Pelan-pelan aku mundur dan melangkah pulang, aku tidak menyadari dari jauh Ujang mengawasiku. Aku berpikir keras bagaimana caranya tahu alamat rentenir itu dan bisa bertemu dengan Siti, panggilan Ujang memecahkan lamunanku."Nul, kamu tidak apa-apa?" tanya Ujang.
"Aa? sedang apa disini?" jawabku terkejut.
"Justru aku mau tanya Nul, kamu di rumah Siti mau apa?" tanya Ujang penasaran.
"Jadi Aa mengawasi aku? tidak bosan mengganggu aku ya?!" ucapku ketus.
"Aku hanya kebetulan lewat saja Nul, kamu sendiri kenapa menguping pembicaraan mereka?" tanya Ujang serius.
"Bukan urusan Aa!" jawabku ketus sambil melanjutkan jalan.
"Tunggu Nul, jangan gegabah Nul, kalau ada apa-apa bicaralah denganku, siapa tahu aku bisa membantumu, Ayahnya Siti dulu tega memfitnahmu, jadi kamu jangan sampai ada urusan dengan mereka lagi Nul," ucap Ujang menyusulku.
"Aku bisa selesaikan sendiri! sudahlah A! jangan jalan terlalu dekat denganku, nanti kalau orangtuamu tahu, aku yang di salahkan lagi!" ucapku marah.
"Maaf ya Nul, jika orangtuaku selalu marah, maafkan mereka ya?" jawab Ujang sedih.
"Sudah bosan aku mendengar kata maafmu!" ucapku tidak bersahabat.
"Tapi aku tidak akan bosan mengucapkannya Nul, aku sedang berusaha bicara dengan orangtuaku Nul, aku tidak mau di jodohkan dengan Eci," kata Ujang menjelaskan.
"Itu urusan Aa, bukan urusanku!" jawabku cuek dan terus berjalan.
"Nul... kamu masih marah?" tanya Ujang gelisah.
"Dari tadi aku sudah marah! masih bertanya lagi?!" jawabku merasa aneh.
"Tapi aku tetap sayang walaupun kamu marah Nul," ucap Ujang merayu.
"Orangtuamu benar A, aku hanya anak seorang dukun, aku gadis yang kotor dan selalu banyak masalah, Aa orang baik harus mendapatkan yang baik," ucapku menasehati Ujang.
"Tapi di mataku, kamu gadis yang paling baik Nul," jawab Ujang.
"Sudah merayunya?" ucapku sambil berhenti dan memandang wajah Ujang.
"Belum Nul, kamu gadis yang cantik, pintar dan tidak kotor," ucap Ujang sambil tersenyum memandangku.
Ucapan Ujang membuatku salah tingkah dan kehilangan kata-kata. Aku memilih melanjutkan berjalan meninggalkan Ujang.
"Nul... berjanjilah, kalau ada apa-apa beritahu aku, jangan bertindak sendirian," ucap Ujang mengejarku.
"Hemmm, baiklah, aku mau tanya, apa Aa tahu alamat rentenir itu?" tanyaku serius.
"Alamat rentenir? kamu mau hutang pada dia Nul? kalau kamu butuh uang, aku ada uang Nul, tapi jangan sampai pinjam pada rentenir itu Nul!" jawab Ujang heran.
"Hemmmm belum apa-apa pikiranmu sudah kotor! sudahlah percuma saya tanya! biar saya cari sendiri alamatnya!" jawabku marah.
"Tunggu Nul, jangan marah dulu, ya maaf Nul, maaf kalau aku salah duga, boleh aku tahu untuk apa alamat itu?" tanya Ujang kembali.
"Tuh kan? sudah hapal saya sejak dulu! modal Aa itu cuma minta maaf! sudah sana pergi! tidak perlu tahu untuk apa alamat itu! Sebentar lagi sudah sampai rumahku!" jawabku mengusir Ujang.
Aku buru-buru melangkah dengan cepat meninggalkan Ujang sebelum semua orang tahu aku berjalan dengan Ujang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Mistério / SuspenseDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...