Luna membawa kedua sahabatnya ke dalam kamar. Baru aja pintu dibuka, Dita dan Fitri berdecak kagum. Kamar Luna sangat rapi dan estetik. Walaupun kamar kecil tapi terasa besar dan luas karena semua barang tertata rapi dan bersih. Beda sama kamar mereka dua. Sarang laba-laba pun sepertinya enggan di kamar Luna.
Fitri masuk duluan ke dalam kamar. Matanya menangkap salah satu objek di sudut kiri kamar Luna. Kulkas beserta keranjang berisi aneka makanan dan minuman. Fitri membuka kulkaa mini itu dan lagi dia kagum. Isi kulkasnya penuh. Dita mengikutin Fitri dan dia kaget.
"Gila, ini kamar atau kedai? Pake kulkas segala. Dispenser pun ada." Tanpa izin Fitri langsung mengambil beberapa cemilan dan minuman. Luna menggelengkan kepala melihat tingkah Fitri yang kegirangan melihat makanan.
"Kalau gue punya kamar seperti ini, gue betah banget dikamar. Gak akan mau keluar kecuali buang air kecil sama mandi." sahut Dita langsung disetujui Fitri.
"Gue mager turun tangga. Apalagi kalau tengah malam tiba-tiba lapar. Jadi gue berinisiatif buat beli kulkas mini sama dispenser." jelas Luna.
Luna meletakkan koper milik kedua sahabatnya ke dekat lemari baju nya. Sedangkan Fitri sahabatnya sibuk dengan makanan dan Dita sibuk menyalakan laptop untuk nonton drakor bareng. Padahal itu koper mereka dua, tapi Luna yang bawa.
Gapapa, tamu adalah raja. Untung sahabat.
Luna duduk di sebelah Fitri yang sibuk menata cemilan serta minuman untuk difoto. "Lo gak mandi dulu?"
"Emang kenapa? Gue bau ya?" Luna mencium kedua ketiaknya yang tidak terlalu bau.
"Gue belum jawab ya, lo sendiri yang jawab."
"Sialan" Luna mengumpat kesal. "Serius gue bau atau ga?"
"Kan tadi lo yang jawab."
"Gini amat punya sahabat. Yauda gue mandi dulu. Gue harap setelah gue mandi kamar gue masih aman tanpa satu debu." Luna mengambil pakaian serta handuk nya. Biasanya kalau gak ada tamu, Luna pakai pakaian langsung dikamar.
Sembari nunggu Luna mandi, Dita dan Fitri melihat seisi kamar Luna. Kali ini mereka ingin ngecek meja make up Luna. Dan ternyata...
"Gilaa!" Dita berseru heboh. Matanya gak berkedip saking kagumnya melihat isi meja make up Luna. Benar-benar lengkap.
"Fit, gila kesini buru." Fitri yang daritadi melihat isi kulkas Luna langsung menuju ke tempat Dita. Tidak lupa dia menutup pintu kulkas, boros listrik.
"Ada apa sih?"
"Lihat ini." Dita menarik tangan Fitri supaya lebih dekat lagi. "Benar-benar kamar idaman njir, semua serba ada. Meja make up nya pun full make up dan skincare."
"Amazing" Fitri berdecak kagum. Gila, koleksi skincare dia kalah banyak sama skincare Luna. Apalagi skincare yang Dia idam-idamkan dan susah kali dicari, ada sama Luna.
Fiks kalau kalian jadi Luna, pasti nyaman banget. Gak akan mau keluar kamar, kecuali makan, mandi, sekolah atau pergi ke tempat lain.
Disaat Dita fokus sama skincare, mata Fitri menyipit melihat bingkai foto meja rias Luna. Foto dia dan satu cowo yang dia kenal.
Ya, foto selfi Luna dengan Ferdo.
"Dit." Fitri menepuk pelan pundak Dita.
"Apa?"
"Tuh" sudut mata Fitri mengarah ke foto tadi. Dita pun mengikuti arah tatapan Fitri, dan dia sedikit terkejut.
"Mereka jadian?"
***
"
Lo bikin apa sih? Lama bener di dapur." teriak Dita dari tangga.
"Bikin racun." jawab Luna asal. Paling anti kalau disaat dia kerja ada yang nanya. Padahal tadi dia sudah bilang mau ke daput bikinin minuman.
"Yaudah gercep woy, ntar gue sama Fitri nonton duluan. Gue gamau spolier." Dita langsung pergi ke kamar tanpa mendengar jawaban dari Luna.
Luna berdecak kesal. Melanjutkan buat minum untuk dua sahabat nya. Kata mereka, mau nginap disini selama tiga hari. Luna jadi bergidik ngeri, membayangkan bagaimana nasib kamarnya nanti.
"Eh disi rupanya. Buatin abang kopi dek." Dean tiba-tiba datang dan duduk di kursi ruang makan.
Luna mengangguk. Dengan cepat dia membuat kopi untuk abangnya.
"Pake gula?"
"Gak usah"
"Air panas semua atau campur air biasa?"
"Air hangat semua."
"Pake kecap manis? Kecap asin?sambal?"
"Abang suruh bikin kopi ya, bukan bikin soto." jawabnya kesal. Luna tertawa mendengar ucapan abangnya.
"Lagian situnya jalan hidupnya kok hambar sih? Datar mulu. Gak berwarna. Gini nih kelamaan jomblo." Luna menghantarkan kopi, lalu meletakkan kopi di depan bang Dean.
"Adek bangke. Suka gak sadar diri."
Lagi- lagi Luna tertawa mendengar ucapan bang Dean. Senang rasanya buat bang Dean marah.
"Ketawa aja terus, ntar kualat"
"Mana bisa ku- aduhh." Luna meringis sambil mengelus lututnya yang berdenyut-denyut akibat tersenggol sama kaki meja"
"Udah abang bilang kualat, makanya sering-sering jahilin abang ya, biar kena lagi."
***
Lanjut? Kuy spam next.
Jangan lupa share ke teman" kalau kalian suka sama cerita ini.
See you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...