Hari demi hari sudah ia lewati, tanpa terasa sekarang sudah sudah kelas 12. Tepat sudah setahun ia hidup jauh dari keluarganya. Ia rasa, keluarganya tidak peduli dengannya. Terbukti mereka tidak mau mencari dirinya. Menelfon pun tidak ada.
Luna sadar. Ia tidak diharapkan kembali oleh keluarganya. Sengaja tidak mencari keberadaan nya dan membawanya pulang, karena mereka sudah bahagia tanpa Luna. Saudaranya bahkan tidak mau meliriknya disaat mereka tidak sengaja bertemu.
Masalah sekolah, semua keperluan sekolah ditanggung oleh abang sepupunya. Pernah sekali mom datang ke sekolah untuk bayar uang sekolah. Tapi ternyata Dean sudah melunasi uang sekolahnya. Bahkan ia berpesan kepada mom agar berhenti peduli sama Luna. Biar ia yang menanggung semuanya.
"Mom, Luna kangen." lirih Luna. Tangan bergetar saat menyentuh bingkai foto dirinya bersama keluarga.
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi 20 menit yang lalu, namun sampai sekarang Luna belum beranjak dari kursinya. Tetesan air hujan yang semakin deras membuatnya enggan keluar kelas. Dibuka nya jendela lalu menjulurkan tangan. Merasakan sensasi dingin air hujan.
"Lo yakin tetap disini? Kelas mau ditutup ntar lo terkurung."
Luna menatap Dita sambil tersenyum, lalu kemabali menatap keluar jendela. "Duluan aja, gue masih betah disini."
"Terus gue ninggalin lo sendirian disini?"
"Ya."
Dita menggelengkan kepala. Tidak. Tidak mungkin ia meninggalkan sahabatnya sendiri.
Drtt.. Drtt..
Dita melihat siapa yang menelfon nya.
"Lun, gue angkat telfon dulu." Luna hanya menganggukkan kepala tanpa menatap Dita."Halo bang"
"..."
"Luna sama gue bang."
"....."
"Oke bang."
Dita kembali ke Luna. "Lun, hp lo mana?"
Luna mengeluarkan hp nya, lalu mengaktifkan hp nya.
"Anjir, pantasan gabisa dihubungin, ternyata di matiin". Gerutu Dita.
Luna membuka pesan dari abangnya, ternyata dirunya sudah ditunggu abangnya. Dengan cepat Luna mengemas barangnya dan berlari menuju mobil abangnya.
"Etdah gue ditinggalin."
Luna memukul keningnya dan mutar balik ke arah Dita. Ditariknya pergelangan tangan Dita lalu berlari. Terlihat jelas abangnya berdiri dekat parkiran menggenggam payung.
"Tunggu abang telfon Dita dulu baru kesini." sindir Dean yang dibalas cengiran Luna.
Sudah jadi kebiasaan Luna, selalu mematikan hp nya disaat berangkat sekolah. Katanya takut orangtuanya
nelvon dan memaksa Luna pulang ke rumah. Luna belum siap jika balik lagi ke rumah orangtuanya. Padahal tidak ada satupun notif entah itu chat atau telvon dari mereka."Dita ikut aja." tawar Dean kepada Dita. Merasa kasihan tidak bisa pulang karena terjebak hujan. Sial, entah kenapa dia bawa kendaraan sendiri, padahal orangtuanya tidak mengizinkan Dita bawa motor. Parahnya lagi, Dita bawa motor tapi tidak bawa mantel hujan. Terpaksa nunggu hujan reda, kalau tidak ia bisa kena marah karena basah kuyup, apalagi Dita mudah sakit, pasti malam nya ia demam.
"Nggak usah bang, maka-"
"Ntar abang suruh teman bawa motor mu, aman kok sampe dirumah, daripada nunggu hujan reda kan lama." ujar Dean meyakinkan.
Dita pun menyetujuinya dan masuk ke dalam mobil. Sebelum berangkat Dean menelvon temannya untuk mengantar motor Dita dan menitipkan kunci motor ke satpam.
***
"Bang."
"hm."
"Iss bang, liat Luna."
Dean berdecak kesal lalu menatap Luna.
"Apaan sih Lun, abang lagi sibuk ni, sana belajar. Tu makanan udah abang sediakan." suruh Dean lalu kembali mengerjakan tugasnya.
"Ini tugas abang kok tebal kali ya? "
"Ini namanya skripsi dek. Ntar kalau udah kuliah, pasti bakalan buat ini." jawab Dean.
"Oh ya bang, tadi Luna cek pesan, terus ada pesan dari mom."
Tangan Dean berhenti mengetik mendengar ucapan Luna dan melihat ke arah Luna. Luna membuka hp nya dan menunjukkan pesan itu ke Dean.
"Luna baru ingat bang, sekarang mom ulang tahun." ucap Luna sendu. "Biasanya kalau mom ultah, Luna yang paling pertama beri hadiah sama mom, padahal mom tidak pernah terima hadiah dari Luna."
Dean tahu Luna pasti sedih. Terlihat jelas dari bola matanya yang mulai berkaca-kaca, dan suaranya parau. Dean sudah dengar semuanya dari abang kandung nya. Walaupun Dean tidak terlalu akrab sama saudara kandungnya, tapi mereka saling kirim pesan. Dean tahu kalau Luna, orang yang paling semangat jika salah satu keluarga nya ulang tahun. Namun semenjak Luna pisah dari keluarganya, Luna tidak pernah melakukan hal itu lagi.
Dean menghela napas kasar lalu menarik Luna ke dalam dekapannya. Di peluknya Luna dengan penuh kasih sayang. Memberikan kekuatan ke Luna yang sedang bersedih.
"Jadi kamu maunya apa?"
Luna mendongak kan kepalanya, menatap sang abang. "Gimana kalau kita ke rumah mom, beri kado?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Roman pour Adolescents(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...