☘️~Happy reading~☘️
Valencia memandang sendu ke arah gerbang kediamannya yang kini semakin mengecil, seiring dengan laju kereta kuda yang sedang gadis itu tumpangi.
Ya, hari ini adalah waktu kepergian Valencia menuju kediaman Fluternd sebagai tunangan sang Duke.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" Ella menyodorkan sebuah sapu tangan pada gadis itu.
"Ya, tidak usah terlalu khawatir," balas Valencia seraya mengusap ujung matanya dengan sapu tangan itu, menghalau cairan bening yang hendak tumpah.
"Ella, Apa kau sudah melakukannya?" Valencia bertanya balik, tiba-tiba menatap serius pelayan pribadinya itu.
Untuk sesaat, Ella berkedip bingung. Isi kepalanya kemudian berputar untuk memproses ucapan majikannya itu.
"Ah, tentu! Aku sudah melakukan perintah Nona," jawabnya dengan antusias, akhirnya Ella mengingat perintah sang nona untuk membawa serta seluruh hasil penelitian racun milik majikannya itu.
Valencia kemudian mengangguk setelah mendengar penuturan Ella.
"Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai jika kita melewati jalan utama?"
"Mungkin sekitar 6-8 jam, Nona. Mengingat bahwa Duchy Fluternd menempati wilayah paling utara di Altasia," ungkap Ella menjawab pertanyaan gadis itu.
"Bukankah itu terlalu lama?" gumam Valencia pelan seraya memalingkan wajahnya ke luar, menatap hamparan pepohonan dan hiruk-pikuk kesibukan yang menghampiri setiap orang.
Di tengah kegiatannya, netra merah milik gadis itu tiba-tiba berkilat tajam, menyorot ke luar dengan tatapan tak terbaca.
"Ella, beritahu pada kusir, kita akan menggunakan jalur Farest," ujar Valencia yang membuat Ella seketika menatap horor ke arahnya.
"Tapi ... bukankah itu sangat beresiko, Nona?" tanya Ella, berharap agar majikannya itu mengubah keputusan.
Jalur Farest adalah jalan setapak kecil yang terletak di tengah lebatnya hutan Vatengard. Jalur itu dibangun sebagai alternatif karena letaknya yang strategis dan mengelilingi beberapa daerah kekuasaan para bangsawan.
Melewati jalur itu, sebenarnya adalah tindakan ilegal. Karena orang yang menggunakan jalur tersebut, tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan perijinan untuk memasuki wilayah para bangsawan.
Dan karena letaknya yang masih berada di tengah hutan, resiko yang dihadirkan pun tidak main-main, ancaman dari kepungan para bandit tidak akan berhenti menghantui para pelintas jalur tersebut, juga serangan hewan buas yang tidak bisa diprediksi kehadirannya, membuat jalur Farest sangat jarang dilewati.
"Berikan surat ini pada para pengawal." Valencia menyerahkan selembar surat pada pelayan pribadinya itu.
Ella hanya mengangguk pasrah, mengikuti perintah sang nona. "Baiklah, Nona."
Gadis pelayan itu kemudian membuka pintu kereta kuda dan memberikan surat tersebut pada seorang pengawal yang sedang menunggangi kudanya.
"Nona muda Adelaine." Ella kembali menutup pintu.
Sang pengawal kemudian membaca satu persatu kalimat yang tertera dalam surat itu, seiring dengan kerutan keningnya yang semakin kentara.
Pria berbaju baja itu lalu mengoper surat tersebut pada tiga rekannya yang lain, setelahnya mereka semua saling bertatapan dan kemudian menganggukkan kepala mereka.
Merasakan bahwa kereta kuda yang sedang ia tumpangi mulai keluar dari jalur utama, Valencia kemudian menatap pelayan pribadinya itu.
"Turunkan semua tirai, Ella," perintah gadis itu yang langsung dipatuhi oleh Ella. Setelahnya, bagian dalam kereta kuda menjadi gelap. Tirai-tirai itu menghalau cahaya yang hendak masuk.
☘️*******☘️
Sudah terhitung 2 jam semenjak kereta kuda yang berukirkan lambang keluarga Fluternd itu menelusuri hutan Vatengard.
Netra merah milik Valencia kemudian terbuka saat tidak merasakan pergerakan apapun dari kereta kuda yang sedang ia tumpangi.
"Sudah waktunya," ujar pelan gadis itu. Dengan jelas, Valencia dapat mendengar suara gaduh yang berasal dari luar.
"A-apa yang terjadi?" Ella yang berada di sebelah Valencia bertanya dengan kikuk, tubuh gadis pelayan itu semakin bergetar, seiring dengan suara dentingan pedang yang saling bersahutan.
"Ella, dengar! Jangan keluar, apapun yang terjadi, mengerti?!" peringat Valencia, sebelum gadis itu beranjak dari kursinya dan bersiap untuk membuka pintu kereta kuda.
Sebelum benar-benar pergi ke luar. Valencia sedikit menyingkap tirai jendela. "Mereka sangat banyak, jauh di luar perkiraanku."
Baru saja kakinya menyentuh tanah, seorang berbaju hitam terlihat melesat ke arahnya, melayangkan sebuah pedang yang langsung ditangkis oleh gadis itu dengan kipas lipat miliknya.
"Sialan!" umpat gadis itu seraya menghindar ke samping, membiarkan pedang itu menusuk lurus pintu kereta, tertancap di sana.
Srakk
Melihat celah, Valencia dengan cepat mengibaskan kipas miliknya, melemparkan puluhan jarum beracun yang membuat lawannya mati seketika.
"Astaga, gaun ini benar-benar merepotkan!" gerutu gadis itu, lengannya kembali berayun melemparkan puluhan jarum beracun, membantu para pengawalnya yang sedang diserbu oleh musuh.
Sedangkan, para pengawal yang melihat musuh mereka tumbang, seketika menoleh ke belakang, terbelalak menyadari nona muda yang seharusnya mereka jaga kini ikut bertarung mempertaruhkan nyawa.
"Nona muda! Apa yang anda lakukan? Segera kembali masuk!" teriak salah satu dari mereka yang kini sedang beradu pedang dengan musuh yang terus berdatangan tidak ada habisnya.
"Jangan khawatirkan aku! Fokus saja pada lawanmu!" sentak Valencia, terus melemparkan jarum beracun miliknya.
Mereka terus bertarung, dengan formasi depan yang diisi oleh para pengawal, dan Valencia yang berada di balik perlindungan mereka.
Zrattt
"Eughhh ... " lenguh Valencia, saat sebuah anak panah menyayat bahu kirinya.
Seseorang berpakaian hitam tiba-tiba melesat ke arah gadis itu, membuat Valencia yang tidak siap kehilangan kipas lipat miliknya.
"Kau, harus mati!" ujar seseorang itu seraya mencoba menyerang Valencia dengan sebuah pedang yang bertengger di tangannya.
Sedangkan, Valencia yang kini tidak punya senjata hanya terus melangkah mundur, menghindari setiap tebasan yang diarahkan padanya.
'Aku benci terjebak dalam situasi seperti ini' batin gadis itu, memungut sebuah pedang yang tergeletak di tanah, tak jauh dari tempatnya.
Keduanya kini saling beradu dengan senjata yang sama. Walaupun terlihat dengan jelas bahwa Valencia lah yang terpojok.
'Aku tidak bisa mengeluarkan racun asap di sini, itu bisa membahayakan para pengawalku, juga ... Ella,' sibuk memikirkan hal itu, membuat lawan dengan mudah melihat celah dan menjatuhkan pedang miliknya.
Mengambil kesempatan, lawannya dengan cepat mencekik gadis itu. Membiarkan Valencia terjebak dalam rasa sesak yang menyiksa.
"Le ... Pas." Gadis itu memberontak, berusaha melepaskan diri. Tapi nihil, tindakannya barusan hanya berakhir sia-sia, tubuhnya seakan kehilangan kekuatan.
"Sedikit lagi, kematianmu ... " geram musuhnya itu, seiring dengan cekalan di leher Valencia yang semakin kuat, membuat nafasnya, terasa kian sesak dan menyakitkan!
Tidak, jangan sekarang! Tugasnya belum selesai! Setidaknya, dia harus menaklukkan semua musuhnya sebelum benar-benar mati ... lagi.
Zrattt
Sebelum kehilangan kesadarannya, samar-samar, Valencia mendengar seseorang meneriakkan namanya. Gadis itu juga merasakan cekikan di lehernya terlepas, dan tubuhnya ... terasa direngkuh oleh seseorang.
☘️*******☘️
Haii~ author balik lagi😆 menurut kalian chapter ini gimana? 🤣Soalnya baru pertama kali buat adegan tarung macem gini, semoga gak mengecewakan ya🥺
Next dong!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasiaSorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...