengatur nafasku.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang