Page 35 : Arthur

44.8K 6.2K 135
                                    

☘️~Happy reading~☘️

Tok Tok Tok

Valencia mengetuk pintu kamar sang kakak beberapa kali. Sebelah tangannya yang lain memegang sebuah nampan berisi beberapa hidangan makan malam.

"Kakak, buka pintunya!"

Tidak mendapat jawaban, gadis itu kemudian membuka pintu kamar sang kakak, kakinya melangkah menuju ranjang milik Artur, hanya untuk menemukan bahwa pemuda itu tengah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Makan malam datang," ujar Valencia yang tak digubris oleh Arthur, pemuda itu masih bergelung dengan selimut hangatnya.

Melihat itu Valencia menghela napas jengah. Dengan segala rasa kesalnya, gadis itu kemudian membuka paksa selimut yang menutupi tubuh kakaknya itu.

"Makan!"

"Tidak mau," balas pemuda itu memunggungi sang adik.

"Ayolah, aku mohon," pinta gadis itu yang masih tak digubris oleh Arthur.

"Bagaimana kalau aku suapi?" bujuk Valencia masih tak menyerah membujuk kakaknya yang sedang merajuk seperti anak kecil itu.

Melihat bahwa kakaknya tidak memberikan respon apapun, Valencia kemudian menyeringai kecil. "Baiklah kalau kau tidak mau, aku akan pergi menyuapi Sergio saja."

Benar saja, Arthur langsung berbalik dengan cepat setelah mendengar ucapan gadis itu.

"Tidak boleh!" sentak pemuda itu dengan wajah padam merah. Jangan tanya lagi, Arthur pasti sangat kesal.

"Kenapa? Bukankah kau tidak mau?" ujar gadis itu sedikit sinis, akhirnya Arthur merespon juga. Lagipula, untuk apa kakaknya itu bersikap seperti anak kecil yang kurang perhatian? Menyebalkan sekali, huh!

"Suapi aku!" pinta Arthur dengan muka masam, membuat Valencia memiliki keinginan untuk memukul kakaknya itu.

"Apa?" tanya gadis itu, berlagak seolah tidak mendengar ucapan Arthur.

"Apa sekarang kau sudah tuli? Sudahlah, aku tidak ingin makan!" balas pemuda itu jengah dengan sikap sang adik yang membuatnya semakin kesal.

"Baiklah, kalau begitu selamat tinggal untuk besok!" Valencia berjalan menuju pintu keluar kamar sang kakak dengan menghentakkan kakinya, persetan dengan kakaknya yang menyebalkan itu!

Grep

Tiba-tiba, sepasang tangan melingkar di pinggang gadis itu. "Baiklah kau menang! Sekarang suapi aku, mengerti!"

"Lepas! Bagaimana aku memberimu makan jika kau terus memelukku seperti ini?!" balas gadis itu masih dengan wajah jengah, apalagi sekarang?! Kakaknya ini banyak tingkah sekali, huh!

"Baiklah, tapi jangan tinggalkan aku!" Pemuda itu akhirnya melepaskan kedua tangannya yang sedari tadi menjerat Valencia itu.

"Aku tidak berjanji," balas Valencia dengan senyum jahilnya, berhasil membuat kakaknya itu kembali mencebikkan bibir.

"Sudahlah ayo makan," lanjut gadis itu seraya membimbing kakaknya untuk kembali duduk di ranjang.

"Buka mulutmu," instruksi Valencia yang dipatuhi oleh kakaknya itu.

Suapan demi suapan terus berlabuh di mulut pemuda itu, menyisakan nampan kosong yang sebelumnya dipenuhi oleh makanan.

"Sekarang kau sudah kenyang, bayi besar?" gurau gadis itu seraya memberikan suapan terakhir pada sang kakak

Mendengar itu, Arthur yang sedang mengunyah satu sendok suapan terakhirnya lantas mengerutkan kening, pemuda itu kemudian berusaha menggerutu dengan mulut penuh makanan, yang pada akhirnya membuatnya tersedak.

Uhuk uhuk uhuk

"Ingat peraturannya, dilarang berbicara saat makan," Valencia hanya tertawa kecil sebelum memberikan pemuda itu segelas air.

"Kau adik yang menyebalkan!" geram Arthur setelah menenggak isi gelas itu hingga tandas.

"Maka kau seharusnya senang, karena besok adalah hari kepergianku," kekeh Valencia, tidak tau saja jika perkataannya tadi dapat membuat emosi kakaknya meluap.

Arthur seketika mencengkram kedua bahu gadis itu, menatap Valencia dengan serius.

"Kenapa?"

Melihat tingkah kakaknya, Valencia mengerutkan kening. "Apa?"

"Kenapa kau menerima lamaran Duke sialan itu?!" cerca pemuda itu dengan nafas menggebu.

"Tentu saja karena dia tampan," jawab gadis itu setengah hati, membuat sang kakak kembali mengerutkan kening.

"Jangan bercanda!" geram Arthur menatap serius adiknya itu.

"Baiklah-baiklah, pertama, kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?" tanya balik Valencia, sepertinya gadis itu sedang memikirkan alasan yang bagus dan terdengar masuk akal agar kakaknya itu percaya.

Karena bagaimanapun, Valencia memang tidak berniat menceritakan semua rencananya pada Arthur, maupun ayahnya. Biarkanlah kali ini untuk menjadi gilirannya, demi menebus semua kesalahannya di masa lalu, demi melindungi keluarganya.

"Jawab saja!" sentak pemuda itu dengan kekesalan yang memuncak.

Valencia menghela napas panjang, menatap kakaknya serius. "Kau sudah tau jawabannya bukan?"

Tiba-tiba, mata pemuda itu dipenuhi oleh embun. "Tapi kenapa? Kau tidak harus melakukannya!"

Yang Arthur ketahui, adalah bahwa pernikahan adiknya ini didasarkan oleh kepentingan politik demi melindungi keluarganya dari ancaman kedua faksi yang sedang berperang.

"Tapi aku harus!" Bahu gadis itu luruh, semua yang ia inginkan, hanyalah untuk melindungi keluarganya, juga demi membalaskan dendam yang merupakan akar dari kesempatan kedua atas kehidupannya kini.

Menikah dengan sang Duke, merupakan upaya menguntungkan yang dapat meminimalisir ancaman para musuh. Singkatnya, Duke Fluternd memiliki pengaruh yang sangat besar dan Valencia menggunakannya sebagai perisai yang berguna untuk melindungi keluarganya.

Arthur kemudian memeluk saudarinya dengan erat. "Kau tidak harus melakukannya jika kau tidak mau."

"Walaupun aku tidak mau, tapi aku harus! Ini demi keluarga kita," ungkap gadis itu, Valencia jujur untuk poin ini. benar, gadis itu bersedia melakukan apapun demi keluarganya yang dulu pernah ia sia-siakan, bahkan jika harus mengorbankan nyawanya.

"Aku tidak mau kau berakhir menikah dengan pria yang tidak kau cintai," ujar pemuda itu. Arthur hanya ingin kedua adiknya hidup bahagia. Jika pun harus ada yang berkorban, itu harusnya adalah dirinya! Dia benci karena adiknya harus terjebak dalam situasi seperti ini, membuatnya merasa gagal menjadi kakak yang baik bagi gadis itu.

"Aku harap, setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untukmu," lirih pemuda itu sendu.

"Ya, andai saja kau bisa menggantikan posisiku," sahut Valencia dengan senyum kecil di ujung bibirnya.

"Ya, andai saja aku bisa ... Tunggu! Apa maksudmu?!" Arthur seketika melepaskan pelukan mereka, pemuda itu menatap adiknya horor.

Apa Valencia baru saja menyuruhnya untuk menggantikan posisi gadis itu sebagai tunangan Hugo?! Memikirkan dirinya bersama dengan sang Duke ... Sangat menjijikkan! Arthur langsung saja menatap adiknya itu kesal.

Di sisi lain, senyum gadis itu semakin mengembang saat melihat raut terdistorsi Arthur. Akhirnya, wajah menyebalkan milik kakaknya sudah kembali!

"Selamat tinggal, aku harus pergi tidur!" pamit Valencia seraya berlari menuju kamarnya, tak lupa dengan tawa membahana yang menemani setiap langkahnya.

"Awas kau! Dasar adik nakal!"

☘️*******☘️

Hai~ ketemu lagi kita 😆 gimana kabarnya semua? Semoga sehat selalu ya😉

Menurut kalian, cerita ini gimana sih? Kayak, Author merasa kok alurnya makin ke sana gitu wkwkw, dan kayaknya juga cerita ini bakal panjang banget😌 target author dulu, cerita ini tuh bakal tamat di chapter 50an, menurut kalian terlalu lambat gk sih alur ceritanya?

Next dong!

Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang