☘️~Happy reading~☘️
Netra merah itu terbuka, matanya yang sayu menatap linglung ke sekitar. Valencia mengubah posisinya yang merebah, menjadi duduk.
"Di mana?" gumam gadis itu pelan, seraya menopang kepalanya yang masih terasa pening.
Tak lama setelahnya, pintu terbuka, menampakkan sosok tinggi sang Duke yang sepertinya hendak masuk. Untuk beberapa saat, netra merah gadis itu bertubrukan langsung dengan iris biru laut milik Hugo.
Sang Duke kemudian mengalihkan pandangannya dan berdehem kecil.
"Kau sudah sadar?" Suara bariton milik pria itu terdengar, bersamaan dengan sosoknya yang kini duduk di kursi, berhadapan langsung dengan ranjang.
Valencia tidak menjawab, kepala gadis itu masih memproses apa yang terjadi padanya kini.
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Valencia, sebelum gadis itu melenguh kecil, menyadari kerongkongannya terasa perih saat berbicara.
"Kau kehabisan nafas, dan kemudian kehilangan kesadaran," jelas Hugo, pria itu kemudian beranjak ke luar sebentar dan kembali dengan segelas air di tangannya.
"Minumlah dulu," pinta sang Duke seraya menyodorkan gelas itu, yang langsung saja diterima oleh Valencia dengan senang hati.
Setelah mendinginkan kerongkongannya, gadis itu seperti teringat sesuatu, Valencia dengan kelabakan bertanya pada Hugo. "Di mana Ella?! Pelayan pribadiku?!"
"Dia baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir." Gadis itu menghembuskan nafas lega setelah mendengarnya. Tidak tau saja apa yang akan dihadapinya setelah ini.
"Jadi, sepertinya sekarang adalah giliranku untuk bertanya padamu, Nona muda." Hugo tiba-tiba menatap tajam gadis itu, membuat Valencia diliputi oleh rasa tegang luar biasa, tau dengan siapa dia sedang berhadapan.
"Langsung saja, kenapa kau melakukan hal nekat seperti itu? Memancing musuh, apa kau tidak memikirkan resikonya?" tanya sang Duke dengan suara rendahnya.
"Aku melakukannya untuk mencari tahu motif mereka, aku juga sudah menyadari kehadiran mereka begitu keluar dari kediaman Adelaine," ujar gadis itu tertunduk, tidak berani menatap langsung sang Duke. Hugo terasa sangat menyeramkan saat ini!
"Lanjutkan," balas sang Duke dengan intonasi datar.
"Dan kupikir, dengan melawan dan membasmi mereka semua, itu bisa mencegah mereka untuk melapor pada tuannya, atau setidaknya aku bisa menangkap mereka untuk mengetahui dari pihak mana mereka berasal, apakah itu dari Adamantine, atau dari kubu sang Ratu," lanjut Valencia dengan jujur, tidak perlu ada yang ditutupi, karena bagaimanapun juga, untuk kedepannya mereka berdua akan bekerjasama melawan musuh yang sama.
Valencia lalu menghela nafas panjang saat tidak mendapat tanggapan apapun dari sang Duke.
"Maafkan aku, tindakanku terlalu gegabah dan kurang perhitungan," cicit gadis itu, Valencia cukup tahu diri untuk menyadari keteledorannya dalam bertindak.
"Untuk kedepannya, kau harus lebih memikirkan keselamatanmu sendiri, mengerti?"
Valencia hanya menganggukkan kepalanya, lalu kemudian terdengar helaan nafas panjang dari lawan bicaranya. Gadis itu seketika mendongak kala merasakan elusan hangat yang berlabuh di kepalanya.
Kedua netra sepasang manusia itu kembali bertubrukan. Sorot biru laut yang dalam menatap teduh Valencia yang kini hanya terpaku dengan wajahnya yang memerah.
"A-apa yang kau lakukan?! gagap gadis itu menepis pelan lengan sang Duke yang hinggap di kepalanya.
Hugo yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum kecil, sebisa mungkin menahan tawanya yang hendak meledak.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu? Apa racun pelumpuh yang dulu kuberikan belum cukup?! gertak Valencia dengan muka sebal menatap tunangannya itu. Gadis itu tak menyangka bahwa sang Duke memiliki sisi seperti ini, sangat menyebalkan!
"Aku tidak akan menolak jika kau memberikannya dengan cara yang sama seperti dulu," tukas Hugo membuat Valencia kelabakan sendiri di tempatnya.
"Sialan!" umpat gadis itu menyembunyikan seluruh wajahnya ke dalam selimut. Jujur saja, Valencia tidak menyangka bahwa Hugo akan menggodanya sampai seperti ini!
Terasa sangat jauh berbeda ketika mereka pertama kali bertemu. Ternyata memang benar, kita tidak bisa melihat buku hanya dari sampulnya saja!
Setelahnya, ruangan kembali hening. Valencia yang sibuk menyembunyikan rasa malunya, dan Hugo yang hanya terduduk diam menatap tunangannya itu dengan pandangan tak terbaca.
Tiba-tiba, gadis itu menyingkap selimutnya, kembali memunculkan diri setelah mengubur dalam-dalam rasa malunya itu, membuat sang Duke tersentak untuk sesaat.
"Oh ya! Apa kau menangkap salah satu dari mereka?" tanya Valencia menatap serius tunangannya itu.
"Ya, aku menangkap beberapa, tapi sayangnya aku tidak berhasil mencegah mereka untuk tidak menggigit lidah mereka sendiri," lirih pria itu, agak berat untuk mengatakannya.
Mendengarnya, Valencia lantas menghela nafas panjang, lagi. "Mereka ternyata sudah mempersiapkannya, aku tidak menyangka."
"Ya, sepertinya mereka memang sudah dirancang untuk melakukan itu, tak masuk akal!" balas Hugo menanggapi.
Ya, para pengintai yang dilawan oleh Valencia sebelumnya, memang memegang prinsip yang mengharuskan mereka untuk membunuh dirinya sendiri bila kalah atau jika tertangkap oleh musuh, bukankah itu sangat gila?! Mereka bagai boneka tanpa jiwa yang terkekang oleh ancaman kematian, tidak hanya dari musuh, namun juga dari diri mereka sendiri! Sangat mengerikan!
Setelahnya, keheningan kembali melanda mereka berdua, baik Valencia ataupun Hugo, masing-masing sibuk dengan isi kepalanya sendiri.
"Kalau begitu, aku pergi, kau bisa menemuiku di ruang kerja jika kondisimu sudah pulih," ujar sang Duke seraya beranjak dari kursinya.
"Ya, tentu, aku akan menyusul nanti." Valencia bergulung kembali dengan selimutnya, menikmati kenyamanan yang jarang sekali didapatkan oleh seorang bangsawan.
Ya, maksudnya, bangsawan mana yang punya waktu untuk berbaring di ranjang seharian? Karena itulah Valencia akan memanfaatkan hal ini. Jangan salahkan dia, oke?
Hugo hanya menggelengkan kepala pelan melihat tingkah tunangannya itu. "Pelayan akan mengantarkan makanan dan obat untukmu, pastikan untuk meminummya, mengerti?"
Gadis itu hanya menanggapinya dengan anggukan kepala di balik selimut.
"Baiklah, kalau begitu selamat tinggal," pamit sang Duke mulai melangkahkan kakinya keluar kamar.
Hugo berhenti sejenak saat sampai di pintu, pria itu mengucapkan sesuatu sebelum benar-benar pergi dari sana. "Kurasa aku tidak perlu memberitahumu lagi, kau pastinya sudah tahu letak ruang kerjaku."
"Sial! Kenapa dia terus membahasnya? Sangat menyebalkan," gerutu gadis itu dengan muka masam di balik selimutnya. Valencia sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk melupakan insiden memalukan itu, tapi Hugo selalu saja mengingatkannya. Benar-benar sialan!
☘️*******☘️
Haiii~ balik lagi nih😌 gimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya
Gimana chapter ini? Maaf klo cringe😭 klo ada typo tolong koreksi ya, maaf telat up, soalnya lagi sibuk juga akhir-akhir ini😅
Yaudah deh ya gitu aja, byee~☘️
Next dong!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...