Aku tak menyangka hapalanku semalam menjadi pujian. Aku semakin ingin cepat menghapal semuanya. Dulu aku selalu dipuji Ayah dan Ibuku, dan kali ini aku dipuji Guru di depan teman-temanku. Saat itu rasanya sangat bahagia. Hari-hari berikutnya setiap ada hapalan dan Pr aku selalu mendapat nilai yang baik. Bahkan Guru menjulukiku Menul Jenius. Tapi tidak dengan teman-temanku, mereka menjauhiku karena aku gadis yang kumal dan bau. Rambutku panjang tapi tak pernah dikucir, Guru pernah menyarankan, agar rambutku dikucir, tapi aku cuek dan tidak pernah mau mendengarnya. Karena prestasi di pelajaran yang selalu mendapat nilai terbaik, Guru tidak pernah mempermasalahkan penampilanku. Waktu berjalan begitu cepat, tiga tahun berlalu aku duduk di kelas 6, dan aku berhasil menjadi Siswa teladan dan selalu mendapat Rangking pertama. Aku mendapat bea siswa dan hadiah berupa buku dan sepeda. Nyai dan Aki sangat bangga melihatku menjadi anak yang berprestasi. Andai saja Ibu masih hidup, Ibu akan bangga sekali melihatku selalu menjadi juara kelas. Tubuhku semakin tinggi. Aku melanjutkan ke SMPN karena berkat bea siswa. Aku menjadi remaja yang tidak banyak bergaul, temanku hanya Jana dan buku. Aku jarang main dengan teman-teman di rumah karena Aki Setu melarangku main. Aku sering tidak bisa mengendalikan diri jika melihat ayam, maka pasti akan diambil dan dimakan. Tapi aku merasa heran, terkadang aku tidak pernah menyadari perbuatanku memakan daging mentah. Saat itu sebentar lagi merayakan hari Kemerdekaan. Di Desaku sudah biasa diadakan lomba, entah kenapa saat itu hatiku tergerak ketika diadakan lomba mengaji aku ingin ikut."Nyai bolehkah aku ikut lomba ngaji di acara 17 Agustus?" tanyaku pada Nyai Jenah.
"Nyai tidak pernah mendengarmu ngaji Nul, apa kamu bisa?" jawab Nyai Jenah heran.
"Aku sering belajar dengan Aki, Nyai aku sering menghapal, dan bisa ngaji Nyai, tapi entah kenapa jika aku sendirian, tiap ingin melantunkan Ayat-ayat Al Qur'an, dadaku terasa panas dan sesak," ucapku pada Nyai.
"Ya jelas saja sesak Nul, Nyaimu yang membuatmu sesak Nul," ucap Aki Setu ikut bicara.
"Apa maksudmu Aki ompong! oh jadi selama ini diam-diam kamu sering melepaskan jin dari dalam tubuh Menul?" ucap Nyai marah.
"Jin Nyai?" tanyaku heran.
"Sudah Nul, lupakan saja, kalau kamu mau ikut silahkan," jawab Nyai.
Akupun berlari ke Balai Desa untuk mendaftarkan diri. Di saat aku mendaftar banyak orang yang mendaftar, tapi aku di buat jengkel oleh panitia.
"Kamu yakin bisa ngaji Menul?!" tanya Panitia.
"Bisa Kang," jawabku yakin.
"Kamu yakin? yang mendaftar itu kebanyakan yang dari Pesantren dan Mts Nul," ucap Panitia.
"Kakang menyepelekan saya?!" jawabku ketus.
"Ya sudah begini saja, yang mau ikut lomba semua di tes dulu, coba kamu baca surat ini," ucap Panitia mengujiku.
Hanya sebuah surat An-Naba sangat mudah, tapi ketika aku ingin membaca tiba-tiba darahku bergejolak, aku tidak mampu melantunkannya.
"Ini surat An-Naba, tidak usah mengujiku, aku hanya mau daftar lomba, kalau tidak boleh ya tidak apa-apa!" jawabku menghindar.
"Ya tidak bisa begitu Nul, semua yang ikut di tes dulu, katanya bisa? kok tidak mau di tes?" ucap Panitia mengejekku.
"Terima saja Kang, dia bisa ngaji Kang, bahkan dia sudah menghapal Al Qur'an dengan baik," ucap pria tiba-tiba membelaku.
"Oh, ya sudah kalau begitu, terimakasih ya Jang!" jawab Panitia.
Aku menoleh ke arah pria yang membelaku, wajahnya tampan dan bersih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Misteri / ThrillerDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...