☘️~Happy reading~☘️
"Anda tidak bisa membunuhnya, Yang Mulia!"
Puluhan prajurit mengepung setelah mendobrak pintu besi raksasa yang sebelumnya terkunci. Pria-pria yang mengenakan pakaian besi itu tampak menurunkan senjata-senjata mereka yang sebelumnya teracung lurus pada sang Putra Mahkota.
Barisan pria berzirah membentuk formasi lurus menyerong di masing-masing sudut pintu besar yang terbuat dari besi itu. Langkah kecil terdengar dari benturan suara sepatu yang menimpa dinginnya marmer hitam mengkilap di ruangan tersebut.
Valencia muncul dengan wajah cantiknya yang membeku, netra merah gadis itu bersinar memancarkan bara kemarahan dan dendam yang terasa amat pekat. Ya, Valencia lah yang baru saja menginterupsi tindakan Alexander. Betapa berani, pikir para Prajurit yang ada di sana.
Hugo dan Xadern turut hadir menyusul tindakan Valencia. Kedua pria tampan itu tampak menjadi benteng pertahanan yang melingkupi sang Nona Adelaine dari sisi kanan dan kiri gadis itu.
Sedangkan, Alexander yang kini sedang menodongkan pedang milik Ratu Senna pada tuannya sendiri hanya terdiam tak menanggapi ucapan Valencia. Perlahan sang Putra Mahkota pun mulai menoleh, masih dengan netra birunya yang saat ini berwarna darah pekat, Alexander bungkam tak bersuara dengan ekspresinya yang tak terbaca.
Di sisi lain, pandangan kedua pria yang kini sedang berdiri tegap di kedua sisi Valencia hanya terfokus pada keberadaan nyala api merah yang memiliki warna tidak wajar. Mereka juga menyadari adanya perubahan pada iris sang Putra Mahkota yang memiliki warna berlawanan dari sebelumnya.
"Api itu ... " Xadern bergumam kecil, netranya secara refleks bergulir melirik Duke Fluternd yang saat ini juga tengah menatapnya dari ujung mata, mengindikasikan adanya suatu pemikiran serupa atas hal yang sama-sama mereka ketahui.
Dengan air muka yang tenang tak beriak, lengan Hugo secara perlahan mulai meraih tunangannya, menautkan jari-jemari mereka. Instingnya yang tajam mendeteksi sebuah ancaman berbahaya. Api darah itu!
Api yang membakar lengan Ratu Senna mulai padam, bersamaan dengan mata seindah biru langit milik Alexander yang kini sudah kembali. Sang Putra Mahkota tampak mengedipkan kelopak matanya beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya kembali.
"Apa yang kalian tunggu? Ringkus wanita ini!" arahan Alexander terdengar begitu mendominasi, para Prajurit yang sempat terpaku kini bergegas menjalankan perintah Sang Putra Mahkota yang kini melirik mereka dengan tatapan mematikan.
☘️*******☘️
Kediaman Adamantine, Altasia.
"Yang Mulia Pangeran Thomas!" Seorang pria berpakaian prajurit tampak masuk dengan tergesa ke dalam sebuah ruangan yang tidak dikunci. Pandangannya mendapati keberadaan seseorang yang tengah dicarinya, Pangeran Thomas yang kini sedang bersenang-senang dengan gelimang koin emas dan segala pernak-pernik milik Adamantine.
"Ada apa, Thiv?" timpal Thomas dengan alis menukik, kesal kala kesenangannya diganggu.
"Yang Mulia, kita harus kembali ke Istana!"
"Apa maksudmu? Kenapa kita harus kembali sekarang?!" Kesibukannya yang menyenangkan terasa aneh kala mendapati riak ketenangan yang biasanya bertengger di wajah anak buahnya itu, kini hilang dalam sekejap. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Yang Mulia Ratu Senna, sudah ditangkap!"
☘️*******☘️
Dalam kurun waktu kurang dari sehari, kabar mengenai penangkapan Ratu Senna telah berhembus begitu kencang ke seluruh penjuru Kerajaan Altasia.
Surat-surat kabar segera diterbitkan tak lama kemudian, seakan tak ingin ketinggalan untuk menyebarkan informasi penting seputar Kerajaan Altasia. Para penerbit itu tak ingin kehilangan start dengan saling meniupkan gemuruh pernyataan spekulatif yang bahkan belum dikeluarkan secara resmi oleh pihak Kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...