☘️~Happy reading~☘️
Sang Duke Fluternd dengan segera membawa Putra Mahkota ke kemah kesehatan, sontak saja kejadian ini membuat para hadirin sekalian diliputi kehebohan.
Semua orang ricuh dan penasaran dengan kondisi kedua pria itu yang terlihat cukup mengenaskan. Valencia pun demikian, gadis itu juga merasa khawatir dengan kondisi tunangannya saat ini.
"Semoga saja ... " bisik Valencia pelan, berusaha menampik semua kemungkinan buruk yang berputar di kepalanya. Gadis itu kemudian dengan tergesa-gesa berjalan melewati kerumunan orang-orang yang bertumpuk mengelilingi pusat kemah kesehatan.
"Lihat apa yang terjadi!"
"Entahlah, aku tadi tidak melihat mereka!"
"Aku melihat banyak darah yang berceceran."
"Bisakah kau menunduk! Aku ingin melihat keadaan di depan!"
"Jangan menerobos!"
"Ah! Berhati-hatilah! Kau membuat gaunku rusak!"
Valencia beberapa kali meringis mendapati sikutan dan senggolan yang menerpa tubuh mungilnya.
"Orang-orang ini hanya membuat semuanya menjadi kacau!" desis gadis itu dengan kesal. Mereka yang tidak berkepentingan di sini hanyalah manusia tak berguna yang dipenuhi rasa penasaran saja!
Akhh
Grepp!
Entah darimana, seseorang tiba-tiba membantu menopang tubuhnya ketika gadis itu hampir terjatuh.
"Nona," panggil orang tersebut dibalik tudung jubahnya.
"Xadern?" sahut Valencia pelan, mengenali suara khas pria itu.
Tanpa banyak bicara, pria bermata hijau zamrud itu dengan segera menarik Valencia melewati kerumunan padat, membawa gadis itu menuju tempat sang Duke berada.
"Berhenti! Tak ada seorangpun yang diizinkan untuk masuk!" Tepat ketika Valencia tiba di depan pintu masuk pusat kesehatan, dua orang penjaga berzirah datang menghentikan pergerakannya.
"Maaf tapi aku harus masuk!" ujar Valencia dengan kesabaran yang hampir habis.
"Tidak bisa, anda tidak memiliki kepentingan apapun di sini." Cukup! Kesabaran gadis itu sudah habis sekarang! Bisa-bisanya mereka berkata demikian!
"Aku, adalah Valencia Antonia de Adelaine, putri satu-satunya keluarga Adelaine, dan tunangan dari Tuan Duke Fluternd! Biarkan aku masuk, sekarang!" ujar Valencia dengan dingin, netra merahnya yang tajam seakan menusuk jiwa kedua penjaga itu, membuat tubuh mereka seketika dibanjiri keringat dingin.
Ayolah, siapa yang tidak mengenal Hendry Adelaine? Mantan jendral besar kerajaan ini yang terkenal akan keberingasannya di medan tempur.
"Ma ... Maaf karena tidak mengenali anda, Nona," ujar salah satu dari mereka dengan gelagapan.
Habis sudah! Bisa-bisanya mereka tidak mengenali putri dari keluarga Adelaine! Terlebih, gadis itu juga adalah tunangan Duke Fluternd! Daripada berurusan dengan kedua keluarga bangsawan itu, kematian rasanya terdengar lebih mudah.
"Tu-tunggu sebentar, Nona," cicit salah satu dari mereka lagi. Pria berzirah itu menelan ludahnya dengan susah payah kala netra merah milik sang Nona Adelaine menusuknya tajam.
"Maaf, tapi hanya Nona saja yang diizinkan untuk masuk," lanjutnya lagi, melirik curiga Xadern yang seluruh tubuhnya tertutupi oleh jubah hitam.
"Baiklah," ujar Valencia menyetujui, gadis itu kemudian menatap Xadern dan memberi kode melalui matanya, yang dibalas oleh pria itu dengan sebuah anggukan kecil.
"Kalau begitu, aku yang akan masuk." Gadis berambut putih itu lalu dengan segera melenggang memasuki tenda kemah pusat kesehatan.
Meninggalkan Xadern yang keberadaannya kini dipertanyakan oleh kedua penjaga tadi, sebab pria itu kini sudah menghilang entah kemana.
Beralih kembali pada Valencia, gadis itu kini dengan agak tergesa memasuki tenda lebih dalam lagi guna menemukan tunangannya.
Netra merah Valencia kemudian menangkap sosok seorang pria yang tengah duduk di brangkar. Lelaki itu sedang menundukkan pandangannya seraya memegangi sebelah lengannya yang dibaluti perban putih.
"Bagaimana kondisimu? Apakah lukanya sangat parah?" tanya gadis itu dengan beruntun, membuat Hugo seketika mendongak kala mendengar suara tunangannya.
"Kau ... di sini?"
Valencia lalu mendudukkan dirinya di brangkar yang sama dengan Hugo.
"Kenapa? Apakah aku seharusnya tidak di sini?" decak Valencia menjawab pertanyaan bodoh sang Duke. Netra merahnya dengan teliti memindai tubuh pria itu dari atas sampai bawah, memeriksa apakah masih ada luka yang belum ditangani.
"Bukankah seharusnya para penjaga di depan tidak membiarkanmu untuk masuk?" tanya sang Duke menatap heran tunangannya.
"Sudahlah, lupakan! Bagaimana rencananya? Apakah Putra Mahkota selamat?" gadis itu menatap Hugo penasaran. Ayolah! Setiap denyut jantung sang Putra Mahkota adalah kunci pembuka bagi gadis itu untuk melaksanakan rencana selanjutnya.
Dapat dilihat oleh Valencia, sang Duke menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaannya.
"Putra Mahkota selamat, tapi kondisinya memang cukup parah." Gadis bermata merah itu lalu menganggukkan kepalanya pelan setelah mendengar jawaban dari Hugo.
"Apakah menur- ... " ucapan Valencia terpotong kala sebuah teriakan mengalihkan atensinya.
"Yang Mulia Raja!!" seruan itu terdengar sangat jelas dari seorang prajurit yang tiba-tiba saja keluar dari tenda kemah di mana sang Putra Mahkota di rawat.
Valencia dan Hugo seketika bergegas keluar kemah guna melihat apa yang sedang terjadi.
Netra merah gadis itu menangkap sosok seorang pria berzirah yang sedang berlari menuju tempat sang Raja dan Ratu berada, pria itu juga membawa sebuah anak panah berdarah di lengannya, yang membuat suasana kian heboh tak karuan.
Hugo yang melihat keberadaan anak panah itu seketika membelalakkan matanya. Apalagi setelah pria itu mengenali lambang khas yang terukir di ujung runcing di anak panah tersebut.
"Bagaimana ... mungkin?!"
☘️*******☘️
Hai semuanya!!! Author comeback nihh!! Ada yang kangen gakk???
Huhu😭 maaf banget ya baru bisa update sekarang, soalnya sibuk banget akhir-akhir ini:-(
Aku nerima segala kritik dan saran ya, klo ada typo juga jangan lupa dikoreksi okee?!!
Udah deh segitu aja dulu, ngantuk banget author pengen bobo🤪
Byeeee!
Next dongs!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasíaSorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...