Page 20 : The Chaos

69.7K 9.5K 140
                                    

☘️~Happy reading~☘️

Suasana di Chapel Reinston sangat kacau, para bangsawan berlarian kesana kemari setelah melihat keadaan Arabella yang membuat mereka mengernyit jijik.

Bagaimana tidak? Setelah wanita itu terjatuh, wajahnya seketika berubah. Paras cantiknya kini sudah ditutupi dengan ruam-ruam merah yang mengeluarkan cairan putih. Ewh! Sungguh menjijikkan!

"Astaga!! Melihatnya membuatku merinding!

"Bagaimana jika itu menular? Aku harus segera pergi!

"Itu sangat mengerikan! Aku juga harus segera pergi!"

Para bangsawan itu kocar-kacir, berlarian kembali menuju kereta kuda masing-masing dan bergegas untuk pergi dari sana.

Keluarga kerajaan pun tidak tinggal diam, beberapa pengawal dan prajurit menghampiri mereka dan membawa Raja, Ratu serta Putra Mahkota untuk pergi menjauhi Arabella yang dianggap sebagai ancaman karena kondisinya saat ini

Dari kursinya, Valencia memandang intens pada Putra Mahkota Alexander yang juga pergi meninggalkan suasana kacau itu. Entah apa yang sedang gadis itu pikirkan.

Sedangkan, mempelai pria alias Pangeran Thomas, hanya memandang Arabella dengan kilat mata merendahkan sebelum pria itu juga pergi dari sana, meninggalkan calon istri yang belum sempat ia nikahi namun sudah ia kawini itu.

Keadaan Arabella saat ini sungguh mengenaskan, wajahnya kini sudah dipenuhi ruam-ruam merah yang gatal. Wanita itu, bahkan saat ini sudah menggelinjang di lantai seraya menggaruk-garuk wajahnya dengan keras, membuat lukanya bertambah parah dan mengeluarkan darah.

Racun yang diberikan oleh Valencia tidak main-main. Ya, tebakan kalian benar! Siapa lagi pelakunya jika bukan gadis itu?

Masih ingat dengan sarung tangan putih yang gadis itu pakai? Itu tentu bukan sarung tangan biasa. Benda itu sudah Valencia rendam dalam bubuk beracun yang ia buat dari daun nettle dan akar pohon horen yang sudah dikeringkan. Efek dari racun itu pun tidak main-main.

Setelah menyentuh kulit, racun itu bekerja dengan cepat. Menjalar menuju saraf-saraf di bawah kulit, dan menciptakan ruam-ruam merah yang mengerikan. Dan itu berlaku permanen sampai penawarnya ditemukan. Jika pun sudah sembuh, pasti lukanya akan meninggalkan bekas. Dapat dipastikan, bahwa kecantikan yang Arabella miliki sebelumnya, tidak dapat di kembalikan lagi.

Aula itu kini kosong melompong dan menciptakan keheningan yang luar biasa. Meninggalkan Valencia yang masih dengan tenang duduk di kursinya, beserta Arabella yang saat ini masih berkutat dengan wajahnya yang sangat gatal. Ya, hanya mereka berdua.

Valencia hanya memandang Arabella dengan datar. Sudut bibir gadis itu terangkat setelahnya, menciptakan seringai yang mengerikan.

"Ingatlah, ini baru permulaan," bisik Valencia dengan sangat pelan dari tempat duduknya, jari lentiknya masih dengan setia memegang cangkir teh yang diminumnya tadi.

Gadis itu kemudian meletakkan cangkirnya di meja, Valencia lalu beranjak dan berjalan dengan anggun menuju pintu keluar, meninggalkan Arabella yang masih menggelinjang di lantai, entah mendengar ucapannya atau tidak.

☘️*******☘️

BRAKK

PRANGG

"Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin?"

"Wajahku! Dimana wajahku yang cantik!"

Teriakan histeris dan suara gaduh itu terdengar dari kamar Arabella. Membuat beberapa pelayan yang mendengar teriakannya merinding seketika.

BRAKK

"Arabella!"

Suara itu datang bersamaan dengan pintu yang terbuka lebar. Menampilkan sang Count Adamantine yang menatap khawatir pada putrinya.

Delon segera saja berlari dan mendekap putrinya erat, berusaha menenangkan Arabella. Hatinya sakit melihat kondisi putrinya saat ini.

