☘️~Happy reading~☘️
Netra merahnya masih terkunci dalam pesona sang Duke yang memikat. Valencia seakan membeku mendengar ungkapan Hugo beberapa detik yang lalu.
Ia benar-benar tenggelam, tenggelam ke dalam lautan kegundahan yang melingkupi kupu-kupu di perutnya.
Apa maksud Hugo? Apa sebenarnya arti dari kata-kata itu? Apakah ini seperti yang dia pikirkan? Sungguh? Haruskah ia mulai berharap?
Kalau begitu bukankah ia harus senang? Tapi kenapa ia harus senang? Atau ia harus sedih? Bagaimana jika ini tidak seperti yang ia pikirkan? Pasti ini tidak nyata! Harusnya ia langsung menangis!
"Ada apa?"
Usapan hangat di pipinya menyadarkan gadis itu dari lamunan panjang. Raut kebingungan terpampang jelas di wajah tampan sang Duke, tak lupa kerutan kecil terukir di keningnya.
Haruskah ia menjawabnya dengan jujur? Kegundahan ini sungguh menyiksa!
"Aku ingin bertanya mengenai sesuatu," ungkap Valencia setelah berdebat dengan dirinya, ia akan menyelesaikan semuanya di sini, sekarang.
"Kita berdua tahu, hubungan ini dilandasi dengan suatu perjanjian," ujar Valencia menatap tunangannya itu dengan dalam. Mata merahnya berbalik menghipnotis sang Duke. Membuat pria itu tidak berkutik menahan nafasnya.
Di sisi lain, keringat dingin tiba-tiba menghampiri pelipis Hugo. Entah kenapa, tegangan listrik seakan merambat di sepanjang rusuk Hugo. Agaknya, Hugo tahu apa maksud sebenarnya pertanyaan tunangannya itu.
Karena, jujur saja. Setiap malam topik ini akan selalu menghiasi isi kepalanya sebelum ia tidur. Hugo menanti kalimat selanjutnya yang akan keluar dari bibir mungil gadis itu dengan jantung yang berdegup kencang.
"Dan sekarang aku sangat penasaran, apakah ... hubungan ini akan bermuara seperti perjanjian yang kita sepakati sebelumnya?" jelas Valencia dengan lirih seraya menundukkan kepalanya, memilih menatap butiran salju yang hinggap di sela-sela kakinya.
sementara itu, Hugo terdiam membisu. Akhirnya, pertanyaan yang ia takutkan keluar dari bibir gadis itu. Sang Duke memejamkan mata sejenak guna meredam letupan emosinya. Hugo bingung, darimana ia harus memulai?
Tidak mendapat tanggapan yang pasti, Valencia hanya menghela nafas panjang. Apakah ini jawaban Hugo? Apakah harapannya ini semu? Bukankah seharusnya ia kecewa sekarang?
"Maaf jika aku terkesan berharap, tapi aku tidak ingin terus tenggelam ke dalam palung yang tidak berujung," lanjut gadis itu dengan getir, seraya menahan rasa sakit yang menghujam jantungnya.
"Itu, menyakitkan." Setetes cairan jatuh, bukan dari langit, melainkan dari kelopak mata gadis itu.
"Setidaknya, berikan aku kepastian yang nyata."
Hugo sontak membulatkan matanya, terbelalak. Hatinya mencelos tak terbendung, saat mendengar kalimat itu terlontar dari sang kekasih. Sangat menyakitkan rasanya. Itu terkesan seperti, ia adalah penyebab kenapa Valencia merasa kesakitan. Yang berarti, dialah yang bersalah!
"Maaf," bisik pelan pria itu hampir tak terdengar.
"Kau tahu itu bukan jawaban yang aku harapkan!" Sorot tajam Valencia mendongak menghunus sang Duke. Meminta kejelasan pasti yang tidak bertele-tele. Valencia tidak ingin terus berharap dan terjebak dalam ketidakpastian ini.
"Sejujurnya, aku ... " ujar Hugo terbata. Jantungnya berdegup sangat kencang menghadapi kegelisahan yang melingkupi seluruh tubuhnya.
Merasa cukup mendapatkan jawaban. Netra Ruby Valencia terpejam bersama dengan kekecewaan yang menghadang hatinya kini. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasíaSorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...