☘️~Happy reading~☘️
Beberapa hari kemudian.
Netra merah Ruby itu terpejam kala bibirnya merasakan sensasi menenangkan dari teh yang kini sedang mengalir melalui tenggorokannya.
Valencia meletakkan cangkir berisi cairan hangat itu di mejanya. Matanya bergulir menatap suasana pagi yang cukup cerah di kediaman Fluternd. Bibirnya menyunggingkan senyum puas kala merasakan udara pagi yang segar sedang memenuhi paru-parunya.
"Pemandangan seperti ini jarang terjadi, mengingat daerah sang Duke merupakan wilayah paling Utara di Altasia." Jari lentik gadis itu lalu mengambil sebuah kue kering yang tersaji di sebelah cangkir teh miliknya. Menikmati camilan ringannya dengan anggun.
Valencia kini sedang duduk di sebuah gazebo kecil dengan ditemani camilan paginya yang lezat. Kehadiran gadis itu di sini merupakan permintaan dari Sang Duke, tunangannya.
Pria itu memintanya untuk bertemu di gazebo taman belakang kediaman Fluternd. Benak Valencia kembali mengingat pertemuan terakhir mereka beberapa hari lalu, saat Hugo memberikannya informasi mengenai penyerangan keluarga Adelaine.
Sejak saat itu, mereka belum bertemu kembali. Hugo menjadi semakin sibuk sehingga Valencia jarang sekali melihat keberadaan pria itu di kediamannya sendiri.
Tak lama kemudian, ekor mata Valencia dapat menangkap pergerakan siluet seseorang yang sedang berjalan menuju gazebo tempatnya berada. Seraya menunggu, gadis berambut putih itu kembali menikmati tehnya yang masih hangat.
"Sudah lama?" sapa sang Duke dengan suara bariton miliknya. Pria berambut gelap itu sudah sampai dan kini mendudukkan dirinya di depan sang tunangan.
"Ya, cukup lama," balas Valencia, lengannya bergerak menuangkan teko kecil berisi teh ke dalam cangkir sang Duke.
"Terimakasih."
"Maaf, aku menghabiskan semua camilannya." Valencia menutupi wajahnya yang memerah dengan sebelah tangan. Gadis itu tanpa sadar memakan semua kue kering yang tersedia di meja lantaran menunggu kedatangan Hugo yang cukup lama.
Hugo hanya menahan senyum di bibirnya kala melihat tingkah Valencia yang dipikirnya cukup lucu dan menggemaskan.
"Tidak apa-apa, itu salahku, kedatanganku yang cukup lama pasti membuatmu menjadi bosan," timpal Hugo dengan santai, kemudian menyesap tehnya dengan penuh wibawa, menunjukkan etiket kebangsawanan yang dijunjungnya tinggi.
Berbeda dengan Valencia yang sedang mengubur rasa malunya. Gadis itu lalu menerawang jauh ke belakang, mengingat tingkah merepotkannya yang selalu ditolerir oleh Hugo dengan tanpa beban. Kurang baik apa sang Duke terhadapnya selama ini?
"Jadi, ada apa?" tanya Valencia membuka percakapan inti, tidak ingin berlarut-larut dalam situasi yang membuatnya canggung.
"Yang Mulia Raja meminta kita untuk berkunjung ke Istananya besok," pungkas Hugo setelah meletakkan cangkir tehnya. Netra biru gelap pria itu memandang lurus pada tunangannya.
"Yang Mulia Raja mengundang kita secara langsung?" Valencia terkejut. Di kehidupan sebelumnya hal ini tidak terjadi. Hatinya gelisah tanpa bisa dicegah.
Hugo berdehem menanggapi gadis itu. "Dan secara kebetulan, Putra Mahkota juga meminta pertemuan pribadi denganku."
Valencia kembali memejamkan matanya dan meneguk teh hangatnya hingga tandas tak tersisa. Mencoba menenangkan diri setelah menerima gempuran kabar yang membuatnya semakin dilanda resah.
Tangannya tanpa sadar terkepal kuat. Valencia benci karena saat ini dirinya tidak bisa memperkirakan masa depan apa akan yang terjadi di kehidupannya kini. Karena, walaupun gadis itu sudah merencanakan semuanya dengan matang, tapi tetap saja, bahaya masih menghampiri keluarganya. Valencia tidak ingin, takdirnya kali ini terikat oleh kemalangan ... lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...