"Tenanglah, Putriku. Ayah ada di sini bersamamu," ujar Delon pada Arabella.

"Tidak, Ayah. Aku buruk rupa! Aku sudah kehilangan wajahku ..." lirih Arabella dalam tangisnya.

Wajah cantiknya saat ini sudah hilang. Dia tidak punya muka untuk pergi keluar atau sekedar menghadiri pesta. Dia juga yakin, para gadis bangsawan lain saat ini pasti tengah menggunjing dirinya.

"Ayah, aku ingin wajahku kembali! Bagaimana aku menjalani hidupku dengan wajah ini?" Tangisnya semakin menjadi dan bertambah keras.

Ingat! Dunia hanya berpihak pada mereka yang berkuasa dan kaya raya.
Jika seseorang tidak memiliki keduanya, maka rupa seseorang itulah yang menjadi pertimbangan untuk kelanjutan hidupnya.

Banyak dari rakyat jelata yang mempunyai paras di atas rata-rata, mendapatkan kesempatan untuk menikahi seorang bangsawan berpangkat tinggi, entah menjadi istri, selir, ataupun gundik. Ya, setidaknya hidup mereka sudah terjamin untuk kedepannya.

Dan hal itu berlaku khusus bagi seorang wanita, apalagi di kalangan bangsawan. Rupa dan penampilan, adalah 'senjata utama' bagi mereka untuk menggaet lelaki yang mereka impikan.

Dan sekarang, wajah Arabella sudah rusak dan paras cantiknya kini sudah hilang. Hidupnya hancur, dia tidak bisa pergi kemanapun dengan wajah yang buruk rupa.

"Ayah aku tidak mau tahu! Cari penawarnya! Pernikahanku harus tetap dilanjutkan!"

"Ya, tentu saja. Ayah akan mengusahakannya sebisa mungkin, kau tenang saja, Putriku," ujar Delon masih berusaha menenangkan putrinya.

"Ayah juga berjanji, akan segera menangkap pelaku yang bertanggung jawab atas rusaknya wajahmu," lanjut Delon dengan kilat kemarahan yang membara di matanya.

☘️*******☘️

"Nona, tuan Marquess memangil anda," ujar salah seorang pelayan pada Valencia yang baru saja sampai di kediamannya.

Valencia hanya mengangguk dan segera bergegas pergi menuju ruang kerja sang ayah. Dia penasaran, hal apa yang membuat sang ayah memanggilnya sekarang ini.

Setelah sampai di depan pintu, Valencia berdiri sejenak dan menghela napasnya panjang. Kemudian, tangannya terulur untuk membuka pintu itu.

Pintu pun terbuka, menampilkan sang Ayah yang tengah berkutat dengan dokumennya. Hendry pun akhirnya mendongak, melihat siapa gerangan yang membuka pintu.

"Ada apa Ayah memanggilku?" ujar Valencia setelah memberikan salam hormatnya pada Hendry.

"Bagaimana dengan pesta pernikahan sepupumu itu?" tanya Hendry dengan datar, dia masih kesal dengan perbuatan yang dilakukan Arabella di pesta debut putrinya.

"Ya ... Berjalan dengan lancar." Valencia menjawabnya dengan senyum kecil.

"Baiklah, Ayah tidak ingin basa-basi," ujar Hendry seraya mengambil satu surat dari tumpukan dokumen miliknya.

"Surat ap-" ucapan Valencia terpotong ketika gadis itu melihat stempel kuil agung yang tertera pada surat tersebut.

"Pendeta agung sudah membalas surat yang kita kirimkan, besok kita diharuskan untuk pergi ke kuil agung," ujar Hendry setelah menyerahkan surat itu pada Valencia.

Baik, Ayah," balas Valencia setelah ia membaca isi surat tersebut.

☘️*******☘️

Hai~ gimana kabarnya? Semoga baik-baik aja dan sehat selalu ya. Gimana-gimana? Seneng gak udah dikasih Chapter baru?

Hebat banget loh sama kemarin yang udah nebak sarung tangannya Valencia. Kadang juga suka senyum-senyum sendiri pas baca komen kalian🤣

Kalo ada typo kasih tau ya😉 karena seperti biasa, Chapter ini di publish tanpa diperiksa lagi hehe.

Ok deh segitu aja dulu, kita ketemu lagi di next Chapter ya🧡

Bye~☘️

Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang