☘️~Happy reading~☘️
Di sebuah ruangan yang kecil dan minim cahaya, terlihat jelas tiga siluet manusia yang terkena pendaran kilat remang-remang. Dari bentuk bayangannya, dapat diindikasikan bahwa terdapat dua orang pria dan seorang wanita.
"Kita sepakat."
Dua telapak tangan kekar bertemu, menciptakan tautan tanda perjanjian.
Netra biru gelap dan iris coklat itu saling terkunci, mencoba menyalurkan rasa saling percaya di antara keduanya.Di sisi lain, terlihat seorang gadis berambut putih yang terduduk di kursi dan menjadi saksi atas apa yang kedua pria itu lakukan.
"Sebentar lagi."
☘️*******☘️
"Nona!" Ella datang dengan nafas terengah-engah. Sepertinya gadis pelayan itu baru saja pulang dari pasar, terlihat sebelah lengannya menjinjing sebuah kantung berisi macam-macam barang pangan.
Valencia yang sedang menyesap teh hangatnya lantas menoleh melemparkan tatapan heran pada Ella. Memikirkan kehebohan apa lagi yang akan pelayan pribadinya itu bawa sekarang.
"Nona, apakah anda tahu?" tanya Ella dengan antusias, menatap majikan cantiknya itu dengan mata bulat yang besar.
Di sisi lain, Valencia hanya bergumam kecil sebagai tanggapan, gadis itu melanjutkan kegiatan minum tehnya.
"Tadi saat di pasar, orang-orang membicarakan tentang suara tangisan misterius yang selalu terdengar di Istana saat malam hari!"
Ella terus bercerita mengenai gosip-gosip yang beredar, entah sudah berapa lama mulut gadis itu berbusa karena mengoceh. Valencia yang berperan sebagai pendengar saja sudah lelah sendiri mendengar Ella bercerita, astaga.
"Nona bukankah itu sangat mengerikan?! Astaga aku tidak bisa membayangkan, sosok apa yang menjadi dalang dibalik suara tangisan misterius itu." Ella bergidik sendiri saat mengatakannya, bulu kuduknya meremang bersamaan tubuhnya yang merinding di tempat. Sepertinya, otak gadis itu sudah terpengaruh dengan kisah-kisah horor.
"Astaga Ella, sepertinya isi kepalamu sudah diracuni dengan cerita-cerita tidak jelas." Valencia menghela napas melihat kelakuan asistennya itu.
"Tapi, Nona! Ini sungguhan! Orang-orang di pasar menceritakannya dengan raut ketakutan!" Tak menyerah, Ella mencoba meyakinkan majikannya itu bahwa semua cerita tadi bukan hanya bualan semata.
"Berfikir positif saja, mungkin itu hanya arwah penasaran yang dendamnya belum terbalaskan," balas Valencia seadanya, tak serius dengan ucapannya. Isi kepalanya entah kenapa terbayang sepupu jahatnya itu, memikirkan mungkin saja tangisan itu berasal dari Arabella? Siapa yang tahu, Valencia kini sudah kehabisan cara untuk menanggapi segala cerita Ella.
"Nona! Itu semakin menyeramkan! Astaga, anda jangan pergi lagi ke Istana! Tempat itu dipenuhi roh jahat!" Ella semakin merengek mendengar ucapan junjungannya itu tentang arwah penasaran. Mungkin Ella tidak tahu, jika saja ucapannya didengarkan oleh orang Istana, bisa saja kepalanya itu putus, bukan?
Tak tahan lagi, Valencia segera saja menyemburkan tawanya kala Ella berujar bahwa di Istana terdapat Roh jahat. Ya, Ella tidak salah, gadis pelayan itu benar! Memang, ada roh jahat di Istana itu yang berwujudkan Ratu Senna dan seluruh antek-anteknya. Sungguh sangat lucu!
"Astaga, Ella." Valencia mengusap pelan sebelah ujung mata dengan jari telunjuknya yang lentik, menghalau butiran bening yang tiba-tiba saja timbul.
"Sudahlah jangan berpikiran aneh! Ngomong-ngomong, aku tidak ingat kapan terakhir kali kau ke pasar," ujar Valencia dengan tatapan curiga. Pasalnya, saat di kediaman Adelaine dulu, Ella paling tidak mau jika diperintahkan untuk berbelanja ke pasar, gadis pelayan itu selalu berdalih tidak ingin meninggalkan junjungannya, Valencia.
"Ah, entahlah Nona, saya pun tidak ingat," pungkas Ella mengalihkan matanya, berusaha menghindari tatapan Valencia.
"Tentu saja karena kau tidak pernah pergi ke pasar sebelumnya, Ella." Valencia nyaris memukul kening pelayan pribadinya. Apalagi sekarang Ella bertingkah malu-malu dengan wajah memerah. Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?
"Ah, Nona benar!" Gadis pelayan itu tertawa kikuk. Masih dengan wajah bagai kepiting rebus, Ella berdehem kecil, merasa harus menjelaskan sesuatu pada Valencia.
"Hanya saja tadi, Tu-tuan Sam yang memaksaku untuk ikut."
"Begitu ya." Sepertinya Nona Adelaine itu sudah tahu, mengenai situasi apa yang sedang pelayan pribadinya alami. Sungguh tak terduga!
"Ka-kalau begitu, saya izin pamit Nona, masih banyak pekerjaan lain yang menunggu."
Ella pergi begitu saja tanpa menunggu tanggapan Valencia, meninggalkan sang Nona Adelaine dengan wajah memerah malu.
Di sisi lain, Valencia hanya menghela nafas panjang melihat tingkah Pelayan pribadinya.
"Waktu akan menjawab semuanya."
☘️*******☘️
Haii~ gimana kabarnya? Moga sehat selalu ya^_^ aduh, maaf banget baru up sekarang, dikit pula😭 baru ada waktu luang soalnyaa hikss ....
Author mau ucap terimakasih juga buat yang masih baca cerita ini, makasihhhh banget yaa:-D tanpa kalian cerita ini bukan apa-apa 😭
Kalo ada typo kasih tau ajaa ya😉 makasihh ehehehe
Udah deh segitu aja dulu 😣 kita ketemu lagi di Chapter depan ya byeee~☘️
Next!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...