☘️~Happy reading~☘️
Telapak tangan seseorang mencengkeram wajah paruh baya itu dengan kuat. Senna melenguh pelan dengan mulut terkunci. Rasa sakit yang hebat berpusat di tengkoraknya, seakan berusaha meremukkannya. Pandangan wanita itu pun mulai kabur. Sudut matanya membentuk aliran kecil tanpa ia sadari.
"Cukup! Jangan membunuhnya sekarang." Suara berat Hugo terdengar menginterupsi. Netra biru gelap itu memandang tajam pada seorang laki-laki lain yang berdecih sinis mendengar perintah sang Duke, oh tentu saja, Xadern masih belum puas membalaskan dendamnya.
Di sisi lain, Valencia dengan sepatu hak tingginya mulai melangkahkan kaki memasuki sel penjara. Tatapan merah delima itu begitu menusuk mengunci pandangan Senna, membuat wanita iblis itu terintimidasi atas kehadirannya.
Ratu Altasia itu tercekat di tempatnya. Tunggu, Ratu? Oh, tentu saja status itu masih melekat pada wanita tambun malang yang kini berada di hadapan Valencia. Walaupun mahkota emasnya sudah tidak menghiasi kepala congkak itu, tapi statusnya sebagai Ratu Altasia belum hilang menurut konstitusi yang berlaku. Status tersebut akan dicabut saat hukuman wanita tua itu tiba.
Bibir manis sang Nona muda Adelaine mengukir senyum sinis yang mematikan. Pikiran gadis itu dengan sengaja menerawang masa lalu yang kelam. Melihat kondisi Senna yang cukup memprihatinkan, Valencia seakan melihat bayangan dirinya sendiri yang malang dan bodoh.
Tiba-tiba, senyum sinis itu berubah menjadi seringai mengerikan yang kejam. Wajah cantik Valencia memunculkan rona merah bersemu, tertawa keras lalu menyembur tak terduga. Kelopak matanya menyempit membentuk bulan sabit, kepala gadis itu menengadah ke atas menatap ke langit-langit penjara.
Valencia tertawa dengan sangat puas sehingga kedua sudut matanya mengeluarkan embun air mata. Punggung tangan gadis itu terlihat menutupi bibirnya yang mengeluarkan suara, sedang sebelah lengannya lagi memegangi perutnya yang berkedut tak karuan mengikuti ritme tawa membahana.
Di sisi lain, Senna teronggok bisu di tempatnya. Pupil wanita tua itu mengecil, menatap horor pada sosok Valencia yang terlihat amat sangat menakutkan di matanya. Tanpa bisa dicegah, getaran hebat menghampiri Senna, keringat dingin bercucuran deras dari tubuh tambun itu.
Tawa yang bergema cukup lama itu kemudian berhenti. Valencia mengusap kedua sudut matanya, menyingkirkan butiran air yang sempat hinggap di sana.
Tak lama kemudian, kaki jenjangnya melangkah ke depan, mengikis jarak di antara kedua wanita yang terpaut usia jauh itu. Valencia kemudian mengulurkan tangannya.
Melihat itu, Xadern menghempaskan cengkramannya dari sang Ratu. Setelah wajahnya terbebas dari belenggu kasar tuan muda Hillard, Senna kini menarik nafas dalam kala jari-jari lentik Valencia membelai lembut pipinya.
Namun, belaian lembut itu berubah seketika menjadi cengkraman mematikan yang menusuk kulit. Kelima kuku milik gadis itu tertanam dalam daging wajah sang Ratu. Cairan merah mulai merembes keluar dari sela-sela jari Valencia.
Pupil mata Senna bergetar kala bersitatap dengan gadis yang kecantikannya bagai iblis buas di hadapannya. Bola mata kaca dengan buah delima di dalamnya, membuat sang Ratu kalut dan gelisah. Tatapan gadis itu amat menusuk tajam, seakan menguliti jiwanya habis-habisan, membuatnya merasa seperti ... seseorang yang paling hina di alam semesta. Semua arogansi dan kesombongannya hilang entah kemana. Kini sang Ratu hanya bisa terpaku di tempat, nyaris tak berkedip, bahkan rasa sakit yang menimbulkan aliran darah di wajahnya pun, tak digubrisnya.
"Bahkan, kematian pun terlalu mudah untukmu, Senna." Nada datar nan dingin itu meluncur begitu mudah dari bibir Valencia yang manis dan merah merona.
Ujung mata yang sudah mulai keriput itu mengucurkan air mata tanpa diminta, bercampur dengan darahnya yang berwarna merah kental. Senna dengan tubuh bergetar, mencoba menggerakkan bibirnya yang terkunci.
