Bab 75 Ayah Menul datang kerumah Nyai

3.5K 217 1
                                    

          Nyai tiada henti memeluk dan menatapku sepanjang jalan. Aku sangat tahu perasaan Nyai, sebenarnya Nyai sangat takut kehilanganku. Rasanya aku akan menjadi orang yang paling jahat jika memilih Ayah. Selama ini aku di besarkan Nyai dan Aki dengan penuh kasih sayang. Aku tidak peduli meskipun tidak sedikit orang menghinaku.

"Nul, apakah kamu tidak menyesal memilih tinggal dengan Nyai?" tanya Nyai sedih.

"Nyai, aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan meninggalkan Nyai dan Aki, juga Abah.

"Kalau Ayahmu menjemput bagaimana Nul?" tanya Nyai khawatir.

"Sudahlah Nyai jangan berpikir macam-macam, Ayah sudah punya kehidupan sendiri dengan anak dan istrinya," jawabku menenangkan Nyai.

          Sampai rumah aku masuk kamar dan berbaring. Rasanya sangat lelah, kejadian demi kejadian membuat kepalaku terasa berat. Namun sejam aku di tempat tidur, aku mendengar suara tamu. Aku seperti mengenal suaranya. Nyai memanggilku keluar.

"Nul, keluarlah dulu," teriak Nyai dari balik pintu.

          Aku turun dari tempat tidur dan membuka pintu.

"Ada apa Nyai?" tanyaku.

"Ayahmu datang Nul, bersama istrinya," jawab Nyai cemas.

          Rasanya malas sekali aku bertemu dengan Ibu tiri, aku menemui Ayah, aku lihat istri Ayah hanya diam dan cemberut.

"Ambar... ," sapa Ayah.

"Iya Ayah, ada apa?" tanyaku lugas.

"Ayah kangen Ambar, Ayah tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi," jawab Ayah terlihat senang.

"Iya Ayah," jawabku malas.

"Ambar, selama ini kita sudah berpisah begitu lama, maukah kamu tinggal bersama Ayah? Nyai, bolehkan Ambar aku bawa? aku ingin mengurus Ambar di sisa hidupku" tanya Ayah padaku dan Nyai.

"Aku terserah Menul saja, Bara," jawab Nyai.

          Aku menatap wajah Ibu tiriku terlihat tidak suka dengan permintaan Ayah, dia hanya diam dan cemberut.

"Tidak Ayah, aku ingin di sini saja bersama Nyai dan Aki," jawabku tanpa pikir panjang.

"Tapi Ambar, kamu anakku, Ayah selama ini mencarimu, dan selalu berharap bisa bertemu denganmu dan hidup bersama lagi Ambar," ucap Ayah memelas.

"Maaf Ayah, aku sudah betah hidup dengan Nyai dan Aki, mereka sangat sayang dan membesarkan aku dengan baik, tolong jangan paksa aku Ayah, aku tidak mau meninggalkan Nyai dan Aki," jawabku tegas.

"Ambar tidak sayang Ayah?" tanya Ayah heran.

"Ayah, sampai kapanpun aku akan sayang Ayah, tapi bukan berarti aku harus hidup bersama Ayah bukan? aku tidak mau mengganggu kehidupan Ayah dan Ibu baru," jawabku menyindir istri Ayah.

"Ambar, dia juga Ibumu, anggaplah dia Ibumu Ambar,"  pinta Ayah.

"Iya Ayah, aku akan menganggapnya Ibuku, tapi Ayah juga jangan lupa, Nyai selama ini juga menjadi Ibuku Ayah," jawabku santai.

"Tapi aku Ayahmu Ambar, sudah sepantasnya kamu tinggal bersama Ayah, apalagi kamu anak perempuan?" ucap Ayah sedikit marah.

"Jadi menurut Ayah, aku tidak pantas tinggal bersama Nyai?" jawabku kecewa.

"Bukan begitu maksud Ayah, jangan salah paham, Ayah hanya ingin Ambar mulai saat ini tinggal bersama Ayah," ucap Ayah tegas.

"Maaf Ayah, aku tidak mau, jangan paksa aku, dan jangan seperti yang lainnya selalu menganggap Nyai adalah dukun, aku bahagia bersama Nyai," ucapku sedikit marah.

"Kenapa kamu jadi seperti ini Ambar, tidak menurut pada Ayah?" tanya Ayah.

"Seperti ini bagaimana Ayah? ternyata Ayah dan yang lainnya sama saja! egois! Ayah seharusnya berterimakasih pada Nyai yang sudah membesarkan aku, kenapa Ayah ingin memisahkan aku dan Nyai?" tanyaku marah.

"Ayah berterimakasih pada Nyai, Ambar kamu harus paham, Ayah juga berhak mengurusmu, dan Ayah kecewa, kenapa Nyai menyembunyikan dari Ayah kalau kamu adalah Ambar," jawab Ayah sedikit marah.

"Perlu Ayah tahu, Nyai selama ini mencari Ayah, saat di pasar, Nyai menyuruhku untuk mengakui bahwa aku adalah Ambar, tapi aku tidak mau Ayah, setelah melihat Ayah menikah lagi, lebih baik aku bersama Nyai. Aku tidak bisa tinggal dengan orang yang tidak menyukaiku, seperti Isti yang membunuh Ibu dan mendorongku ke jurang!" ucapku ketus.

"Apa?! Isti membunuh Ibumu? mendorongmu?" tanya Ayah terkejut.

"Ya Ayah, dan Isti sudah meninggal, dia jatuh dari atas ke jurang, tempat dimana aku jatuh, itu balasan dari Allah!" ucapku masih ketus.

"Itu sudah berlalu Ambar, sekarang ikutlah dengan Ayah, Ayah akan melindungimu Ambar," pinta Ayah.

"Tidak Ayah, sampai kapanpun, aku tidak akan meninggalkan Nyai dan Aki, mereka sudah aku anggap orangtuaku.

"Ambar? kenapa melawan Ayah? kenapa tidak nurut pada Ayah?" tanya Ayah marah.

"Ayah, anggap saja Ambar belum ketemu, jangan paksa aku," ucapku tetap dalam pendirian.

          Ayah menatapku tidak berkedip, seperti tidak percaya dengan keputusanku. Nyai, Aki dan Abah serba salah, mereka tidak berani bicara sedikitpun.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang