Luna ~ 60

441 16 0
                                    

Munafik namanya kalau gue ga ingin bahagia. Gue capek menangis terus. Gue ingin ada seseorang yang bisa diajak bertukar pikiran. Memeluk gue saat gue menangis, dan menguatkan gue saat gue putus asa.

Luna

***

Dita berdecak kesal melihat tingkah aneh sahabatnya ini. Siapa lagi kalau bukan Fitri.

Tadi ngeluh kenyang, sekarang malah makan kue ulang tahun Luna dari Viko. Dita tidak tau, ususnya sebesar dan selentur apa sampai mampu makan banyak.

Melihat Dita yang terus menatapnya, Fitri mengulurkan piring berisi kue itu. "Mau?" tawarnya.

Dita menggelengkan kepalanya. Tidak sanggup menerima tawaran itu. Bukan karena kue itu dari pemberian cowo gila , tapi perutnya udah tidak kuat menampung makanan lagi. Tadi aja sarapan pagi nya tidak habis.

"Enak tau, sayang kalau lo gak nyobain." ujar Fitri. Sesekali dia memasukkan jari tangan nya yang ada selai kue itu. Lalu menjilat kedua tangannya.

"Lo bilang udah kenyang, kenapa sekarang makan lagi? Ga takut pecah perut lo?"

"Tadi kan gue langsung ke wc, terus gue boker. Gue hempas manja semua makanan gue yang diperut tuh ke wc, lalu gue makan lagi. Jadi gue gak takut perut gue pecah." jelasnya bangga sambil mengelus perutnya. "Lagian ya, perut gue gak sebuncit bokap lo."

Dita melototkan matanya, tidak terima bapaknya disindir. "Heh, bapak lo lebih buncit dari bapak gue. Enak aja lo nyindir bapak gue."

"Yang penting anaknya gak buncit kan? Lo liat nih." Fitri meletakkan piring makanannya, lalu berdiri menyamping. "Badan gue tetap sexy kan? Udah kayak gital spanyol? Dari pada lo? Depan belakang lurus. Ga menarik." ucap Fitri, menatap body Dita dengan tampang meremehkan.

Dita menghela napas berat, meninggalkan Fitri dengan makanannya. Daripada diladeni yang ada dia semakin dipojokin.

Dita akui, body nya datar. Tidak ada yang menarik perhatian cowo. Beda dengan body Luna dan Fitri. Sempurna. Tidak heran banyak cowo yang suka sama Luna dan Fitri, dan tidak sedikit para cewe yang gibah dan iri sama mereka dua. Tapi tidak apa-apa, toh dia di ciptakan seperti ini, seharusnya di bersyukur bukan insecure.

Dita menghampiri Luna yang lagi termenung. Menatap dua paperbag berisi kue ulang tahun. Tapi dari bola  matanya kosong. Pikirannya bercabang.

Dita kasihan melihat Luna, sekaligus merasa bangga memiliki sahabat seperti Luna. Kalau Dita diposisi Luna, dijamin dia tidak tahan. 

Dita duduk disamping Luna, lalu memukul pelan pundak Luna. "Lun."

Luna mengerjapkan matanya, tersadar, lalu melihat kesamping. Ternyata Dita. Luna langsung menghapus air mata yang entah kapan keluar.

"Lo nangis? Kenapa? Siapa yang jahatin lo? Bilang sama gue." tanya Dita bertubi-tubi.

Luna terkekeh pelan melihat sahabatnya ini. Cuma dia yang paling cerewet bila sahabatnya lagi sedih. Kadang Luna manggil dia "ibu", karena perhatiannya, cerewetnya layak ibu sama anak.

"Gue gak nangis."

Dita berdecak kesal. "Masi juga bohong lagi? Jelas gue liat air mata lo tuh." Dita menunjuk sudut mata Luna yang berair.

"Udah tau gue nangis, kenapa ditanya lagi coba?"

Dita menghembuskan nafasnya berat. Tidak lagi menjawab ucapan Luna barusan. Penasaran, Dita membuka satu persatu papper bag  itu. Setelah membukanya, Dita jadi sadar kenapa sahabatnya melamun.

"Gara-gara ini lo jadi melamun?"

Luna tidak menjawabnya, hanya berdehem saja tapi secara tidak langsung Luna meng iya kan pertanyaan Dita.

"Gak usah dipikirin kali, mungkin mereka udah mulai buka hati buat lo."

Luna menggelengkan kepalanya. Merasa kalau jawaban Dita tadi mustahil terjadi. "Iya atau gak nya, gue gak berharap lebih. Kalaupun iya gue bersyukur, kalau tida ya gak papa. Lagi pula gue udah terbiasa kok." ucapnya sambil tersenyum.

Ralat, senyum yang kesannya seperti terpaksa.

"Gue tau ini berat, but lo harus kuat ya. Tetap jadi Luna yang gue kenal. Kalaupun mereka menjauh, ada gue. Ada Fitri dan bang Dean yang selalu ada buat lo. Gue sayang sama lo. Banget. Gue yang akan jadi orang pertama, berdiri di depan lo kalau ada yang nyakitin lo. Percayalah."

Luna tersenyum. Merasa terharu dengan ucapan sahabatnya. Luna langsung memeluk Dita dengan erat, lalu dibalas dengan Dita. "Kalau lo sedih, elo bisa datang ke gue. Rumah gue terbuka lebar buat lo. Atau ga lo bisa telvon gue. Gue selalu ada buat lo. Jangan merasa sendirian ya cantik, gue mau elo bahagia terus. Harus itu gak boleh tidak."  Dita mengelus lembut punggung Luna.

Luna mengangguk kan kepalanya. "Dan lo jangan pergi ya. Gue gak tau lagi kalau seandainya lo sama Fitri pergi."

"Gue gak akan pergi kok. Gue jamin."

Lagi asik berpelukan, tiba-tiba datang si perusuh. Membuat pelukan kami terlepas, Dita dan Luna pun hampir terjatuh ke belakang akibat dorongan nya. Siapa lagi kalau bukan si tukang makan, Fitri.

"Gue ga terima ya kalau kalian berpelukan gak ada gue. Gue juga mau ikutan." ucapnya heboh.

Dita berdecak kesal, lalu menjitak pelan jidat Fitri. "Lo merusak suasana mulu. Bagus lo makan sono."

Fitri berkacak pinggang, menatap kesal ke arah Dita. "Dih, gue kan sahabat Luna, jadi gue harus ikutan pelukan lah. Masa lo mulu." jawabnya sewot.  Setelah itu Fitri menarik paksa Dita dan Luna lalu mereka berpelukan.

Dita yang merasa engap dipeluk erat, berusaha melepaskan pelukan itu. Saking engap nya tadi Dita tanoa sadar menahan napasnya. Pelukan itu terlepas, lalu menatap sengit ke arah Fitri.

"Lo niatnya pelukan atau mau bunuh orang? Engap njir."

"Suka-suka gue dong." Fitri kembali menjilat tangannya yang masih ada bekas selai kue tadi.

Seketika Dita sadar, lantas melihat belakang bajunya dan ternyata ada bercak kue.

"FITRI BANGKEE, BAJU GUE KOTORRR. GAMAU TAU LO CUCI SEKARANGGG."

Fitri langsung kabur, menyelamatkan dirinya dari serangan amukan Dita. Dan Luna pun tertawa melihat tingkah dua sahabatnya itu, tanpa mempermasalahkan bajunya yang ikutan kotor karena Fitri.

TBC

Gimana? Lanjut?

Jangan lupa follow akun wp ku dan
@thessangl_
Okay


LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang