BAB 53 Menul demam tinggi

3.8K 237 0
                                    


Abah dan Nyai yang melihatku jatuh pingsan langsung menolong dan membopong tubuhku masuk ke dalam rumah.

"Nul...! Nul...! kamu kenapa?" teriak Nyai histeris sambil menggenggam telapak tanganku.

"Sepertinya jari Menul terluka," ucap Abah.

"Hah? ini... ini seperti dipatuk ular, Nul bangun Nul, kamu harus kuat Nul!" teriak Nyai.

"Cepat buat ramuan penawarnya!" teriak Aki yang baru masuk rumah.

"Ya, aku buatkan dulu!" ucap Nyai bergegas ke dapur.

Aku sudah tidak berdaya, bibirku sudah biru, dalam pingsanku aku bermimpi bertemu Ibu.

"Ibu... Ibu di sini? aku kangen Bu," ucapku sambil memeluk Ibuku.

"Ibu juga kangen Ambar" jawab Ibu.

"Aku ingin ikut Ibu, jangan tinggalkan aku Bu," pintaku pada Ibu.

"Kasihan Ayahmu Ambar, kamu harus kuat Ambar," jawab Ibu.

"Ibu... Ibu... jangan pergi!" dalam ngigauku.

"Nul... Nul... bangunlah dulu, kamu harus minum dulu Nul," pinta Nyai sedih.

Nyai memaksa membuka mulutku dan memberiku minuman penawar racun, Nyai terus mengompres keningku. Dalam tujuh hari aku tidak berdaya di tempat tidur. Teman-teman sekolah dan Guru datang menengokku. Tiap malam Nyai, Aki dan Abah setia menemaniku di kamar.

"Jana, kemana dia? kenapa dia tidak bersama Menul?" tanya Nyai pada Aki.

"Jana pergi ke suatu tempat yang aman, dia sengaja pergi, katanya sangat panas jika berdekatan dengan Menul," jawab Aki.

"Kenapa begitu? dulu dia setia menemani Menul," tanya Nyai heran.

"Menul anak yang baik dan suci, apalagi Menul sering ngaji, mungkin dia merasa panas," jawab Aki.

"Bukankah Jana juga jin Islam yang bisa ngaji?" tanya Nyai.

"Ya betul, tapi jin tetaplah jin, dia tidak bisa hidup berdampingan dan berdekatan terus dengan manusia, dan Menul selalu bilang, dia hanya meminta pertolongan pada Allah, bukan pada jin atau memanfaatkan jin," jawab Aki.

"Menul memang anak yang baik," ucap Abah Jenong kagum.

"Ya benar, mungkin Ayah dan Ibunya yang selalu mendoakan Menul, akhirnya Menul jadi anak yang cerdas dan baik," jawab Aki.

"Aku juga mendoakan Menul! bukan hanya orangtuanya saja!" jawab Nyai cemburu.

"Kita semua mendoakan Menul, tapi kekuatan doa dari orangtuanya itu yang membuat Menul kuat," jawab Aki menenangkan Nyai.

Dalam 10 hari aku mulai bisa menggerakkan tubuhku, rasanya lemah sekali. Nyai dengan sabar menyuapi bubur ayam kesukaanku. Pelan-pelan aku ceritakan kronologi kejadian sebelum aku di patuk ular. Mereka terkejut mendengar aku hampir di perkosa pemuda berandalan.

***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang