Page 81 : Is it true?

4.5K 371 5
                                    

☘️~happy reading~☘️

"Benarkah? A-apa yang harus kulakukan?" Binar keserakahan memenuhi netra sang pangeran. Terlepas dari benar atau tidaknya ucapan sang iblis, tidak ada salahnya untuk mencoba bukan? Pikir naif pria itu.

Mendapat reaksi yang ia harapkan, sang iblis tertawa dengan begitu terbahak-bahak. Pada akhirnya, manusia hanya makhluk bodoh dan naif yang tidak bisa melawan hawa nafsu mereka sendiri.

"Kau tahu apa yang harus kaulakukan bukan?" desis makhluk dunia bawah itu menatap Thomas dengan seringai liciknya.

Thomas mengangguk dalam diamnya, pria itu kemudian menoleh memandang gerobak kayu berlapis kain yang ia bawa memasuki goa. Tatapan sang pangeran begitu dingin dan datar, dipenuhi kegelapan akan ambisinya yang jahat untuk menaklukkan dunia.

☘️*******☘️

Jemari lentiknya mengusap bingkai jendela di hadapannya, sosoknya kini memandang keluar menatap butiran salju yang turun semakin lebat. Netra merah Valencia termangu ke depan, mengabaikan angin dingin menyusup memeluk permukaan kulitnya.

Di balik postur tenangnya, hati gadis itu bergejolak dengan hebat. Tatapannya kosong, pikirannya masih tertinggal pada kejadian beberapa saat lalu, ketika Hugo menyatakan perasaannya dengan begitu gamblang. Wajahnya akan selalu memerah setiap mengingat bagaimana pria itu berujar dengan begitu yakin tentang perasaannya.

Di sudut lain, sang Duke tengah berkutat dengan beberapa berkas miliknya. Namun, netra biru lautnya itu tak tahan untuk tidak mencuri pandang pada keberadaan tunanganya.

Ini sangat aneh, terasa asing. Hugo jelas tidak menyukainya. Bagaimana mungkin situasi ini dapat terjadi? Mereka berdua bahkan terlalu kikuk untuk memulai pembicaraan. Sangat terasa berbeda dari sebelumnya. Dulu, mereka bisa berbincang dengan akrab, bahkan melakukan kontak fisik intens tanpa merasa keberatan layaknya sepasang kekasih. Apakah karena dulu mereka melakukannya atas dasar "kerjasama"? Tapi nyatanya, perjanjian itu turut melibatkan perasaan di dalamnya.

Sang Duke tidak bisa fokus pada lembaran Dokumennya. Pria itu sangat gelisah dengan situasi di antara dirinya dan Valencia. Dia tidak ingin menciptakan jarak apapun dengan tunangannya, Hugo ingin kembali merengkuh gadis itu dalam dekapannya tanpa canggung. Ia ingin Valencia terus di sisinya, menemaninya sampai akhir hayatnya.

Kalaupun Valencia tidak membalas cintanya, Hugo tidak akan pernah melepaskan gadis itu. Ia akan melakukan apapun untuk membuat Valencia menerimanya. Katakanlah ia egois, tapi yang pasti Hugo ingin kembali mengecap kebahagiaan bersama pujaan hatinya, orang yang ia kasihi. Dan itu adalah Valencia.

Tidak tahan dengan situasi menyesakkan ini, Hugo menutup semua dokumennya dan bangkit dari meja kerja. Pria itu memejamkan matanya dan menghirup dalam-dalam udara di sekitar, sebelum menghembuskannya kembali dan membuka kelopak matanya.

Tubuhnya bergerak mendekati gadis yang ia puja kehadirannya. Perlahan menelusupkan kedua tangannya di pinggang Valencia, merengkuh gadis itu dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Valencia.

"Maafkan aku," bisik pelan Hugo di telinga gadis itu. Biarkan ia menikmati saat-saat bersama tunangannya kini. Ini lucu, dulu Hugo terbiasa memeluk gadis itu tanpa ragu ataupun takut. Namun kini, Hugo selalu dibayangi dengan penolakan gadis itu karena pengakuan cintanya.

"Untuk?" singkat Valencia, berusaha menyembunyikan rona di wajahnya kala merasakan rengkuhan Hugo yang semakin erat, seakan takut tidak bisa memeluknya kembali.

"Mencintaimu."  Valencia semakin meremang mendengar jawaban sang tunangan. Kata-kata yang mampu membuat hatinya berdesir dipenuhi letupan-letupan yang menggelitik perasaannya. Mati-matian gadis itu menahan senyumnya yang entah kenapa memaksa untuk mengembang sempurna. Astaga, dia sudah tidak bisa mengelak.

Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang