BAB 7 Petaka dalam rumah

6K 290 3
                                    


Aku sangat bahagia, sejak saat itu, Ayah hanya berjualan di pasar, Ayah bisa menjaga Ibu dan tidak akan meninggalkan Ibu lagi. Ayah selalu berangkat ke Pasar setelah Subuh dan pulang sore. Aku sudah berani ke Sekolah sendiri bersama teman-temanku. Pagi itu aku sudah bersiap-siap ke Sekolah, Ibu menghampiriku, dan memeluk serta menciumku.

"Jaga diri baik-baik ya Nak, jika Ibu tidak ada, kamu harus menjadi wanita yang kuat", ucap Ibu sambil memelukku.

"Ibu mau kemana?" tanyaku heran.

"Dengar Nak, jangan pernah ceritakan tentang apa yang kamu lihat saat Roso menyakiti Ibu yah, biarlah Allah yang akan membalas perbuatan dia," ucap Ibu masih memelukku.

"Iya Bu... ", jawabku masih belum paham.

"Ibu tidak mau terjadi apa-apa denganmu Nak," ucap Ibu sedih dan mencium keningku.

Aku menatap wajah Ibu sedikit pucat, aku mengelus pipi Ibu dan mengusap pipi Ibu yang di banjiri air mata.

"Ini tasbih Ibu, yang biasa Ibu pakai untuk dzikir, selalu ingat Ibu dengan dzikir ya?" pesan Ibu sambil mengalungkan tasbih di leherku

Aku memegang tasbih indah yang terbuat dari kayu, aku salam pada Ibu dan meninggalkan Ibu dengan lambaian tangan. Ibu tersenyum sambil melambaikan tangan. Dalam perjalanan perasaanku tidak karuan, aku mengingat tiap ucapan Ibu yang bagiku terasa aneh. Sudah 30 menit aku berjalan aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku berlari sangat kencang dan memiliki firasat kalau Ibuku akan pergi meninggalkan aku. Sesekali kakiku tersandung batu dan jatuh. Aku terus berlari dan langkah lariku terhenti, ketika aku melihat Isti dan Roso masuk ke dalam rumahku. Aku tidak berani masuk karena takut mereka akan menyakitiku. Aku mengendap-ngendap menuju jendela kamar Ibu. Aku melihat Roso mendorong Ibu dan mengancam dengan sebilah golok. Roso memaksa Ibu membuka baju Ibu, aku melihat Isti yang berdiri memegang karung di belakang Roso. Aku menahan nafasku dan membungkam mulutku dengan tangan untuk tidak berteriak.

"Keluarlah! aku ingin menikmati tubuh mulus ini dulu," ucap Roso pada Isti.

"Baiklah, jangan kunci pintunya, aku tunggu di luar!" jawab Isti.

Roso melepas celananya, rupanya niat busuk Isti ingin membunuh Ibu dan Roso. Isti tiba-tiba masuk dan melepas ular-ular berbisa dari karung dan melemparnya ke kasur. Ular-ular itu langsung mematuk pantat Roso dan mematuk kaki Ibu. Isti langsung kabur keluar rumah, dan Roso masih sadar dan memakai celananya berlari menyusul Isti. Aku berlari ingin menolong Ibu masuk kamar, tapi ular-ular berbisa itu sudah banyak mematuk Ibu dan bertebaran di dalam kamar.

"Pergilah Ambar! pergi! Laaillaahaillalah... ," ucapan Ibu yang terakhir aku dengar.

Aku melihat wajah Ibu membiru dan mengeluarkan busa. Ular-ular itu berserakan dan akan keluar dari kamar, aku langsung lari sekencangnya menuju pasar.

***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang