Bel pun berbunyi, seluruh siswa berhamburan ke luar kelas. Setelah merasa aman dan kelas sudah sepi, kami langsung ke dalam kelas dan bersiap-siap pulang.
"Huft untung saja sudah sepi." ucap Luna sambil mempercepat gerakannya.
Gak lama kemudian, mereka pun sudah vcrmerapikan semua barangnya.
"Lo dari mana?" tanya seseorang saat melihat Luna dan Dita jalan menjauhi kelas.
Luna pun berhenti, mendengar suara yang begitu familiar ditelinganya. Luna membalikkan badan dan mendapati Ferdo yang juga menatapnya.
"Haruskah lo tahu jawabannya?"
"Iya."
Luna menghembuskan nafas kasar. Lantas langsung membalikkan badan dan meninggalkan Ferdo begitu saja.
"WOY GUE NANYA SAMA LO." teriak Ferdo namun diabaikan Luna.
***
Luna menuju parkiran, tempat mobil Dita parkir. Luna pun mendapati Dita yang menunggu kehadirannya.
"Hoy." kaget Luna
Luna yang tertawa puas melihat raut wajah Dita yang kaget dan terkejut.
"Udah selesai kencan sama Ferdo?" tanya Dita kesal, Luna terus saja menertawakannya. Padahal dia sudah tau kalau Dita itu latah.
"Yang kencan sama dia siapa coba? ngaco."
"Lo pikir gue bego? noh tu bocah baru nampak. Disini sepi sist. Cuma ada kita bertiga, dan di dalam itu tak ada siapapun selain lo sama dia. Masih ngelak juga."
Luna pun dibuat kicep setelah ketahuan berpapasan sama Ferdo. Luna pun masuk kedalam mobil dan melaju meninggalkan sekolah.
***
"Kenapa lo, masam banget tu muka kayak jeruk purut." Figo, orang yang baru dekat dengan Viko.
Viko mengabaikan Figo. Menyibukkan diri dengan sebatang rokok di tangannya dengan tatapan kosong, memikirkan cara untuk mendapatkan hati Luna kembali.
Viko merampas mancis dari genggaman tangan Figo, dan langsung menyalakan rokok.
"Anjing lo, mancis gue lo maling." maki Figo gak terima Viko merampas mancis satu-satunya dirampas Viko tanpa izin.
"Cih. Gue kaga maling mancis lo. yang ada lo maling mancis orang." ucap Viko gak suka dicap sebagai maling. Padahal dia cuma minjam sebentar. Eh kalau minjam, emang Viko ada bilang kata pinjam?
Figo pun terdiam, termakan omongan sendiri, mengatai orang maling, nyatanya dia sendiri maling.
Ya maling. Itu mancis punya dia, sebenarnya punya orang yang dia pinjam tapi gak dikembalikan. Viko menatap rokok yang berasap tanpa dimasukkan kedalam mulutnya.
"Masalah Luna lagi?" tebak Gino tepat sasaran.
Viko tersentak, mengalihkan pandangan ke Gino, teman kecilnya , orang kepercayaan Viko untuk berbagi kisah masalahnya.
Viko dan Gino sahabatan sejak kecil. Sedangkan Figo, orang baru yang udah dianggap sahabat sama Viko dan Gino.
"Tanpa lo cerita, gue udah tahu apa yang lo pikirkan." Gino seakan tahu apa yang dipikirkan Viko.
"Tau apa lo tentang gue?"
"Cih. Lo gak usah ngelak. Masalah lo itu cuma Luna, Luna dan Luna. Lo ingin buat Luna kembali ke lo, tapi ada saudara lo yang menghalang usaha lo? gitu?"
"Kok lo tahu?"
"Apa yang gak gue ketahui dari lo? gue udah kenal lo dari orok. Dari lo masih ngompol sampe bisa gede. Jadi gue tahu apa yang lo pikirkan sekarang."
Viko menghembuskan nafas berat, setelah itu mulai menghisap batang rokok dan melepaskan asap ke udara. Hanya rokok, Viko bisa melepaskan semua pikiran yang membuatnya stres. Rokok sebagai tempat pelampiasan rasa stres yang dia hadapi. Walau orangtuanya melarang untuk tidak merokok lagi, namun bukan Viko namanya jika dia keras kepala dan tetap mengikuti kemauannya.
Viko pun berdiri dan mengambil bungkus rokok dan kunci motornya, meninggalkan kedua temannya dari tempat tongkrongan mereka.
"Napa tu Viko? galau ?" tanya Figo heran.
"Ntah lah. Tuh anak gakk berhenti galau mulu."
"Apa perlu kita yasinin dulu baru dia berhenti galau?"
Plakk!
Gino memukul kepala Figo dan meninggalkan Gino secepat mungkin sebelum dia berubah menjadi singa jantan yang siap menerkam mangsa.
"Bangsat lo Go, sini lo. Kalian berdua tegah ninggalin babang sendiri disini." Figo alay.
***
"Dari mana saja kamu?"
Mendengar suara berat dari arah tangga, sontak Viko melihat ke sumber suara dan mendapati sang ayah menatap dingin kearahnya. Viko yang sudah lelah pun mengabaikan pertanyaan sang ayah. Malas berdebat dengan ayahnya.
"Viko!" teriak sang ayah, namun duanggap angin lalu oleh Viko. Viko pun masuk ke kamar dan menutup pintu dengan kencang.
Anak itu tidak pernah berubah. Dengan cara apa lagi agar anak itu jera.
Tbc
hola gaess, maaf ya, baru bisa update
sejauh ini, apakah Luna menyenangkan? seru?
Jangan lupa voment gaes~echa
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...