Summer camp dimulai pada pukul 08:00 pagi hingga 11:30 siang setiap hari senin sampai jumat. Selebihnya waktu bebas. Bukan masalah besar untuk Mitchell yang sudah terbiasa sekolah dari pagi hingga sore dan dilanjut berbagai macam les sampai malam.
Kelas terakhir, Listening, akhirnya usai. "Yuk ke kantin!" Kenta yang duduk di meja depan membalikan badannya menunggu Mitchell memasukan semua catatan dan alat tulis.
Mereka berempat beriringan berjalan menuju kantin sambil bercanda tawa. Malatang menjadi pilihan makan siang hari ini. "... tapi kalau dipikir ya. Bener lucu gak sih kalau sampe beneran jadi trainee? Kalau ditanya orang, kenapa jadi trainee? Jawabannya gara-gara truth or dare" celoteh Mitchell sambil menyuap mie kedalam mulutnya.
"Mich, menurut gue mending lo beneran cari aman ngomong dulu sama orang rumah deh. Nanti kalau lolos tapi belom dapet ijin repot lagi" Bev menatap Mitchell dengan raut wajah serius. "Lah lo belom ngomong mich?" Kenta dan Mike kini ikut menatapku dengan raut wajah super serius. "Iyaa besok aku telfon mama" Mitchell menjawab dengan pelan. Sedikit khawatir dengan jawaban mama nanti.
Selama ini setiap kali Mitchell mencoba bercerita kegiatannya di sekolah, ia tidak pernah mendapat tanggapan yang ia harapkan. Oh ya? Oh. Wow. Atau sekedar pelukan tanpa jawaban. Bukannya Mitchell kurang bersyukur. Ia sangat bersyukur atas keluarganya yang lengkap, fasilitas dan privillage yang disediakan, ataupun dukungan finansial atas semua minatnya. Hanya saja, Mitchell sudah terbiasa hidup sendiri sendari kecil. Ia terbiasa menyelesaikan segala masalahnya sendiri tanpa pengetahuan siapapun.
Keadaan ini membuatnya lebih tertutup. Canggung rasanya jika disuruh cerita hati ke hati walaupun dengan orangtua nya sendiri. Ia lebih banyak cerita pada Adel setelah masalah atau krisis yang ia hadapi selesai. Namun setelah berteman bertahun-tahun, Adel punya caranya sendiri untuk mengetahui masalah hidup Mitchell lebih dulu tanpa harus menunggu cerita darinya langsung.
Siang itu dihabiskan Mitchell mereview kembali pelajaran di kelas tadi. Bev, Mike dan Kenta memilih untuk menonton netflix dikamarnya. "Mich, lo tuh baru mau masuk SMA kan?" Pertanyaan Kenta membuat konsentrasinya pecah. Mitchell meregangkan otot bahunya yang terasa pegal setelah 2 jam mereview. Ia berjalan dan menghempaskan badannya ke atas kasur. "Iyaa"
"Kalo lo jadi kererima jadi trainee taun ini berarti artinya lo ga akan pernah coba jadi anak SMA ya" Pernyataan Kenta sukses membuat Mike dan Bev menolehkan kepalanya dari layar televisi. "Well thats sucks... Masa-masa di SMA tuh super gold" Bev menatap Mitchell dengan tatapan prihatin. Tak ada yang menyadari sebelumnya banyak yang harus dikorbankan untuk menjadi trainee. Termasuk masa muda.
"Ken, kamu nih dari kemarin ngomongnya seakan aku pasti lolos. Padahal kamu denger juga aku kemarin fals terus" Mitchell mengambil bantalnya dan melemparkan pada remaja keturunan Jepang tersebut. "Mitchell cmon... lo juga tau lo suka performing. Semua orang di tempat audisi kemarin juga tau lo dilahirkan buat ada di atas panggung. Ok thats cringe im gonna stop right here" Mike memutar bola matanya secara dramatis yang menuai pukulan halus dari Bev disampingnya. "Ooookeeeii. Sekarang jelasin semua maksudnya sebelum gue ngerasa clueless dan dikucilkan disini gara-gara kemarin gue ga ikut?!" Bev menatap ketiga temannya dengan tatapan terluka.
"Gue latihan piano dari umur 5. Ikut kompetisi, konser, wawancara sana sini mulai umur 7. 9 taun gue kenal spotlight tapi gak pernah gue ngerasa nyaman di atas panggung kaya Mitchell."
"Kemarin pertama kalinya gue sama Kenta liat Mitchell audisi, Bev. Dari sekian banyak peserta dia gak keliatan gugup sama sekali. Ditanya juri pun kaya berasa ngobrol biasa sama om tantenya." Mike menceritakan setiap detail dari audisi kemarin pada Bev. Mitchell tidak bisa menahan rasa canggung ketiga temannya tak berhenti memuji penampilannya kemarin. "Bukannya gak gugup tauuu. Tapi aku 2 taun jadi ketua osis kaya udah terbiasa aja ngomong sendirian di atas panggung." Bukan tidak benar, tapi memang mentalnya sudah terbentuk semenjak 2 tahun silam. Mitchell teringat masa dimana ia berkampanye. Pertama kali berdiri diatas panggung di depan ratusan orang siswa. Tangannya terasa sangat dingin dan seragamnya basah oleh keringat dingin. Namun seiring berjalannya waktu Mitchell mulai terbiasa dan kini ia merasa hampir seperti nyaman diatas panggung.
🍃🍃🍃🍃
Mitchell sudah naik keatas tempat tidur. Kata-kata Kenta masih terngiang jelas diingatannya. Ia berencana untuk menelfon orangtuanya perihal audisi namun dalam lubuk hatinya ia ingin memantapkan diri sebelumnya. Tak ingin kedua orang tuanya terlalu khawatir. Apa aku benar ingin jadi penyanyi? Mitchell tau betul bahwa menjadi publik figur memilikki privasi yang sangat terbatas. Sesuatu yang dihindarinya.
Kantuk tak kunjung datang, Mitchell memutuskan untuk membuka youtube dan mencari info lebih banyak tentang hidup seorang trainee. Ternyata ada banyak video dari beberapa mantan trainee. Adapun beberapa idol yang membeberkan sedikit masa traineenya. Walaupun berbeda perusahaan, Mitchell ingin mencari info sebanyak-banyaknya. Ia tak ingin berharap terlalu tinggi.
*suara youtube*
"Saya bangun pada pukul 4:00 dini hari untuk latihan, latihan dengan pelatih seharian sampai pukul 10 malam dan saya melanjutkan latihan individu sampai jam 1 subuh. Saya hanya bisa tidur 2-3 jam setiap hari dan itu repetitif sampai akhirnya saya tidak berhasil debut.""Perusahaan menyediakan tempat tinggal. Apartemen dengan 3 kamar dan 2 kamar mandi yang saya tinggali bersama 9 trainees lain. Mereka mengukur berat badan setiap minggunya dengan terperinci dan itu membuat saya sangat tertekan. Saya harus berlatih selama 20jam sehari tapi juga harus diet dalam waktu yang bersamaan."
"Rambut saya mulai rontok, saya tak lagi bisa merasa senang dan mood saya sangat buruk setiap harinya."
Mitchell menutup mulut dengan tangan kirinya. Terkejut dan ketakutan akan cerita mantan trainee yang ia tonton dari youtube. Walaupun ia tau betul bahwa tidak ada jaminan bahwa cerita youtuber tersebut 100% benar, Mitchell tak habis fikir bagaimana ia bisa hidup seperti itu selama bertahun-tahun. Belum lagi kalau ia bersikeras tetap bersekolah selama masa trainee. Tentu waktunya menjadi semakin padat dan stres.
Malam itu Mitchell pergi ke dunia mimpi dengan perasaan yang tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
FanfictionSerendipity [seren'dipede] /noun/ Keberuntungan yang datang tidak terduga Hidup adalah misteri. Setiap langkahmu merupakan clue. Bagaimana jika suatu hari keberuntungan membawamu untuk menjadi seorang trainee? Akankah kamu terima? Idol AU #1 kpopfa...