☘️~Happy reading~☘️
Seorang pria terlihat sedang duduk di tepi ranjang. Pria itu tampak lesu, kepalanya tertunduk ke bawah, memperlihatkan rambut pirangnya yang indah.
Bahunya bergerak naik-turun, menandakan helaan nafas panjang yang pria itu hembuskan. Kepalanya kemudian mendongak, memperlihatkan rupanya yang teramat menawan.
Namun sayang, air mukanya tampak keruh diliputi keresahan, netra coklat miliknya pun terlihat letih dan tidak bersemangat.
Pintu kemudian terbuka, seseorang masuk membawa sebuah nampan. Pria berambut pirang itu lantas menoleh, mengalihkan atensinya.
"Bagaimana kabar anda, Yang Mulia Putra Mahkota?"
"Seperti yang kau lihat, Kevin." Alexander menjawab seadanya, suara pria itu terdengar parau, membuat Kevin meringis di tempat.
"Minumlah obat anda, Yang Mulia," timpal Kevin, menyerahkan obat yang sudah ia bawa di nampannya.
Alexander hanya menengadahkan tangannya, tanpa melirik ajudan setianya itu. Kevin hanya menatap pasrah, pria itu kemudian menaburkan beberapa pil di telapak tangan Alexander.
Sang Pura Mahkota tanpa berlama-lama segera menenggak pil-pil itu dengan sekali tegukan.
"Jadi, bagaimana? Kau sudah mengetahuinya?" tanya Alexander tanpa berbasa-basi kepada ajudannya itu.
"Belum, Yang Mulia, sangat sulit bagi saya untuk mencari saksi yang bersangkutan langsung," timpal Kevin dengan berat hati, pria itu ditugaskan oleh sang Putra Mahkota untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas insiden penyerangan itu.
"Apakah, tidak ada sama sekali?" ujar Alexander seadanya, kepalanya tidak bisa berfikir jernih sekarang.
"Tidak ada, kecuali ..." Kevin menggantungkan ucapannya, pria itu menatap atasannya dengan tampang serius.
"Duke Fluternd," sambung Alexander tepat sasaran. Yah, tentu saja siapa lagi kalau bukan Duke Fluternd? Hanya pria itu yang ada di tempat kejadian selain Putra Mahkota.
"Anda benar, haruskah kita meminta bantuannya?"
"Sepertinya begitu," ujar Alexander memejamkan matanya, menghela nafas panjang untuk sesaat.
"Tapi Yang Mulia, kita tidak tahu sekarang Duke Fluternd berada di pihak mana," pungkas Kevin dengan resah, Pria itu khawatir jika ternyata sang Duke Fluternd berpotensi untuk menghancurkan mereka.
"Tapi setidaknya, kita harus mencoba bukan?" timpal Sang Putra Mahkota, lalu kepalanya menoleh menatap ajudannya itu dengan tampang serius.
"Tentu, anda benar, Yang Mulia." Kevin terdiam menatap kobaran tekad yang membara di mata sang Pangeran.
☘️*******☘️
Seorang wanita melangkah dengan dagu terangkat di gelapnya lorong yang sedang ia lewati. Setiap ketukan kakinya bergema menghasilkan bunyi khas, menunjukkan kesunyian yang membelenggu tempat itu.
Setelah beberapa lama wanita itu berjalan, akhirnya dia menemukan sepasang prajurit berzirah yang sedang berjaga.
"Hormat kami kepada Yang Mulia Agung Ratu Altasia." Kedua prajurit itu lantas membungkuk hormat kala mendapati kehadiran wanita nomor satu di kerajaan Altasia.
Ratu Senna dengan gaun kebesaran miliknya menatap para prajurit itu dengan angkuh, wanita itu kemudian memberikan sebuah instruksi.
"Tunjukkan jalannya padaku!"
"Baik Yang Mulia, silahkan ikuti saya," timpal salah seorang prajurit yang kemudian berjalan mendahului dan disusul oleh Ratu Senna di belakangnya. Mereka terus melangkah, jauh semakin ke dalam.
"Kita sudah sampai Yang Mulia."
Setelah beberapa saat berjalan, mereka akhirnya sampai di depan sebuah sel penjara. Ratu Senna kemudian memerintahkan prajurit itu untuk pergi meninggalkannya di sana.
Sang Ratu lalu melangkah dan berdiri tepat di depan sel tersebut. Suasana mencekam yang diselimuti gelap dan dingin sangat terasa di tempat itu.
Wanita itu mengeratkan mantel yang ia kenakan dan segera meraih sebuah lentera yang menempel di tembok sebagai penerangan.
"Bagaimana kabarmu? Count Adamantine?" tanya Ratu Senna dengan nada ejekan kepada seseorang yang berada di balik jeruji besi tersebut.
Krang ... krang!
Bunyi borgol besi yang diseret menggema nyaring. Delon menatap ke depan, kobaran api kebencian terlihat jelas di mata birunya yang kini kusam.
"Sungguh malang nasibmu," Senna memandang hina pada pria paruh baya itu. Sang Ratu tertawa jahat melihat kondisi Delon yang memprihatinkan.
"Jalang! Dasar wanita tidak tahu diri! Kau mengkhianatiku, bajingan kau!" Hardikan count Adamantine itu terdengar parau. Beberapa kali pria tua itu batuk mengeluarkan darah.
"Kau sudah terlalu melewati batasmu Adamantine tua! Dan inilah akibatnya!" Senna berkata dengan kejam, wanita itu terlihat puas menatap angkuh sang Count.
Delon menatap lantai dengan nafas terengah. Pria itu menyadari, bekerja sama dengan wanita gila seperti Senna tidak akan pernah berakhir baik.
"Benar, dan satu hal lagi, hukumanmu akan dilaksanakan lima hari lagi ... "
"Haha ... nikmati akhir hidupmu yang menyedihkan. Dan jangan khawatir, aku pastikan putrimu juga akan menyusul tak lama setelah kepergianmu." Senna melangkahkan kakinya, berniat pergi dari tempat itu.
"Jangan kau berani sentuh putriku!" geram Delon dengan penuh penekanan.
"Sayangnya ... kau tidak bisa menghentikanku," sahut Ratu Senna, sebelum wanita itu benar-benar pergi dari sana, meninggalkan sang Count yang berteriak kegilaan di balik jeruji besi yang dingin.
☘️*******☘️
Pendek? Ya maap hehe, author cuma mampu sampe sini hiks😭
Btw gimana kabar kalian? Moga sehat selalu ya😉 sumpah, author pengen banget nyelesain cerita ini, jadi kalian siap-siap aja ya buat kedepannya, bad ending atau happy ending nih? Hihihi
Kalo ada typo kasih tau aja ya, jangan sungkan, sarannya juga buat cerita ini😃👍 kalian tenang aja ya hehe, dijamin chapter kedepannya bakal banyak momen Hugo sama Valencia😆
Yaudah deh, segitu aja yaa maaf kalo kependekan, sekali lagi maaf banget 😖
Byeee~☘️
Next ayok!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...