SBU 91

7 4 0
                                    

2 Minggu.

Berat sekali rasanya untuk membuka pembicaraan. Ya, walaupun memang keadaannya lebih baik. Mereka kembali saling menyapa, dan bertanya. Namun tidak untuk kembali bersama. Berkunjung ke rumah salah satu diantara mereka, curhat hal-hal tidak penting, ke kantin atau ke WC bersama. Rasanya, walaupun sudah di klaim berbaikan, mereka masih saling memusuhi.

"Gue duluan!" Suara Starlla membuyarkan lamunan Almira. Almira mengangguk. Mengangkat tangannya, lalu menggerakannya ke kanan ke kiri.

"Tiati!" Jawabnya. Kelas sudah kosong. Namun Almira masih ingin diam disana sebentar, belum lagi, ada berkas penting yang harus ia rekap.

Almira berjalan menuju RUMOS, mencoba mencari berkas itu di loker jabatannya. Dan benar saja, berkas itu ada disana.

Merasa lega akhirnya Almira kembali berjalan ke kelas. Namun di jalan, seseorang menabraknya hingga terjatuh.

"Sorry!" Ucapnya yang tanpa aba-aba ataupun meminta persetujuan dari Almira, langsung menarik tangannya, untuk membantunya bangkit. Almira membersihkan bagian belakang roknya.

"Iya. Its okay, lain kali be careful ya!" Ucapnya. Mengukirkan senyum kecil, pupil Almira sedikit membesar, mengetahui siapa yang menabraknya tadi.

"Langit, lo. Nangis?" Tanya Almira tiba-tiba. Langit menatapnya dingin. Tanpa ekspresi. Lalu berjalan melewatinya.

"Lo salah liat." Jawabnya. Berjalan cepat darisana. Almira masih terheran-heran di tempatnya. Merasa penasaran, Almira memilih untuk berjalan setengah berlari menghampiri Langit. Mencoba menghalangi jalan pria itu sembari merentangkan kedua tangannya.

"Mata lo sembab. Lo kenapa? Masalah OSIS? Pasti gara-gara laporan pelanggaran minggu ini kan? Ini, gue udah bikinin berkasnya!" Seru Almira. Langit mengerutkan dahi sebentar. Lalu kembali berjalan.

"Gue nggak papah."

"Bohong! Langit, gue kenal lo bukan baru! Lo pasti lagi ada masalah kan?"

Langit menghelas nafas. Kenapa manusia di depannya ini begitu ingin tahu masalahnya? Menunjukkan wajah risih, Langit berbalik. Tanpa menghiraukan Almira seidikitpun. Sementara Almira masih tidak bisa diam di tempatnya.

"Its okay, lo gamau cerita, gapapah! Tapi kalo lo butuh orang, gue selalu disini ko!" Seru Almira. Entahlah, rasanya sebesar apapun kebencian tersirat di hati Almira pada Langit, jika menatap mata sendu itu, Almira lemah. Benar kata orang. Benci dan cinta sangan tipis.

"Thanks. Tapi gue ga butuh." Jawab Langit pedas. Almira tidak peduli. Ia sudah biasa mendapati omongan Langit yang bukan hanya menusuk hatinya, namun membekukan hatinya.

Almira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ko gue peduli sih sama orang kaya gitu!" Monolognya. Almira memilih berbalik, lalu berjalan menuju arah berlawanan dengan Langit. Belum jauh ia berjalan, suara benda terjatuh mengejutkannya. Memanggil kepalanya untuk menoleh ke belakang.

"Langit!?" Teriaknya sembari berlari menuju manusia bernama Langit. Sementara disana, di arah yang Almira tuju, handphone Langit sudah tergeletak di lantai, dengan Langit yang setengah jongkok, seperti kehabisan tenaga.

Almira membantu Langit berdiri, walaupun memang tenaganya kalah jauh, namun setidaknya hal itu dapat membantu. Langit sendiri tak ingin dilihat lemah, ia mencoba menolak bantuan Almira dengan halus.

"Lo ga bisa denger? Gue ga butuh bantuan lo." Ucap Langit pedas. Almira menjulurkan lidahnya. "Gue gak peduli!" Jawabnya membungkuk, memungut handphone Langit yang tergeletak tadi. Notif handphone Langit berbunyi, membuatnya menyala sehingga mata Almira tidak sengaja menangkap salah satu notif disana.

Something Between Us (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang