☘️~Happy reading~☘️
Bunyi gigi yang bergemelatuk mengisi senyapnya kelam malam. Racauan tidak jelas dan suara-suara aneh datang dari balik sebuah sel penjara di Istana Altasia.
"Sialan! Sialan! Sialan!"
"Tidak bisa seperti ini terus!"
"Aku mengutukmu!"
"Matilah! Matilah kau! Kau harus mati!"
Pendaran cahaya lilin mengungkap keberadaan seorang wanita yang meringkuk di pojok ruangan. Angin malam yang menyelinap melalui sela-sela jeruji besi kini berhembus tidak karuan. Seakan tak peduli dengan sensasi dingin yang merayap, kedua tangan itu tetap bertengger di kepala, tampak menjambak rambutnya sendiri, bibir pucatnya tidak berhenti mengucap sumpah serapah.
Kemolekannya yang dulu membahana, sekarang sudah sirna dalam diri wanita itu. Pakaian putih tipis yang lusuh membuat Penampilannya tidak jauh berbeda dengan seorang gelandangan.
Tak pernah terbayang kehidupannya yang dulu dipenuhi dengan gelimang emas dan perhiasan, kini berubah drastis hanya dalam satu malam. Sungguh ironis sekali bukan? Itulah yang saat ini dialami oleh Senna, atau lebih tepatnya mantan Ratu Altasia. Walaupun belum diungkap secara resmi, tapi wanita itu tahu bahwa hal ini akan terjadi, namanya akan diingat sebagai penjahat besar dalam sejarah kerajaan ini.
Semua sudah lenyap dan hancur. sekarang harta, kekuasaan, bahkan rencana yang sudah ia susun selama bertahun-tahun tak ada hasilnya. Benar-benar hancur!
Senna tidak menyangka, bahwa Alexander akan menangkap semua mata-mata yang sudah ia selundupkan di berbagai sudut istana, ya tertangkap! Semuanya tertangkap! Tak ada yang tersisa! Manusia-manusia tidak berguna itu ditempatkan di dalam sel tahanan yang lain. Sekarang apa yang bisa ia lakukan dari balik jeruji besi ini? Senna nyaris putus asa.
Berungkali wanita itu menyakiti dirinya sendiri. Bekas luka memar, lebam dan garis-garis merah memenuhi sepanjang lengan bawahnya yang mulai kusam. Siapa yang bisa mengira sang Ratu Altasia akan jatuh dalam keadaan mengenaskan seperti ini?
"Bagaimana rasanya?" Suara lembut tiba-tiba mengalun memecah keheningan. Bunyi langkah-langkah kaki yang menapak tanah terdengar semakin nyaring seiring waktu, menandakan kehadiran manusia-manusia di tempat itu.
Senna mendongak pelan begitu menyadari suara-suara tapak kaki telah berhenti, sepertinya tepat di sel tahanannya.
Apakah itu sipir yang sedang bertugas? Tidak biasanya di tengah malam seperti ini, tebak Senna. Namun, bola mata wanita itu terbelalak penuh kala mendapati tiga orang dengan masing-masing jubah hitamnya.
Malaikat maut! teriak wanita itu di pikirannya. Tubuhnya tanpa bisa dicegah mengeluarkan keringat dingin, tangannya yang bergetar dengan perlahan bergerak naik menutupi wajahnya. Menolak untuk menghadapi kematian yang sudah datang menjemputnya.
"Tidak! Tidak!"
"Pergi kalian! Pergi!"
Senna mulai meracau kembali. Sepertinya, setelah beberapa hari berada di ruang tahanan membuat akal wanita itu sedikit terganggu.
Bunyi dua besi yang bertabrakan terdengar amat memekakkan telinga. Rupanya, salah seorang dari ketiga jubah hitam itu memukulkan gagang pedangnya pada bilah jeruji. Menghasilkan suara keras yang mampu membuat efek kejut bagi siapapun yang mendengarnya.
Dan terbukti, Senna kini tiba-tiba terdiam, bibir wanita itu seakan terkunci untuk melanjutkan kegilaannya. Namun, sorot Senna terlihat semakin gelap, memandang penuh ketakutan pada ketiga orang di hadapannya. Wajahnya kian pucat dengan keringat dingin yang tak henti mengalir melalui pelipisnya. Keadaan itu, sudah cukup menggambarkan kengeriannya akan satu hal. Kematian.
"Apa ini?" tanya seorang tadi masih dengan suara lembutnya. Perlahan, tudung jubah itu tersingkap, menampilkan paras anggun Valencia dengan netra merahnya yang tajam.
Kedua orang yang berada di setiap sisi gadis itu lantas menyusul mengungkap jati diri mereka. Sang Duke Fluternd muncul dengan wajah dinginnya, tak lupa Xadern yang juga setia menggenggam pedang di tangannya.
"Kau!" amarah Senna naik ke permukaan saat wanita itu mendapati eksistensi Hugo di dekatnya. Tak ada wajah yang ketakutan, tak ada gestur tubuh yang menampilkan rasa gelisah dan panik seperti sebelumnya. Semua itu seakan lenyap di hadapan sang Duke.
Sementara itu, Valencia hanya menyaksikan tingkah lalu Senna dengan tatapan dingin yang menusuk.
"Sialan kau Hugo! Aku ingin membunuhmu!"
"Mati! Mati kau mati!"
"Kau harus mati!"
Senna kembali menggila, wanita tua itu berteriak-teriak di dalam selnya seperti orang yang hilang akal. Entah dendam apa yang ia miliki terhadap Hugo.
Valencia mengeluarkan kipas lipatnya. Lengan gadis itu berayun dengan cepat ke depan, menembakkan sebuah jarum beracun dari balik benda tersebut. Dan dengan akurasi tinggi yang gadis itu miliki, pelurunya mampu menembus sasaran yang ia incar. Tubuh gempal itu terhentak pelan kala jarum kecil nan tajam menusuk punggung tangannya.
Senna pun akhirnya terdiam, benar-benar terdiam. Hal itu sudah cukup mengindikasikan efektivitas dari jarum racun yang dilemparkan Valencia.
"Baru beberapa hari mendekam di penjara dan kau sudah mulai gila?" Senyum sinis terbit dari wajah cantik sang nona Adelaine itu. Senyum kecil yang seiring waktu berubah menjadi seringai mematikan.
"Aku bahkan belum memulai apapun."
☘️*******☘️
Haiiiiii~ gimana kabarnya 😆 sehat selalu ya kalian✨ maaf author baru update lagi, soalnya udah mulai sibuk lagi😥 jadi gak ada waktu banyak buat lanjutin😭 maaf banget yaaa
Kalo ada typo tolong dikoreksi yaaa😉 sumpahhhh, Author pengen cepet-cepet namatin cerita ini😣 maaf ya kalo chapter ini bertele-tele dan kurang memuaskan😥 apalagi beberapa hari kemarin author sempet flu berat sama demam😫 jadi pas nyicil nulisnya pun kurang fokus hikssss
Segitu aja dulu ya, byeee~☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Adelaine's Revenge [HIATUS]
FantasySorak-Sorai yang penuh dengan cacian bergema di setiap penjuru Kerajaan Altasia. Semua orang berkumpul hanya untuk menyaksikan kematiannya. 'Wanita hina!!' 'Bunuh dia!!' 'Sampah Altasia pantas mati!!' 'Akhirnya kematiannya tiba!' Di tengah kerumunan...