☘️~happy reading~☘️
enam bulan kemudian
Beberapa waktu setelah kematian Senna, rutinitas kerajaan Altasia kembali kepada keadaan semulanya, bahkan menuju lebih baik. Terbongkarnya kasus kriminalitas tingkat tinggi itu seakan membawa banyak sekali perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Altasia.
Kematian Senna mungkin bisa disebut sebagai peristiwa revolusi kecil yang terjadi di Altasia. Sungguh, eksistensi wanita itu membawa pengaruh yang luar biasa dahsyatnya. Entah saat masih hidup dan bernafas, ataupun saat jantungnya sudah tidak berdetak lagi. Senna pastinya akan selalu dikenang sebagai tokoh bersejarah yang paling ikonik, karena selalu terkait dengan peristiwa-peristiwa besar di Altasia.
Tak ayal, wanita itu seperti menjadi pusat dari banyaknya benang merah yang tertaut dengan berbagai kejadian-kejadian bersejarah di zamannya.
Entah kebetulan ataupun tidak, sejak kematian Senna, Altasia perlahan berkembang menjadi kerajaan yang damai dan tentram, bahkan tingkat kriminalitas di kerajaan itu perlahan menurun daripada saat sebelumnya.
Namu, tak bisa dipungkiri, pihak kerajaan tentu berperan penting dalam membasmi sisa-sisa kejahatan yang ditinggalkan wanita itu sampai ke akarnya. Kini simpatisan dan para pendukung Senna sudah benar-benar lenyap dan hilang.
Ayolah, Raja Ferdinand tentu tidak bisa membiarkan mereka hidup begitu saja, bukan?
Para bangsawan yang sebelumnya dirugikan dan bahkan dijatuhkan karena ulah Senna, akhirnya diberikan kompensasi yang sesuai oleh pihak kerajaan. Nama keluarga mereka diangkat kembali dan dibersihkan. Aset milik para keluarga bangsawan yang semula tersita karena ulah Senna, juga sepenuhnya sudah dikembalikan.
Termasuk Xadern, pewaris nama Hillard saat ini. Sudah tentu, pria berparas rupawan dengan netra hijaunya itu kini telah diangkat sebagai kepala keluarga Hillard. Xadern sekarang tidak harus menyembunyikan eksistensinya lagi dari sorotan publik. Ia bisa bebas pergi ke mana pun dengan identitasnya sebagai kepala keluarga Hillard.
Seperti saat ini, Xadern turun setelah melangkahkan kakinya keluar dari sebuah kereta kuda. Kelopak matanya terus terbuka menatap lurus pada sebuah kastil kecil di hadapannya. Kastil, yang pernah menjadi saksi tumbuh kembangnya bahkan sebelum ia lahir ke dunia yang kejam ini. Kediaman Hillard, rumahnya.
Akhirnya, dia pulang.
Memejamkan mata, pria itu menghirup sejuknya udara segar yang ia rindukan. Kenangan lama yang indah dan menyenangkan seketika berputar di benaknya.
Ingatan masa lalu dimana dirinya bermain dan menghabiskan waktu dengan keluarganya, membuatnya tanpa sadar menaikkan garis bibirnya membentuk senyuman yang manis. Tapi walaupun begitu, tangis haru tetap tak bisa ia tahan. Kedua sudut matanya dipenuhi luapan emosi yang membuncah.
"Aku, pulang."
☘️*******☘️
Di lain tempat, terlihat seorang gadis tengah menatap sunyi jatuhnya kristal-kristal es beku dari cakrawala. Terkesima dengan kilau kilap putih yang berhamburan tertiup dinginnya angin.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" bariton lembut terdengar dari sang Duke Fluternd. Pria itu menghampiri tunangannya seraya melampirkan jubah miliknya di bahu mungil Valencia.
"Entahlah, aku hanya merasa hampa," tukas pelan sang Nona Adelaine dengan tatapan kosong.
"Semuanya telah selesai, bukankah ini yang kau inginkan?" Kedua lengan kekar Hugo bergerak melingkari pinggang gadis itu, memeluk Valencia dari belakang.
"Pembalasanku sudah usai, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan lagi? Aku bingung." Valencia kemudian menunduk menatap sepatunya yang mulai tertutupi butiran salju.
"Di masa lalu, aku hidup dalam dunia yang penuh dusta dan penderitaan. Kemudian, aku bangkit kembali dengan penuh dendam juga kebencian," sambung gadis itu dengan bisikan pelan.
"Dan sekarang kau kebingungan, apa yang harus kau lakukan setelah tujuanmu tercapai, benar?" timpal Hugo mulai mengerti isi pikiran tunangannya.
"Aku yakin kau sudah tahu jawabannya Valencia." Dekapan Hugo semakin erat melingkupi gadis itu. Tak lupa wajahnya mulai bersandar pada bahu Valencia, memejamkan mata menikmati kehangatan yang tercipta di antara mereka.
"Apa itu?" Valencia bertanya dengan nada polos, tak lupa keningnya ikut berkerut seraya menoleh menatap sang Duke.
Hugo hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaan tunangannya. "Kemana akal pintarmu itu pergi? Kau seharusnya bertanya pada isi kepalamu itu."
"Apa maksudmu?" Valencia semakin bingung, agaknya mulai kesal dengan ucapan Hugo yang berbelit-belit dan membuatnya pusing.
"Kau hanya perlu bahagia, bukankah tugasmu sudah selesai? Nikmatilah kesempatan yang diberikan oleh sang Dewa, raih kebahagiaan mu di dunia ini." Hugo tersenyum kecil saat berujar demikian. Sementara, Valencia sendiri membeku melihat senyuman setulus itu terukir di wajah sang Duke.
"Karena jika bukan karena dirimu pastinya aku sudah mati, kau sudah menyelamatkan nyawa banyak orang tanpa kau sadari," sambung Hugo seraya membalikkan tubuh Valencia menghadap padanya, sebelum menenggelamkan gadis itu dalam pelukannya.
"Kau, adalah berkah yang dikirim sang Dewa untuk Altasia."
☘️*******☘️
Haloooo~ author comeback! Janji gak pada nanyain🤣 gimana nih kabarnya semua? Sehat selalu ya biar bisa pantengin terus cerita ini😉
Sebelumnya, author mau minta maaf buat para pembaca yang nungguin lamaaaa banget lanjutan cerita ini😢 maaf bangetttt~
Kedepannya, author bakal aktif lagi ngelanjutin cerita ini sampe tamat. Soalnya udah rencana projek cerita baru, pantang banget author bikin lebih dari satu cerita dalam satu waktu yang sama😣
Pokoknya, author bakal berusaha buat konsisten lanjutin cerita ini sampe bener-bener tamat🤩 makanya kalian jangan kemana-mana ya wkwk
Udah deh kayaknya segitu aja dulu, selamat membaca yaaa~
Byeeee~☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...