Malam itu angin begitu dingin menusuk tulangku, udara yang dingin menusuk sendi-sendi tulangku dan semakin terasa nyeri. Entah sudah berapa lama aku terbaring di atas dipan kayu. Aku sudah tidak berdaya, aku sudah menjadi manusia yang sangat lemah.Hidupku sudah hancur, tubuhku terasa hancur dan tidak bisa digerakkan lagi. Apa artinya hidup di dunia ini, andai saja saat itu aku bisa bergerak aku ingin mengakhiri hidupku.
Airmataku terus mengalir membasahi pipiku, hidungku tersumbat dan terasa sesak tidak bisa bernafas, karena aku tidak bisa menggerakkan tanganku untuk mengusap air mata dan lendir yang keluar dari hidungku. Dalam keadaan pasrah, dan menjerit batin, tiba-tiba datang sosok wanita dengan cahaya yang sangat terang menghampiriku. Aku memandangnya, dan hampir tak bisa melebarkan mataku karena cahaya sinarnya. Pelan-pelan sosok itu mendekat dan langsung memelukku. Harum tubuhnya sangat berbeda dengan harum bunga yang sering aku cium. Aku dibelai dan dielus dengan penuh kasih sayang. Belaiannya mengingatkan aku pada Ibuku. Sosok itu berdiri dan tersenyum sambil menatapku. Aku yang menyadari siapa sosok itu langsung teriak.
"Ibu... Ibu..., " tangisanku semakin pecah.
Dua orang Kakek dan Nenek langsung menghampiriku dan mendekatiku.
"Kamu sudah bangun? sudah bisa bicara Neng?" ucap Nenek tua dengan rambut putih di sanggul.
"Kamu haus? kamu memanggil siapa?" tanya Kakek dengan wajah cemas.
"Ibu... ," jawabku lirih.
Aku mencari sosok yang menyerupai Ibu, mataku keliling ke arah bilik-bilik, tapi aku tidak melihat Ibu, tangisanku semakin pecah memanggil Ibu.
"Ibu... Ibu... jangan tinggalkan aku... ", teriakku dalam tangisan.
"Tenang ya Neng, ini Nyai, panggil Nyai Jenah ya, dan itu Aki Setu. Rumahmu dimana? Ibumu namanya siapa?" tanya Nyai Jenah.
Aku memandangi Nyai Jenah dan Aki Setu, aku tidak bisa menjawab pertanyaan mereka, kalau aku kembali ke rumah, pasti Ibu tiriku akan menghabisi aku, seperti dia menghabisi nyawa Ibuku dengan cara sadis. Saat aku melamun, Nyai Jenah mengagetkan aku.
"Namamu siapa Neng?" tanya Nyai Jenah.
Aku terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaan Nyai Jenah, dan Aki Setu langsung menarik Nyai Jenah yang sedang duduk di samping dipan.
"Mungkin dia lupa ingatan karena jatuh dari atas Nyai," ucap Aki Setu.
"Kalau begitu aku akan memanggilnya Menul saja," ucap Nyai Jenah.
"Apa maksudmu? Menul sapaan buat anak kita, dan Menul sudah tiada, jangan ingat-ingat dia lagi!" ujar Aki Setu.
"Tidak Ki... dia akan menjadi Menulku, aku akan menganggap dia Menul!" jawab Nyai Jenah.
Aku hanya mendengarkan percakapan mereka, aku hanya diam ketika Nyai Jenah mulai memanggilku dengan sebutan Menul.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Saksi Kematian (SK)
Mystère / ThrillerDewasa 18++ SK (Saksi Kematian) Part 1 Sebuah kisah perjalanan gadis kecil yang menyaksikan penderitaan Ibunya, diperkosa dan dibunuh. Ibunya tewas di patuk ular berbisa dalam keadaan telanjang. Gadis kecil yang didorong Ibu tirinya sampai jatuh ke...