Hollaaa!!!
Wahh ga terasa udah part 76. Gila ya udh lama betul aku ga update huhu. Harap maklum aku lg sibuk sama dunia perkuli (ah) an wkwkwk...
Yok bisa yok bantu ramein cerita ini. Cukup vote dan komen xixi.. share ke temen" jga dongs wkwk..
Dah sekian basa basinya, yukk kita mulaii nguenggg....
***
Bahkan aku sendiri tidak meminta hidupku seperti ini. Tapi aku yakin, Tuhan punya rencana indah dibalik semua ini
Gadis yang berjam-jam pingsan kini terbangun dengan wajah sembab dan mata bengkak. Dan heran karena tiba-tiba berada dikamar Tabitha padahal seingatnya dia di jalan. Entah apa yang terjadi setelah dia pingsan.
"Duh si anak gadis ini baru sadar rupanya." celetuk Tabitha. Membuat Luna kaget. Kebiasaan Tabitha yang selalu tiba-tiba muncul. Udah tau Luna latah.
"Kok gue bisa ada di kamar Lo?" Tanya nya dengan raut wajah bingung. Seingatnya dia tadi pingsan tapi sebelum dia enggak sadar, dia melihat sekilas sosok cowok didepannya. Setelah itu dia pingsan dan enggak tau apa selanjutnya. Dan dia bingung siapa yang bawa dia kemari? Terlalu banyak tanda tanya dikepalanya membuat kepalanya kembali berdenyut kuat, seakan ada ribuan jarum menusuk diseluruh kepalanya. Reflek Luna memegang kepalanya sambil meringis kesakitan.
Tabitha panik. Lantas dia langsung menelpon Viko. Memberitahukan kalau Luna pingsan lagi. Heran dah padahal baru aja siuman udah pingsan lagi.
Tak lama kemudian, Viko datang dengan tidak santainya mengetok pintu dengan kuat. Udah kayak tukang penagih utang aja. Mana setelah dibuka langsung nyelonong masuk engga ada bilang salam dulu. Emang dasar bocah edan!
"Njir, ini bocah belum sejam sadar malah turu. Tcih!" Sindir Viko melihat Luna yang lagi-lagi pingsan. Entah masalah apa yang sekarang dihadapi gadis ini sehingga dia pingsan diluar dengan membawa koper. Untung saja Viko melihatnya.
Viko menatap sendu gadis itu. Wajahnya begitu tenang saat tidur. Seolah-olah dia melupakan beban yang selama ini dia tanggung sendiri.
Kasihan Luna. Sudah cukup dia melihat ketidak adilan yang dialami gadis ini selama hidupnya. Dan dengan bodohnya dia ikut andil dalam drama keluarga gadis itu. Betapa begonya dia menyakiti hati Luna hanya demi suatu hal.
Jika seandainya dia ceritakan dari awal, terserah mau Luna percaya atau tidak yang penting beban dalam pikirannya ilang. Selama ini dia mencari cara agar bisa bertemu dengan Luna dan menjelaskan semuanya agar tidak ada lagi kesalah pahaman. Tapi tiap dia bertemu Luna selalu berusaha menjauh. Dia sadar diri, ini salahnya. Dia juga penyebab luka gadis itu. Dan kini dia kehilangan kepercayaan dari gadis itu.
Begitu juga dengan Tabitha. Gadis yang belum lama berteman dengan Luna kini merasa sedih. Walaupun pertemanan mereka belum lama, tapi dia sebagai teman dekatnya merasa tidak berguna karena tidak selalu ada buat gadis ini. Kini gadis yang pingsan pasti memikul banyak duka dan luka. Apalagi saat dia melihat banyaknya bekas sayatan tangan yang tercetak jelas . Tabitha semakin yakin mengapa Luna dulu takut untuk pindah ke rumah abangnya. Letak rasa sakitnya pasti di keluarga nya.
Dia enggak tau seberapa besar masalah yang dihadapi Luna. Tapi dia berharap, Tuhan mempermudah jalan nya. Seperti lirik lagu Febby Putri "Tiada yang meminta seperti ini, tapi menurutku Tuhan itu baik"
Dan aku harap keajaiban itu datang dihidup Luna. Setidaknya berikan dia kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan selama ini.
Mungkin, dengan adanya Ferdo hidup Luna jadi makin berwarna.
Atau sebaliknya?
We never know.
Hanya bisa berdoa yang terbaik demi Luna.
"Apa perlu kita bawa ke rumah sakit? Gue khawatir kondisi dia semakin memburuk."
Tabitha menoleh ke sumber suara. Namun enggan membalas. Rasanya buat berbicara aja pun tidak sanggup.
Viko menghela napas. Sekarang dia bingung harus ngapain. Mau manggil dokter pun jadi takut. Bukan takut, tapi lebih ke segan. Ya kalian pasti paham kan? Belum lama dokter pulang malah disuruh datang lagi.
Kini dia menatap ke arah Tabitha. Satu pertanyaan terlintas dipikirannya. Yang membuatnya jadi merasa sedikit terganggu.
"Lo tau kenapa dia bisa sampe nekat kabur dari rumah abangnya?"
Tabitha menoleh sebentar, lalu kembali menatap Luna. Gelengan kepala nya menjadi jawaban atas pertanyaan Viko.
"Yang seharusnya nanya itu gue, bukan Lo. Kan Lo udah lama kenal sama dia, masa Lo gak tau apa masalahnya? Dan lagi pula kan Lo juga yang nolongin dia, sapa tau Lo paham kenapa Luna sampe nekat kabur tengah malam gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...