Page 21 : The Reason

69K 9.5K 136
                                    

☘️~Happy reading~☘️

Kelopak mata itu terbuka, menampilkan iris merahnya yang mempesona. Netra itu kemudian bergulir, menatap sekelilingnya dengan pandangan bingung.

Gelap, hanya itu yang dapat ia lihat. Sekelilingnya dipenuhi dengan warna hitam, seakan gadis itu sedang berada di dunia lain.

Valencia hanya mengernyitkan dahinya, bingung. Seingatnya, dia baru saja pulang dari acara pernikahan sepupunya itu dan baru saja menutup matanya untuk mengistirahatkan diri.

Dan sekarang, saat ia kembali membuka kelopak matanya, dia malah disuguhkan dengan pemandangan antah berantah di sekelilingnya ini. Bahkan dia ragu, apakah itu masih bisa disebut sebagai pemandangan jika suasana yang ditampilkan saja sangat suram dan gelap.

"Putriku, Valencia."

Valencia segera saja mengedarkan pandangannya ke segala arah kala telinganya menangkap sebuah suara. Suara yang dipenuhi dengan nada tegas dan keagungan di dalamnya. Mendengarnya saja sanggup membuat bulu kuduk gadis itu meremang.

Valencia mencoba membuka mulutnya, berniat bertanya siapakah gerangan yang telah bersuara itu. Seakan terkunci, bibirnya hanya mengatup dengan rapat, seakan ada perekat kuat yang membelenggu mulutnya.

Suara tawa renyah kemudian terdengar di telinga gadis itu. "Aku, adalah eksistensi dari sesuatu yang kalian sebut sebagai Dewa," ujar suara itu lagi.

Seketika, mata Valencia membelalak lebar, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar tadi. Gadis itu kemudian menunduk, berusaha membuat Isi kepalanya bekerja dan mencoba mencerna situasi yang sedang ia hadapi saat ini.

Pertama, dia baru saja pulang dari acara pernikahan sepupunya yang telah ia rusak itu. Kedua, saat dia memejamkan matanya, gadis itu mendapati bahwa sekarang dia tengah berada di tempat antah berantah yang dia tebak sebagai alam bawah sadarnya (?). Dan sekarang, dia mendengar suara seseorang yang mengaku sebagai Dewa? Lelucon macam apa ini? Entah kenapa ia menjadi tempramental sekarang.

"Kehidupan kedua yang kau jalani saat ini, merupakan bagian dari benang takdir yang sudah ditentukan," ujar suara itu lagi, dengan intonasi yang lebih serius.

Mendengar itu, seketika kelopak matanya dipenuhi dengan embun. Buliran air mata berkumpul di ujung matanya, siap meluncur kapan saja, netra merahnya yang cantik itu kini berkaca-kaca.

Takdir? Apakah penderitaan yang telah dia alami saat ini juga merupakan bagian dari takdir? Jika itu benar, rasanya dia ingin menangis dan memaki kepada sang Dewa, kenapa takdirnya begitu kejam?

"Tentu saja tidak, takdir yang telah kutentukan, hanya meliputi kelahiran, kematian dan kehidupan selanjutnya. Sesuatu yang tidak bisa diubah ketetapannya, juga merupakan bagian dari takdir yang ditentukan," suara itu terdengar kembali, seakan menjawab pikiran Valencia.

"Manusia memiliki takdirnya masing-masing. Tetapi, manusia juga diberikan pilihan untuk menjalankan hidup mereka. Apakah mereka akan memilih jalan yang terang, atau jalan yang gelap? Apakah mereka akan memanfaatkan kehidupannya dengan baik, atau menggunakannya untuk merugikan orang lain? Yang pasti, tindakan mereka memliki konsekuensi nya masing-masing."

Valencia kembali termenung setelah mendengarnya. Dia sudah tidak dapat memikirkan apapun lagi. Kepalanya seakan bisa meledak kapan saja.

"Tindakan putriku yang lain, Arabella, sangat tercela. Dia memilih jalan yang gelap dan memanfaatkan hidupnya dengan cara yang salah. Dia sudah dibutakan dengan penyakit iri hati dan kedengkian. Tindakan yang ia lakukan sudah merugikan putra-putriku yang lainnya."

Valencia hanya mendengarkannya dalam diam. Gadis itu tengah berusaha meresapi setiap kata yang ditangkap oleh telinganya dan mencoba memahami serta mencerna apapun yang ia dengar saat ini.

Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang