☘️~Happy reading~☘️
Acara perburuan tahunan kali ini terselenggarakan dengan berbagai kekacauan yang tidak terduga.
Walaupun sudah satu hari berlalu sejak kejadian mengerikan itu, tapi langit Altasia masih dihiasi dengan awan gelap dan cuaca buruk, seolah ikut menggambarkan kekacauan yang terjadi di Kerajaan itu.
Seorang pria tua berpakaian putih yang sedang berdiri di atas hamparan rumput menengadahkan kepalanya ke langit, menatap khawatir awan gelap yang masih memayungi Kerajaan ini.
Pendeta Agung Katharos lalu mengulurkan telapak tangannya ke depan. Seketika, setetes air dari langit turun dan membasahi lengan pria tua itu. Setelahnya, Pendeta Agung Katharos menutup telapak tangannya kembali dan memejamkan kedua matanya.
"Takdir yang berubah, akan datang dengan membawa sebuah kekacauan besar di Kerajaan ini, dan itu ... tidak akan lama lagi," gumam pria tua itu pelan sebelum membuka matanya kembali.
"Semoga Dewa Yang Agung mengampuni kita semua."
☘️*******☘️
"Bagaimana keadaannya?" tanya Sam, asisten sang Duke Fluternd pada Ella yang kini sedang berdiri di depan sebuah kamar.
"Tuan Duke masih tidak ingin keluar," jawab gadis pelayan itu dengan wajah cemas.
Ella merasa sangat khawatir dan ingin segera melihat keadaan Nona mudanya, tapi sang Duke tidak pernah mau meninggalkan tunangannya itu.
"Ini rumit," decak Sam, sebagai orang yang sudah menemani Hugo dari sejak kecil, pria itu juga merasa khawatir dengan sang Duke Fluternd yang dari kemarin tidak pernah beristirahat dan menyentuh makanannya.
Ya, Sam memaklumi bahwa pria itu tidak ingin melepaskan pandangannya dari Nona muda Adelaine.
Tapi, apakah Hugo perlu menyiksa dirinya sendiri? Bagaimana jika saat Nona Muda Adelaine bangun nanti, sang Duke malah jatuh sakit? Itu tidak lucu sama sekali!
"Sudahlah, biar aku yang masuk," ujar Sam, sebelum pria itu mengetuk pintu dan segera masuk.
Pemandangan pertama kali yang Sam lihat adalah Sang Duke dengan tampilan kacaunya sedang menggenggam lengan tunangannya yang masih terbaring lemas di atas tempat tidur.
"Ada apa?" suara dingin itu terdengar, bersamaan dengan Netra biru gelap sang Duke yang menyorot tajam pada Sam, membuat nyali sang asisten itu ciut seketika.
"Tuan, anda harus beristirahat dan mendapatkan asupan makanan," ujar Sam setelah mengumpulkan keberaniannya.
"Keluar," gumam pelan sang Duke seraya mengalihkan pandangannya kembali pada sang tunangan.
"Tuan, tapi anda har-"
"Aku bilang, keluar!" ujarnya lagi dengan nada rendah yang mengerikan, pertanda tidak ingin dibantah.
Sam sontak saja segera menutup pintu dengan jantung yang berdebar hebat disertai keringat dingin yang terus saja mengucur deras, membuat Ella yang melihatnya hanya menghela nafas pasrah. Tentu saja karena gadis pelayan itu juga pernah merasakannya.
"Aku harap Nona Muda segera sadar," harap Ella yang disetujui juga oleh Sam.
☘️*******☘️
"Maafkan aku," ujar Hugo pelan, menatap sayu pada telapak tangan gadis itu yang berada dalam genggamannya.
"Mereka berbohong padaku, mereka bilang kau akan segera sadar," ujarnya lagi dengan rasa bersalah yang membuncah di hatinya. Andai saja jika dia tidak lengah dan bisa menyadari kehadiran anak panah itu, pasti saat ini semuanya akan baik-baik saja.
