Aku terus melangkah tidak menghiraukan Ujang yang memandangku dari belakang, untung saja Nyai, Aki dan Abah berangkat ke Balai Desa sejam kemudian, kalau Nyai berangkat bersamaku, pasti akan marah pada Ujang. Aku melihat ke lapangan sudah berkumpul banyak orang. Warga sangat antusias dan penasaran jika ada turis atau orang asing datang, apalagi saat itu akan berkumpul para Ustad. Semua mata memandangku, banyak pria yang menggoda, dan banyak mata gadis yang melihatku kagum, tapi di antara kerumunan warga, aku melihat Ibunya Ujang bersama tetangganya, matanya berbinar melotot, ketika aku melewatinya, sindiran pedas mampir ke telingaku.
"Dasar kampungan! paling baju dapat pinjam! tidak tahu malu mengejar anakku!" sindir Ibunya Ujang.
Rasanya seperti halilintar yang langsung menghantam tubuhku menjadi arang. Aku terus berjalan mendekati panitia, Eis langsung menyambutku dengan hangat. Protokol langsung membaca susunan acara. Tamu-tamu melirik ke arahku, terutama bule, orang desa menyebutnya bule jika ada orang asing.
"Nul, nanti ada lomba lho?" ucap Eis.
"Lomba?" tanyaku heran.
"Iya maksudku begini, nanti akan ada pengumuman dari Habib dan bule, siapa yang bisa Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dengan baik, nanti akan di beri hadiah, kamu harus ikutan, siapa tahu dapat hadiah buku, kamu suka membaca kan?" ucap Eis.
"Buku?" tanyaku.
"Iya buku, tadi Ayahku juga diberi hadiah buku tebal, karya penulis terkenal lho?" ucap Eis.
Sampai pada ceramah seorang Habib, semua mendengar dengan baik, tapi mereka hanya menyimak karena banyak yang tidak mengerti apa yang di sampaikannya, mungkin Ujang lebih paham Bahasa Arab, diam-diam hatiku mengagumi Ujang karena Bahasa Arabnya sangat bagus. Aku terkejut ketika Habib itu menunjukku dan memintaku maju ke atas panggung. Aku berjalan dengan kaki gemetar, sesekali aku melirik ke bawah panggung, dan banyak yang memandangku, panitia memberikan aku mik, Habib itu tersenyum dan menyapaku.
"Assalamu'alaikum?" sapa Habib.
"Wa'alaikum salam," jawabku gugup sambil memegang mik.
"Masmuki? (Siapa namamu?)" tanya Habib.
"Ismii Menul," jawabku. (Artinya Ismii-nama saya)
"Ahlan yaa Menul," ucap Habib (artinya Salam perkenalan denganmu Menul)
"Ahlan wasahlan bika yaa Habib," jawabku ( artinya Sama-sama Habib)
"Anaa sa’iidun jiddan lima’rifatik Menul," ucap Habib (artinya Senang sekali saya dapat berkenalan denganmu Menul).
"Wanaa aydhan Habib," jawabku (artinya saya pun demikian Habib).
"Syukran ‘alat-ta’aarufi Menul," ucap Habib (artinya terima kasih atas perkenalannya)
"Afwan Habib," jawabku (artinya sama-sama Habib).
Kami berbicara sedikit, semua orang seperti terkesima melihatku bisa berkomunikasi dengan Bahasa Arab, apalagi dengan seorang Habib yang tidak menghinaku hanya karena memakai rok sepan sedengkul, jaman itu memang belum banyak gadis memakai baju muslim, rata-rata memakai kebaya. Setelah acara ceramah selesai, seorang bule yang gagah dan tampan membagikan hadiah, namun ketika di ajak bicara banyak yang tidak bisa menjawab pertanyaan bule yang bernama Frank. Mata Frank terus memandangku dengan tersenyum. Dia memanggilku naik ke atas panggung. Nyai dan Abah yang ada di bawah panggung selalu teriak memanggilku dan memberiku semangat.
"Hello, My name is Frank," ucap Frank
Artinya:
Halo, nama saya Frank"Hi... My name is Menul," jawabku
Artinya: Hai nama saya Menul.
"Nice to meet you," ucap Frank
Artinya: Senang bertemu denganmu.
"Nice to meet you too," jawabku.
Artinya: Senang juga bertemu denganmu.
"And this is a gift for you," ucap Frank memberiku kado.
Artinya: Dan ini ada sebuah kado untukmu.
"What is it? The cover’s very good," ucapku terkejut.
Artinya: Apa ini? Kemasannya bagus sekali.
"Open it!" ucap Frank tersenyum.
Artinya Bukalah!
"Oh, what a good book!" jawabku sangat senang
Artinya: Oh, buku yang bagus!
"Do you like it?" tanya Frank.
Artinya: Apa kamu menyukainya?
"Yes, of course, Thank you, Frank," jawabku ramah.
Artinya: Ya, tentu saja, terima kasih, Frank.
"You’re welcome Menul," ucap Frank tersenyum.
Artinya: Sama-sama Menul.
Meskipun jantungku berdegup dengan kencang, aku berhasil menjawab semua pertanyaan, tapi saat mataku tertuju pada kursi di depan, aku melihat Ayahku duduk tersenyum memandangku. Tubuhku bergetar dan gemetar, aku buru-buru turun dan mencari Nyai.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Bí ẩn / Giật gânDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...