BAB 12 Keajaiban datang

5.2K 285 3
                                    


          Aki Setu dan Nyai Jenah ngobrol sendiri, dan selalu menyebut nama Jana. Aki dan Nyai seperti bicara dengan orang lain tapi aku tidak bisa melihatnya. Aku memikirkan kembali sosok yang mirip dengan Ibuku, apakah benar dia Ibuku. Tapi aku buang jauh-jauh harapan palsu, kalau Ibu benar ada, karena aku pernah ke makam Ibuku bersama Ayah. Ingin sekali aku ke pusara Ibu, tapi aku tidak berdaya dan tidak mungkin lagi aku bisa berjalan apalagi berlari.

          Aku sangat haus, aku raih gelas yang ada di sebelah tempat tidurku di atas meja kayu. Aki dan Nyai terkejut melihatku.

"Wah... akhirnya kamu bisa bergerak juga Menul?" teriak Nyai Jenah.

          Tanganku mendadak gemetar memegang gelas, aku mulai menyadari kalau tanganku sudah bisa aku gerakkan. Apakah ini keajaiban setelah Ibuku datang menengokku? aku bahagia sekali saat itu, hanya bisa memberikan senyum pada Nyai dan Aki yang selama ini sudah sabar merawatku.

          Bagiku ini adalah keajaiban, setelah berbulan-bulan aku berbaring dan tidak berdaya, sekali lagi Allah telah membuktikan kekuasaanNya, tubuhku bisa bergerak lagi. Allah sudah menyelamatkan nyawaku dari jurang, dan Allah sangat murah hati memberikan aku kesembuhan.

          Aku mulai belajar duduk dan menggerakkan kakiku pelan-pelan. Nyai Jenah sangat telaten, menyembuhkan kaki yang lumpuh, dengan merendam kakiku, diisi ramuan yang di buatnya. Saat Aki dan Nyai Jenah tidak ada, aku merasakan seperti ada yang mengawasiku. Aku sering melihat benda berjalan sendiri. Saat Nyai masuk ke kamarku, aku mencoba bertanya pada Nyai.

"Nyai, siapakah Jana?" tanyaku penasaran.

"Kamu mau kenal Jana? selama ini dia yang menemanimu, dia  akan menjadi temanmu, dan menjagamu kalau Nyai dan Aki tidak di rumah," jawab Nyai.

"Teman? menemani? aku tidak pernah melihatnya Nyai... ," jawabku heran.

"Kamu tidak akan bisa melihatnya, sebelum aku memberimu susuk dan memasukan jin di dalam tubuhmu Menul!" jawab Nyai.

"Susuk itu apa Nyai?" tanyaku heran.

"Sudah saatnya kamu lihat Jana, tapi ingat? Jana tidak seperti kita wujudnya, kamu tidak boleh takut ya?" ucap Nyai Jenah.

          Aku masih belum mengerti dengan apa yang di ucapkan Nyai Jenah. Nyai ke dapur dan membawa mangkok yang berisi banyak ramuan. Warnanya merah seperti darah, Nenek mengambil biji seperti gabah dan memerintahku untuk berbaring.

"Menul, ayo berbaring sekarang ya," perintah Nyai Jenah.

          Aku menuruti perintah Nyai Jenah, aku berbaring, dan Nyai Jenah menusukkan benda di keningku, pipi dan bibirku. Nyai Jenah mulai memijit kakiku dan menusukkan sesuatu di kedua belah pahaku. Aku mulai sadar di belakang Nyai Jenah berdiri sosok aneh tinggi hitam legam dengan taring gigi panjang menyeringai ke arahku. Nafasku terasa sesak karena terkejut dan aku berteriak.

"Se...  se... se...  setannnnnnn !" aku berteriak dan menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

"kekkekekekekekekekeke ", Nyai Jenah tertawa.

           Nyai Jenah berusaha membuka tanganku, namun aku berontak dan tidak mau karena takut.

"Menul, Nyai sudah bilang kamu jangan heran dan takut, dia Jana, dia temanmu Nul," ucap Nyai sambil tertawa.

"Tidak!! Aku tidak mau berteman dengannya!" jawabku masih menutupi wajahku dengan kedua tanganku.

          Aki Setu yang masuk ke kamar menenangkan aku dan memarahi Nyai Jenah karena sudah membuatku ketakutan.

                    ***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang