Keesokan harinya, di taman belakang fakultas hukum Viko duduk sembari melihat sekitar. Menunggu seseorang yang sejak kemarin memaksa dirinya untuk bertemu di tempat ini.
"Sorry gue telat." ujar cowok itu santai lalu duduk disamping Viko.
Viko mendengus kesal. "Janjinya jam berapa, datangnya jam berapa. Dasar human Indonesia!"
Memilih abai, cowok itu langsung mengeluarkan hp nya dan menyodorkan hp itu ke Viko.
"Apa? Lo mau ngasih hp mahal Lo ke gue? Sorry, gue udah punya IP keluaran baru." Ucapnya songong.
Nah kan, songongnya kumat!
Cowok itu berdecak kesal. "Minta nomor sahabat dekat Luna waktu SMA."
Viko ber oh ria, lantas mengambil hp itu dan mengetikkan nomor dua sahabat Luna yang dia simpan di hp nya. Lalu mengembalikan hp itu ke pemiliknya.
Setelah itu cowok itu berdiri.
Viko membelalakkan kedua matanya. Demi Neptunus, cowok sableng itu nyuruh kesini, nunggu setengah jam hanya untuk minta nomor doang? Wah gila!"Tujuan Lo cuma minta nomor tapi nyuruh ketemuan kesini. Kesannya gue mojok sama doi bangsat!"
"Gue buru-buru. Ada kelas 10 menit lagi. Dan gue lupa minta nomor Lo."
Ah ya lupa, itu cowok kan gapunya nomor gue.
"Untuk sementara gue minta dua teman Luna buat mantau cowok itu. Gue gabisa kesana, bentar lagi gue sempro jadi gada waktu buat urus ini. Dan gue harap Lo bisa jaga Luna. Ketauan Luna kenapa-napa, nyawa lo taruhannya." tegas cowok bermata tajam itu lalu meninggalkan Viko yang terdiam dengan raut wajah ketakutan.
Gila, tatapan nya tajam bener. Tapi kenapa para ciwi suka? Gue aja yang liat malah merinding?
***
"Jalan yuk. Suntuk gue dikos mulu." ajak Tabitha sambil melihat Luna yang menikmati semangkok bakso dengan kuah yang bener-bener bikin orang bakalan bolak-balik ke WC. Bayangkan aja kuahnya merah pekat, dengan sambal botol banyak ditambah sambal cabe ijo giling, pasti kalian bisa bayangkan seberapa pedasnya. Bahkan Tabitha pun merinding melihat mangkok Luna.
Dengan keringat bercucuran diwajahnya, gadis itu meraih tempat minum disamping Tabitha dan menuangkan kedalam gelas bekas berisi es teh yang sudah tandas, tersisa beberapa batu es saja.
"Anjir pedass."
Tabitha hanya bisa meringis sambil mengamati wajah Luna yang sama merahnya degan kuah bakso. Ga deng, canda hehe. Sudah tau Luna tak kan kuat makan pedas, tapi masih aja di gas. Ntar ngeluh sakit perut, dinasehatin ada aja jawabannya.
"Lidah gue ga bergoyang mantap kalau ga pedas makanan gue. Hambar, kayak hidup ga disemangatin ayank."
Merasa kasihan, lantas Tabitha meminta air hangat ke kang Asep, lalu dia berikan ke Luna.
"Minum ini, biar rasa pedas di lidah Lo berkurang."
Luna langsung meminum nya perlahan, dan ternyata benar. Gak lama kemudian, rasa pedas dilidahnya perlahan hilang. Kini Luna menghela napas lega.
"Makasih yaa. Duh bestie pengertian deh." Tak lupa kedipan manja Luna yang buat Tabitha mendengus kesal.
"Besok-besok ulangin lagi ya, lu sakit gue biarin sampe mampus!"
Gini amat punya teman modelan emak-emak. Kerjanya merepeett mulu.
Luna hanya bisa cengar-cengir sambil mengedipkan sebelah matanya. "Jangan marah-marah nanti cepat tua."
Tabitha mendengus sebal, memilih diam sambil menikmati pizza mini yang dia beli tadi pagi di toko roti dekat rumahnya. Yakali di toko pakaian dalam dia beli kue begituan.
"Eh tadi Lo bilang apa? Jalan? Yauda hayuu gass. Kebetulan stok bacaan novel gue dah abis."
Ucapan Luna tadi sukses membuat Tabitha melongo. Tunggu, tadi dia bilang stok bacaan novelnya habis?
"Buku sebanyak itu dan Lo mau beli lagi? Ga skalian aja neng buka perpustakaan novel?"
"Ahh ide yang bagus. Boleh juga. Ntar gue perbanyak koleksi novel dan gue pinjemin perhari 50k."
Tabitha gak habis pikir sama jalan pikiran gadis dihadapannya. Benar-benar aneh.
"Dan Lo kalau gue kasi harga khusus, per hari 100k, baik kan gue?" Ujar Luna seraya menarik turunkan alis matanya.
"Sinting! Pelit amat sama temen sendiri!"
"Gue pernah baca satu kalimat motivasi."
"Apatuh?"
"Jangan hubungkan hubungan apapun dengan bisnis. Bisnis ya bisnis teman ya teman. Jadinya gue harus lakuin itu. Mantap kan?"
TBC
HUWAA sorry baru bisa update huhuu
Gimana? Lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...