"Semua ini salahku, kau bisa memukulku, tapi tolong bangunlah, jangan seperti ini," cicit pria itu dengan nada putus asa, Hugo bahkan rasanya akan melakukan apapun agar Valencia bisa kembali sadar dan dapat mengobati rasa bersalah di hatinya.
Sang Duke menatap telapak tangan mungil sang tunangan yang berada di genggamannya, pria bermata biru itu kemudian membawanya mendekat dan kemudian mengecup punggung tangan indah itu dengan lembut.
"Perasaan ini ... aku kuungkapkan suatu hari nanti," gumamnya dengan pelan.
☘️*******☘️
"Bagaimana mungkin, Bu? Bukankah Adamantine adalah sekutu kita? Kenapa Ibu menyingkirkannya?!" tanya Thomas pada Ratu Senna setelah mengetahui kebenaran mengenai kekacauan pada pesta perburuan tahunan.
"Adamantine tua itu mulai bersikap semena-mena padaku, tentu saja dia harus disingkirkan, orang seperti itu adalah bibit pemberontak!" jelas sang Ratu Senna, mengungkapkan motif dari tindakannya itu.
"Tapi Adamantine adalah sekutu berharga untuk kita, jika Ibu menyingkirkannya, bagaimana aku bisa naik menuju kursi takhta?" tanya Thomas menatap ibunya itu dengan pandangan bingung dan penasaran.
Ratu Senna mengaduk tehnya dengan tenang sebelum menjawab rasa penasaran sang Pangeran kedua itu.
"Kau tidak perlu panik putraku, kau sudah punya Arabella di sisimu, apalagi jika Adamantine tua itu lenyap, kau masih bisa mengendalikan keluarganya lewat istrimu, bukankah semuanya akan lebih mudah jika seperti itu?"
Thomas seketika terperangah mendengar penuturan sang Ibu. Pangeran kedua itu agaknya kagum dengan pemikiran brilian sang Ratu dalam menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah lain.
"Aku sudah merencanakan semuanya dengan matang, kau tidak perlu khawatir mengenai apapun," tambah sang Ratu seraya meminum tehnya dengan anggun, menikmati kemenangannya.
"Lalu, bagaimana dengan Duke Fluternd? Apakah Ibu juga berencana untuk menyingkirkannya?" tanya Thomas kembali, ingin menuntaskan semua rasa penasarannya.
"Itu di luar rencana, aku sedikit tidak menyangka gadis Adelaine itu rela melindungi tunangannya, seharusnya saat ini dia sudah mati karena keracunan," ujar Ratu Senna dengan sedikit gerutuan di akhir kalimatnya.
"Kenapa racun? Bukankah harusnya karena anak panah?" Thomas semakin bingung dengan isi kepala ibunya itu.
"Kau ini banyak bertanya sekali, kau pikir saja dengan kepala kecilmu itu! Apa kau kira sebuah anak panah biasa sanggup membunuh sepupu jauhmu itu?" jengkel Ratu Senna kepada putranya itu.
"Jadi dengan kata lain, ibu menambahkan racun pada anak panah itu?!" tebak Thomas, menatap ngeri pada Ratu Senna dan segala ide mengerikan di dalam kepalanya
"Itu sudah jelas!" sentak Ratu Senna seraya memutar bola matanya malas, wanita bermahkota itu kemudian beranjak pergi setelah menghabiskan teh miliknya, meninggalkan sang Pangeran kedua yang masih menatapnya seperti orang bodoh.
☘️*******☘️
Hoiiii~ author kangen banget sama kalian😆😆 seneng banget bisa update lagi huhu😭
Maaf ya beberapa minggu kebelakang emang lagi sibuk-sibuknya, jadi susah banget cari waktu luang😭
Author ucapin makasih banyak-banyak buat yang setia nungguin cerita ini, makasihhhhh bangett, maaf ya belum bisa jadi author yang diharapkan sama kalian😭😭
Nangis banget, akhirnya bisa up kelanjutannya😭 kalo ada typo kasih tau aja yaaa😆
Yaudah deh gitu aja dulu😭 doain author bisa up kelanjutannya segera ya🥺
Next yokkk!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasíaSorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...