Luna ~ 82

120 5 2
                                    

Sehabis dari bioskop, tiga anak muda itu melangkahkan kakinya sembari melihat sekitar. Mencari tempat makan yang mereka inginkan. Tidak lupa dengan suara perdebatan mereka dua yang tiada habisnya. Entah apa yang mereka debatkan sampai mereka betah meributkan hal spele. Dan Luna? Memilih diam, tertawa pelan serta geleng-geleng kepala melihat kedua orang disamping kiri-kanannya.

Tanpa sadar, ada sepasang mata menatap Luna dari jauh. Tatapan senang dan legah, melihat gadis itu baik-baik saja.

"Bro,kasi saran kek ini malah diem aja, liatin apaan dah?"

Sontak ke 4 teman si cowok itu melihat ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah pandangan cowok itu.

"Itu kan cewek yang Lo tolong itu kan Dean?"

"Hah? Kapan?"

"Itu njir waktu pkkmb, nah itu cewek pernah dihukum eh malah pingsan. Makanya elu jadi panitia jangan dikantin Mulu!"

"Anjir kaga usah diingetin Napa, ck!"

Ke 4 cowok itu melihat Dean yang berjalan kearah gadis itu tanpa berniat mengikuti, mungkin ada sesuatu yang penting.

Tanpa menjawab pertanyaan dari temannya, Dean langsung berjalan ke arah tiga anak muda yang kini mau memasuki salah satu tempat makan sushi.

"Dek."

Deg.

Tiga pemuda itu membalikkan badannya, dan terkejut melihat abangnya yang kini ada di hadapannya. Hati dan pikirannya ingin pergi menjauh tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerjasama. Hanya bisa terdiam menatap abangnya.

Setelah berdiri didepan adiknya dengan sangat dekat, cowok itu meraih satu tangan Luna dan sekali tarikan kepala gadis itu menabrak dada abangnya. Memeluk erat adiknya, menyalurkan kerinduan dan penyesalan setelah mereka ribut waktu itu.

Sedangkan Viko menarik tangan Tabitha, sedikit menjauh dari Luna dan abangnya.

"Sakit anjing!" Umpat Tabitha seraya menggosok pelan tangannya yang memerah karena Viko.

"Sorry, ga sengaja."

"Bapak Lo tu sengaja. Sakit bangsat! Merah nih tangan gue."

"Kan gue dah minta maaf!"

"Kok malah ngegas Lo!"

"Lo mulai duluan bangke!"

Ahh sudahlah, biarkan mereka dua berdebat sampe mampus.

"Gue minta maaf, karna ucapan gue bikin Lo pasti sakit hati. Gue sadar seharusnya gue gak maksa Lo waktu itu."

Tidak ada respon dari adiknya membuat dirinya kembali bersuara.

"Kondisi mom memburuk."

Tiga kata yang sukses membuat Luna terkejut. Dengan mendongakkan kepalanya, menatap Jerry seolah mencari tau apakah cowok dihadapannya ini berbohong atau tidak.

"Lo gak bohong kan? Ini? Ini ga lucu sumpah."

"Gue gak bohong. Belakangan ini kondisi mom semakin drop. Dan dad terus memaksa gue buat cari keberadaan lo. Lo tau sendiri gimana sikap dad kan?"

Seketika tubuh Luna terasa lemas setelah mendengar kabar mom nya yang ternyata jauh dari kata baik. Tapi situasi nya sekarang membuat dirinya bimbang antara pulang atau tidak.

Hatinya seakan berteriak untuk pulang, tapi pikirannya berkata lain. Bohong kalau Luna tidak merindukan keluarganya. Nyatanya, tiap malam dia menangis, namun tidak ingin menunjukkan sisi lukanya ke semua orang. Dia rindu pulang. Tapi rumah nya pun baginya tidak pantas untuk tempat berpulang. Rumah itu terlalu banyak memory luka dan pedih, yang membuat dirinya takut untuk kembali, walau rasanya ingin.

Dan kalian pasti pernah ngerasain hal yang sama kan? Ketika rumah tidak layak lagi untuk tempat berpulang. Sehingga dia bingung harus berteduh kemana lagi.

Jerry tau seberapa besar usaha adikny untuk dekatin mom nya. Dan hanya dia yang mau mengurus mom saat sakit disaat yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Cowok itu ingin membujuk Luna kembali untuk ikut bersamanya. Tapi dia juga gamau mereka kembali renggang lagi.

"Kapan kesana?"

"Besok."

"Gue pengen Lo balik, dek. Tapi gue ga bisa maksa Lo. Asal Lo tau, mom selalu nelpon gue hanya untuk nanya keberadaan lo. Merry pun ngomel karena mom selalu memanggil nama Lo. Kalau Lo mau ikut, ayo. Kalau ga juga gapapa. Gue paham."

"Maaf. Gue gabisa ikut." Ujarnya lirih.

Jerry mengangguk pelan. "Gapapa, tar gue kabari terus perkembangan kondisi mom."

Luna tersenyum, lalu mengangguk pelan. "Titip salam buat mom, moga cepat sembuh. Gue disini bantu doa."

"Itu juga bagus. Doakan gue juga, biar gue bisa memperbaiki dan menyatukan kembali keluarga kita seperti dulu. Gue gamau kita terus seperti ini. Gue rindu keluarga kita yang dulu."

Ga hanya Lo bang, gue juga. Tapi gue gabisa. Rumah itu terlalu banyak memory pahit. Gue gamau ulang rasa sakit itu lagi.

"Amin."

Kalau Tuhan mengizinkan bang. Mengizinkan kita kembali bersatu. Atau mungkin gakan bisa. Gue gamau terlalu banyak harap.

***

GIMANAAA? MASI STAY DISINI? YUK VOMENT NYA YAKK BIAR AKU SMENAGAT UPDATENYA XIXIXI

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang