☘️~Happy reading~☘️
Valencia menutup pintu ruang kerja Sang Duke, meninggalkan kedua pria itu di dalam. Sepertinya gadis itu tidak terlalu peduli dengan apa yang akan terjadi di antara Arthur dan Hugo.
Valencia kemudian melangkahkan kakinya dengan anggun, tak lupa dengan tampang dingin yang gadis itu pasang, sungguh berbanding terbalik daripada saat bersama tunangannya tadi.
Tak lama setelahnya, Valencia akhirnya sampai di sebuah balkon. Angin dingin terasa datang menyambut permukaan kulitnya. Netra merah milik nona muda Adelaine itu berkilat tajam menatap hamparan awan gelap yang menutupi langit petang.
"Ternyata ... berubah," gumamnya pelan, benaknya kembali mengingat peristiwa yang terjadi di pesta perburuan tempo hari.
Valencia menyadari bahwa takdir telah berbelok seiring dengan pengulangan waktu kehidupannya. Gadis itu menggigit kukunya dengan gelisah.
"Semuanya, tidak akan sama lagi."
Ya, mungkin itu akan terdengar bagus jika apa yang akan terjadi di masa depan sesuai dengan keinginannya, kehidupan keluarga yang bahagia.
Tapi tetap saja, gadis itu bukanlah seseorang yang bisa meramal masa depan! Valencia hanya diberikan kesempatan untuk mengulangi siklus hidupnya, tidak lebih dari itu!
"Aku ... tidak bisa lagi memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan."
Semuanya telah berubah, Valencia yakin masa depan yang akan terjadi di dimensi ruang yang ditempatinya kini akan berbeda dengan yang terjadi di kehidupan pertamanya.
Dimensi waktu yang telah berputar, mengakibatkan adanya peluang perubahan pada dimensi ruang. Di samping itu, manusia hanya bisa mengikuti alurnya saja.
Manusia hanya makhluk lemah yang tidak mempunyai kuasa untuk menaklukan ruang dan waktu tanpa bantuan sang Dewa. Kini setelah menyadari itu semua, Gadis itu khawatir mengenai masa depan yang semakin terasa abu-abu.
Terlihat dengan jelas jika masa lalu yang kelam masih membayangi sosok Valencia, membuatnya semakin takut terhadap masa depan yang tak pasti.
☘️*******☘️
Terlihat dua orang pria sedang saling berhadapan di sebuah ruangan. Suasana yang hening sangat kentara menyelimuti.
"Aku memperingatkanmu, Tuan Duke yang terhormat!" geram Arthur menatap lawan bicaranya itu dengan pandangan penuh intimidasi. Yah, walaupun sepertinya Hugo tidak terpengaruh sama sekali.
"Tolong, jangan bertindak semena-mena terhadap adikku!" lanjut Arthur dengan tegas. Tuan muda Adelaine itu terlalu malas untuk menggunakan bahasa formal. Arthur tidak peduli dengan etika saat ini, toh mereka berdua sudah kenal lama.
"Kau berkata seolah aku adalah pria yang buruk," balas Hugo dengan tenang. Netra biru gelap itu menatap Arthur malas.
"Bukankah kenyataannya memang seperti itu?!" Arthur tidak berusaha menyembunyikan kekesalannya, pria itu terlihat bisa meledak kapan saja.
"Sejujurnya, aku tidak tahu alasan perilaku aneh dan tidak sopanmu ini, Tuan muda Adelaine." Hugo meminum tehnya dengan raut wajah tidak bersalah, membuat Arthur muak saat melihatnya.
"Sialan, kau menyentuh adikku dasar pria bajingan!" Arthur berkata dengan emosi yang meledak, wajah penerus Adelaine itu tampak merah menatap Hugo dengan pandangan berkobar.
"Kosakatamu itu sungguh tidak enak didengar ... "
"Lagipula, bukankah itu hal yang normal dilakukan pasangan?" Entah ada apa dengan Hugo, apakah pria itu tidak tahu kalau ucapannya tadi bisa menimbulkan sebuah bencana?
"Apa maksudmu? Bisa-bisanya kau mengatakan hal seperti itu!" Daripada marah kepada Hugo, sekarang Arthur lebih khawatir mengenai kondisi psikis Valencia. Pria itu takut bahwa sang Duke telah mencuci otak adiknya dan memberi pengaruh buruk.
"Ah, benar! Orang yang belum pernah menjalin hubungan dengan seseorang tidak akan bisa mengerti."
"Sialan kau!"
Sontak saja, suara-suara keributan itu terdengar setelah Hugo dengan sengaja memancing emosi Arthur sampai ke sumbunya, membuat pria itu meledak dengan gila.
☘️*******☘️
Kriett ...
Pintu itu terbuka, terlihat nona muda Adelaine berjalan dengan tenang ke dalam sebuah ruangan. Ruangan tempat dimana ia memproduksi senjatanya yang mematikan. Gadis itu kemudian menyalakan lentera-lentera yang bertengger di dinding.
Kini, pemandangan di dalam ruangan itu terlihat dengan jelas. Pemandangan yang terlihat pertama kali adalah sebuah guci raksasa, lalu dua meja yang masing-masing dipenuhi tabung reaksi kaca dan beberapa buku yang tersusun rapih.
"Mari membuat pembalasan yang menyakitkan," ujar Valencia meraih sebuah buku dan membacanya, gadis itu membuka lembar dari lembar buku tersebut.
Valencia menyadari bahwa panah yang melukainya pada saat pesta perburuan mengandung racun tingkat tinggi. Itulah sebabnya Valencia membutuhkan waktu yang cukup lama agar tubuhnya bisa menetralisir racun mematikan tersebut.
Gigi-gigi gadis itu bergemelatuk menahan amarah. Terbukti bukan? Walaupun Valencia sudah berusaha mengubah nasib sang Duke, tapi nyatanya Hugo masih bisa mati dengan cara lain andai Valencia tidak menyelamatkannya.
"Kali ini, aku benar-benar tidak akan memberikan kesempatan!" Valencia kemudian menandai selembar halaman buku, lalu beranjak dan membuka sebuah rak yang di dalamnya terdapat berlapis-lapis pelindung kayu.
Nona Adelaine itu tersenyum kejam setelah membuka lapisan pelindung terakhir. Lengannya kemudian bergerak mengambil sebuah botol kaca kecil yang berisi cairan merah gelap, darahnya yang beracun.
"Akulah si pembawa karma yang akan membuat kalian sengsara!"
☘️*******☘️
Yeayy! Author comeback nih guys! Maaf telat, sibuk banget tau minggu ini 😭 tugas kek gak ada habisnya, makalah lah, kelompok lah, presentasi lah, nangess😭
Oh iya, bentar lagi kita bakal sampai di puncak konflik nih hehe, ups ... Spoiler jadinya🥴 btw, kalian rindu gak sama Valencia versi kejam penuh dendam kesumat yang membara😎
Kalo ada typo kasih tau aja ya hehe, maklum author ngetiknya pas lagi ngantuk berat🤣 bawaannya pengen rebahan mulu😆
Yaudah deh segitu aja dulu yaaa, kita ketemu lagi di next chapter byee~☘️
Next!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...