"Le-lepaskan ... Aku," gumam wanita tua itu amat pelan.
Dalam sekejap, wajah Senna terhempas kencang dari hadapan sang Nona muda Adelaine. Wanita tua itu tertunduk menatap lantai dengan nafas berat dan terengah-engah. Matanya terbelalak kala menyadari cairan merah yang mulai bercucuran dari luka di pipinya. Lenguhan kecil tidak dapat ditahannya saat perasaan perih yang hebat memenuhi seluruh wajahnya.
Spontan, lengan wanita tua itu terangkat menyentuh area yang berada di bawah matanya. Senna berteriak histeris kala mendapati begitu banyaknya darah yang mengalir deras dari sana.
Melupakan rasa sakitnya, Senna menoleh cepat menatap Valencia dengan api kemarahan yang membara, teriakan wanita itu semakin kencang.
"Berani! Beraninya kau bedebah sialan! Mati kau!
Seakan tidak pernah merasakan takut akan eksistensi Valencia. Senna berdiri, berniat menerjang gadis itu sekuat tenaga.
Namun, saat melangkahkan kakinya ke depan, wanita tambun itu seketika tersungkur dengan keras mencium tanah. Senna melenguh keras begitu terjatuh, wanita tua itu mencoba untuk bangkit kembali. Namun gagal, kedua lengannya begitu lemas, bahkan Senna mulai tidak bisa merasakan otot-otot kakinya, tubuhnya seakan mati rasa. Rasa sakit yang semakin berdenyut gila merambat dari wajahnya.
Apa yang sedang terjadi? batinnya bergejolak bingung. Bertumpu kepada dua sikunya, Senna mulai mengedip-ngedipkan matanya yang entah kenapa mulai terasa perih.
Kedua tanganku, kenapa? Jantung wanita itu semakin berdenyut kencang kala menangkap objek buram yang seharusnya menjadi tangannya. Senna kemudian mendongak, mendapati semuanya begitu menjadi tidak jelas. Bahkan, dia tidak bisa melihat detail wajah orang-orang yang di hadapannya. Resolusi matanya mengalami penurunan yang signifikan dan ekstrem.
"Arghhhhh! Apa yang terjadi! Kenapa ... kenapa aku tidak bisa melihat dengan jelas?!"
Sementara itu, Valencia hanya diam berdiri di tempatnya. Memandang wanita tua di hadapannya dengan tatapan rendah.
Gadis itu kemudian mulai mengerlingkan jari-jari lentiknya yang berlumuran darah. Meniupnya pelan.Xadern menyaksikan kekejaman sang Nona muda Adelaine dengan bergidik ngeri. Melihat kondisi Ratu Senna saat ini, Xadern menebak bahwa itu merupakan pengaruh racun yang mematikan. Pria itu sudah tak asing menyaksikan berbagai efek racun. Apalagi Valencia berasal dari keluarga Adelaine yang terkenal dengan keahliannya menggunakan racun. Entah lewat media apa Valencia bisa menyisipkannya, tetap saja itu mengerikan!
Ratu Senna menatap pada objek buram yang ia yakini sebagai Valencia.
"Apa yang kau lakukan?" Dengan suara pelan, Senna bertanya. Sekarang, tubuhnya terkulai lemas, Senna tidak bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk sekedar menggerakkan ibu jarinya. Isi kepala wanita tua itu berputar hebat, seiring dengan pandangannya yang terasa semakin tidak jelas dan berat.
Akhirnya, kelopak mata itu benar-benar tertutup, meratapi kegelapan yang semu. Ya, semu. Masih ada penderitaan lain yang menunggu Senna.
☘️*******☘️
Halooooooo, balik lagi nih😄 kangen gak? Kangen gak? Jujur hayooo😂 gimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya!
maaf nunggu lama, Author jujur lagi ada kegiatan di sekolah, jadi jarang banget buka wattpad😣
Oh iya, mau cerita boleh gak? Tau gak sih, tadi ada insiden😭 Author kan mau update ya, eh sesinya udah berakhir dong, disuruh login ulang 😭 sumpah, di situ udah deg-degan gak karuan takut akun Author ilang sama cerita ini, hiks ..... Udah pasrah banget tapi untung akhirnya bisaa, yeyyy🥳
Rasanya pengen jingkrak-jingkrak kesenengan hehe
Oh iya, kalo ada typo atau gimana kasih tau aja yaaaa😌 jangan sungkan buat kasih Author saran atau kritik (jangan kepedesan takut gak kuat😫)
Udah deh segitu aja kayaknya, ketemu lagi deh kita di next chapter, okeee?
Byeee~☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...