56

775 72 4
                                    

Sampai hari terakhir ujian akhir di sekolah usai, Kenta tak kunjung berbicara pada Mitchell

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai hari terakhir ujian akhir di sekolah usai, Kenta tak kunjung berbicara pada Mitchell. Kini tanpa menunggu pesan singkat dari Kenta, Mitchell sudah tau bahwa ia harus pergi dan pulang sendirian. Tentu Mitchell sudah mencoba menanyakan alasan Kenta menghindarinya, namun Kenta tak kunjung menjawab. Tak hanya Mitchell namun Somi dan semua staff di training center pun sadar akan hal ini. Walaupun frustasi akan sikap Kenta terhadapnya, Mitchell sangat disibukan oleh ujiannya. Ia tak boleh gagal kalau tak ingin mengambil ulang pelajaran yang sama di semester depan.

Ketika ujian AP Stat* di hari jumat akhirnya usai, Mitchell bertekad untuk tidur siang sejenak di kantor. 1 minggu penuh ia hanya tidur selama 3 jam untuk belajar. Hari ini ia akan membayar hutang tidurnya sedikit. Begitu bel berkumandang, Mitchell dan Somi langsung memutuskan untuk pulang. Mitchell harus berusaha sangat keras menahan kelopak matanya yang begitu berat selama perjalanannya menggunakan bus. Energinya benar-benar telah habis. Walaupun belum makan seharian, perutnya tak terasa lapar karena tertutup rasa kantuknya.

Begitu sampai, Mitchell langsung pergi menuju perpustakaan. Melemparkan tas nya sembarang, dan menaruh kepalanya di atas meja untuk pergi ke dunia mimpi. Baru beberapa menit Mitchell menutup mata, suara ketukan di mejanya kembali memaksanya untuk membuka mata dan menegakan duduknya. Menyipitkan mata untuk melihat orang di depannya dan sontak berdiri ketika sadar Kenta telah berdiri tegak.

"Mau ngomong sama lo, boleh?"

Kantuknya mendadak hilang, namun tubuhnya masih terasa lemas. Sudah berhari-hari Mitchell mencoba mengorek informasi tentang sikap Kenta yang entah kenapa berubah seratus delapan puluh derajat terhadapnya. Tak mungkin ia menyianyiakan kesempatan ini, ketika Kenta sendiri yang mengajaknya bicara. Mitchell menganggukan kepalanya dengan cepat. Nampaknya Kenta enggan mengobrol di perpustakaan meski kala itu sedang sepi. Tak banyak bertanya, Mitchell hanya menuturi langkah kaki Kenta yang menuntun mereka berdua untuk masuk ke dalam studio dance di lantai 3.

Berdiri tak jauh dari pintu, Kenta membalikan badannya. Kini Mitchell dapat dengan jelas melihat raut wajah Kenta yang tak lagi ditutupi oleh ketenangan. Digantikan oleh kemarahan dan kekecewaan. Matanya menatap tajam ke arahnya, tangannya kaku mengepal di samping badannya. Ini kali pertamanya Mitchell melihat Kenta marah.

"K-ken?"
"Mitch, cut the crap"
"Ken aku ada salah ya? Aku ngapain?"
"Jangan pura-pura innocent, Mitch. I've had enough. You fooled me"

Mitchell sangat kebingungan, tak mengerti sama sekali apa yang Kenta maksud. Untuk berbohong soal lebamnya pun Mitchell kesulitan, apalagi membohongi Kenta sampai bisa membuat ia semarah ini. Dadanya terasa sesak dan sakit mendengar kalimat yang keluar dari mulut Kenta. Namun rasa penasarannya mengambil alih rasa sakitnya.

"Maksud kamu gimana, Ken? Aku ngebohongin kamu apa?"
"Mitch.. please... stop the acting"
"KEN SUMPAH AKU GA NGERTI. MAKANYA KASIH TAU"
"LO KASAR. LO TUKANG BULLY. LO PEMBOHONG. Tapi lo acting seolah lo polos. Sampe gue dan orang di satu gedung ini sukses lo bohongin. Migi... AGI?!"

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang