Page 66 : The beginning of the end (2)

15.5K 2K 32
                                    

☘️~Happy reading~☘️

Raja Ferdinand dengan tubuh yang bergetar hebat, tak henti mengulik semua informasi yang tersaji di hadapannya. Paruh baya itu menggertakkan giginya dengan mata terbelalak, menerima kenyataan pahit yang tak seindah harapan.

Waktu demi waktu telah berlalu, sang Raja dengan hati yang teguh terus membalik halaman dokumen berisi rasa sakit itu. Sejenak mengabaikan kehadiran orang-orang yang ada di sekelilingnya, membuat suasana kian terasa menegangkan.

Sementara itu, Valencia dan yang lainnya hanya terdiam bagai patung. Mereka semua memusatkan perhatian pada Raja Ferdinand, dengan jeli memperhatikan setiap mimik dan ekspresi yang paruh baya itu keluarkan.

Dibalik wajah tenang yang Valencia tampilkan, tak bisa dipungkiri bahwa kekhawatiran menyelimuti hati gadis itu. Valencia membayangkan, entah apa yang terjadi jika sang penguasa tidak berpihak pada mereka? Ya, mungkin hanya kematian yang akan mereka dapat.

Setelah sekian lama, helaan nafas berat terdengar dari sang Raja, disusul dengan tertutupnya dokumen pembuktian, menandakan informasi yang ada di dalamnya sudah terkuras habis.

Semua orang yang berada di ruangan itu terdiam penuh makna, menunggu pergerakan sang penguasa selanjutnya. Akankah berbalik melawan mereka atau berdiri di sisi mereka?

Jika ternyata keadaan tidak berjalan sesuai rencana dan sang Raja memilih untuk melawan, maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh Valencia adalah, dengan terpaksa melengserkan sang penguasa Altasia dan mencalonkan Alexander untuk menjadi Raja selanjutnya.

☘️*******☘️

Raja Ferdinand menatap kosong ke depan, nafasnya yang boros dan terengah-engah menunjukkan badai kekacauan yang tak hanya menghantam akal, namun juga nuraninya.

"Aku pasti sudah gila," gumaman pelan itu terdengar dari sang Raja. Lengannya bergerak naik ke kepala, mencengkeram rambutnya dengan erat, mulai merontokkannya. Mata paruh baya itu juga membola penuh dengan pupil yang menyempit, mengindikasikan rasa frustasi yang teramat menguras emosinya.

"Raja? Omong kosong! Jabatan sialan! Aku hanyalah Raja bodoh yang tak menyadari bahwa musuhku selama ini ada di sisiku!" Ferdinand menggebrak meja dengan keras, meluapkan kemarahan dan kekecewaan kepada dirinya sendiri.

Paruh baya itu lalu mendongak, menatap satu persatu semua orang yang ada di ruangannya. Pandangannya kemudian terhenti pada sang Putra Mahkota, anaknya.

Raja Ferdinand tersenyum getir mendapati tatapan dingin Alexander masih tertuju padanya. Walaupun sudah terbiasa, tapi kali ini rasanya berbeda. Hatinya lebih sakit setelah mengetahui kenyataan pahit yang sudah mengobrak-abrik seluruh jiwanya.

"Baiklah ... " Raja Ferdinand menjeda ucapannya sejenak. Sang Raja mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Bukti-bukti ini sudah terlalu jelas, dan aku tidak bisa menyanggah apapun, oleh karena itu ... "

"Aku, Ferdinand Libero Vicansa menyatakan perintah penangkapan terhadap ... Ratu Senna!"

☘️*******☘️

"Kereta kuda sudah siap Yang Mulia." Seorang wanita berpakaian pelayan terlihat tengah menghadap danml memberi laporan kepada seseorang yang mengenakan jubah coklat.

Dengusan pelan terdengar menanggapi. "Menyebalkan, kenapa bisa secepat ini? Dasar bocah-bocah sialan itu!"

"Sekarang aku harus terlibat dalam pelarian tak berguna ini!" protes sang Ratu Altasia, Senna. Rupanya, entah bagaimana wanita berhati busuk itu mengetahui informasi mengenai rencana penangkapannya. Mata-matanya terlalu banyak dan ada di mana-mana!

"Jalankan sesuai rencana!" perintahnya tegas pada si pelayan. Bahkan di saat seperti ini pun, wanita itu masih tak gentar. Entah apa yang sebenarnya ada dipikiran sang Ratu. Tidak ada yang tahu.

"Baik, mari ikuti saya Yang Mulia." Pelayan wanita itu melangkah terlebih dahulu menunjukkan jalan pada Ratu Senna. Dengan melalui jalur belakang tanpa menimbulkan gerakan berarti. Kaki mereka melangkah dengan cepat, menyusuri gelapnya lorong istana malam.

Angin dingin yang sejuk seakan mengaburkan suasana menegangkan yang melingkupi Istana Altasia. Di balik ketenangan, terdapat gejolak kekacauan yang tersembunyi.

Setelah sekian lama, akhirnya gerbang kecil terpampang di hadapan kedua wanita itu. Si pelayan dengan segera membuka pintu baja bermotif, menciptakan celah kecil untuk keluar.

Ratu Senna dengan segera meraih gerbang di hadapannya, sebelum benar-benar melangkah keluar, wanita angkuh itu menoleh ke belakang, matanya menatap Istana dengan pandangan sinis, bersamaan dengan bibirnya yang mengukir senyum kecil mencurigakan.

☘️*******☘️

Brakk

"Tidak berguna! Sialan!" Pukulan keras Alexander layangkan pada ajudan pribadinya, Kevin. Guratan kemarahan tampak sangat membara di wajah sang Putra Mahkota.

"Bagaimana bisa wanita sialan itu melarikan diri?!" Pertanyaan bernada tinggi itu sudah cukup menggambarkan rasa frustasi Alexander. Ini adalah kesempatan yang sudah lama ia tunggu, Alexander tidak terima jika pembalasannya sia-sia begitu saja.

"Lapor Yang Mulia, sekitar satu jam yang lalu, prajurit yang bertugas di pesisir barat Istana mengaku melihat sebuah kereta kuda asing yang melaju menjauhi Istana." Seorang pria berzirah tampak berdiri tegap menghadap Alexander. Zirah besinya yang tampak berbeda dari yang lain menunjukkan statusnya sebagai salah satu petinggi militer Kerajaan.

Sementara suasana kian menegang, Valencia, Hugo dan Xadern masih terdiam di ruangan yang sama. Agaknya, mereka juga masih tidak terima dengan kebocoran informasi yang menyebabkan target mereka melarikan diri.

"Ke mana arahnya?" Ferdinand bertanya dengan auranya yang mengintimidasi, paruh baya itu juga sepertinya tak sabar untuk segera menyelesaikan masalah ini.

"Utara, Yang Mulia."

"Lakukan pencarian menyisir dari timur laut ke barat laut. Perketat penjagaan, pastikan jangan sampai informasi ini bocor pada siapapun, entah itu bangsawan ataupun rakyat biasa."

"Hindari untuk berhubungan dengan kelompok politik manapun! Jangan sampai ada konflik internal di Kerajaan ini."

"Baik Yang Mulia, perintah dimengerti!" Prajurit tersebut kemudian membungkuk hormat sebelum pergi ke luar melaksanakan perintah sang penguasa.

"Sebaiknya kita juga bersiap untuk ikut dalam pencarian," saran Hugo seraya menoleh menatap tunangannya yang kini berwajah gelap, menahan amarah yang bergejolak.

"Lebih tepatnya memburu mangsa yang lari."

☘️*******☘️

Hi semuanya ketemu lagi nih hehe😆 moga baik selalu ya kabarnya 😊 maaf baru muncul sekarang yaa soalnya ya gituu:-( gak ada waktu buka wp😭

Maaf ya kalo cerita ini kurang memuaskan, soalnya author menyadari kalo akhir-akhir ini performa kepenulisan author lagi jelek-jeleknya hikss😭 mungkin faktor kecapean juga kali ya, sama lagi kehabisan ide juga:-(

Sorry kalo ada typo atau gimana ya😉Kalo ada saran&kritik juga silahkan ajaa ya jangan sungkan, buat bahan evaluasi juga bagi Author kedepannya (^^)

Sehat-sehat ya semuanyaa~☘️

Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang