☘️~Happy reading~☘️
Cemerlang fajar terlihat bergulir dari ufuk timur. Kilau jingga menawan mulai merambat melukis langit, menggantikan gelapnya kelam rembulan yang kian memudar.
Dering serangga malam perlahan senyap, berubah menjadi kicauan burung merdu yang menandakan pagi menyingsing. Angin malam yang dingin bertiup pergi menjauhi cahaya mentari yang hangat.
Kala itu, di dalam rimbunnya pepohonan besar nan lebat, bergema suara roda kayu yang berputar mengiringi laju sebuah kereta kuda kecil. Dua ekor kuda hitam tampak berlari memimpin jalan memanggul gerbong kereta di punggung mereka. Dengan membawa angkutan di dalamnya, kuda-kuda itu berlari dengan kecepatan penuh seakan menghindari sesuatu.
Di waktu yang bersamaan, jauh di belakang. Terdapat beberapa ekor kuda dengan penunggang berzirah yang juga berlari tak kalah cepatnya. Dengan kondisi demikian, dapat diduga bahwa kelompok kuda berzirah itu tampak mengejar kereta kuda yang melaju di depan mereka.
Para prajurit berkuda tampak mengemudikan hewan berkaki empat itu dengan lihai, mereka membentuk formasi dengan harapan untuk meningkatkan efektivitas dalam menangkap buronan.
Kelompok berkuda itu terbagi menjadi tiga regu yang akhirnya menghasilkan tiga jalur pencarian. Jalur utama dan jalur samping, sebelah kanan dan kiri.
Dan diantara para prajurit berkuda, terdapat sang Duke Fluternd yang memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Tak sendirian, Hugo memacu kudanya bersama dengan tunangannya, Valencia.
Netra biru gelap sang Duke tampak bersinar dan menyala. Tak jauh berbeda dengan pupil merah Valencia yang juga berkilat dalam suasana pagi. Kedua insan itu memfokuskan masing-masing pandangan mereka ke depan, mencari jejak mangsa yang menghilang.
"Kenapa kau tidak mengizinkanku untuk berkuda sendiri?" Di tengah perjalanan, Valencia bertanya pada sang tunangan. Gadis itu berpikir, akan lebih efektif jika mereka bertiga termasuk Xadern berpencar ke dalam masing-masing regu pencarian.
"Aku tidak ingin mengambil resiko," pungkas Hugo mengeratkan tali kekang kudanya, tetap fokus pada jalanan di depannya. Netra biru gelap pria itu masih memindai sepanjang area yang sudah dilaluinya.
"Terkadang, kau terlalu meremehkanku," Valencia menyahuti dengan gerutuan. Hugo selalu memperlakukannya seakan ia adalah seorang amatiran tak berpengalaman. Membuatnya kesal!
"Dan terkadang, tindakanmu juga terlalu gegabah Nona muda." Balasan Sang Duke sudah cukup membuat Valencia terdiam seribu kata. Valencia akui, memang di beberapa situasi tindakannya terkesan nekat dan gegabah. Hugo ada benarnya.
Menyadari suasana sunyi yang melanda, Hugo berinisiatif melepaskan sebelah tali kekang dan beralih meraih pinggang ramping Valencia yang tengah duduk di depannya.
"Aku hanya khawatir jika terjadi sesuatu kepadamu, Valencia." Menyuarakan keresahannya, Hugo menghembuskan napas panjang yang berat, menggambarkan emosi yang bercampur aduk di kepalanya. Pria itu masih terbayang dengan kejadian di mana Valencia terluka karena melindunginya.
"Aku mengerti, Hugo."
☘️*******☘️
Sementara itu di sebuah ruangan yang gelap dan kecil, tampak siluet seseorang yang tengah duduk di sebuah kursi.
Tiba-tiba tawa melengking terdengar menguar darinya, menggambarkan emosi jahat yang mencolok.
Dalam kegelapan, tangannya yang lentik tampak memainkan sesuatu yang mempunyai ujung runcing, bilah pedang berbahaya.
"Sekumpulan orang bodoh!"
☘️*******☘️
Suasana istana Altasia tampak sepi dan hening di pagi hari. Sungguh berbeda dari biasanya, pelayan yang umumnya beraktivitas di pekarangan Istana kini tidak terlihat, para prajurit yang selalu hilir mudik pun kini lenyap kehadirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...